Senin, 25 Juni 2012

Shaum: Dulu dan Sekarang

Oleh : Abu Akyas

Marhaban Ya Ramadhan. Alhamdulillah kita akan berjumpa lagi dengan Ramadhan , bulan yang penuh berkah. Mari sejenak membaca kembali ayat berikut ini, untuk mengenang ibadah shaum, dulu dan sekarang.  “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu melaksanakan shaum sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa”. (Q.S. Al-Baqarah:183). Ayat shaum ini menyiratkan bahwa umat-umat nabi terdahulu sebelum Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga diwajibkan menunaikan ibadah shaum.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, sejak Nabi Nuh hingga Nabi Isa ‘alaihimassalam shaum wajib dilakukan tiga hari setiap bulannya. Bahkan, Nabi Adam ‘alaihissalam, diperintahkan untuk tidak  memakan buah tertentu di surga, yang ditafsirkan sebagai bentuk shaum pada masa itu. “Janganlah kamu mendekati pohon ini yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim”. (Q.S. Al-Baqarah: 35). Begitu pula Nabi Musa ‘alahissalam bersama kaumnya bershaum empat puluh hari. Dalam surat Maryam dinyatakan Nabi Zakaria dan Maryam sering mengamalkan shaum. Nabi Daud ‘alaihissalam sehari shaum dan sehari berbuka pada tiap tahunnya.
Jika kita mengamati dunia binatang, ternyata mereka melakukan “puasa” demi kelangsungan hidupnya. Selama mengerami telur, ayam harus berpuasa. Demikian pula ular, berpuasa baginya untuk menjaga struktur kulitnya agar tetap keras terlindung dari sengatan matahari dan duri hingga ia tetap mampu melata di bumi. Ulat-ulat pemakan daun pun berpuasa, jika tidak ia tak akan lagi menjadi kupu-kupu dan menyerbuk bunga-bunga.
Jika berpuasa merupakan Sunnah Thobi’iyyah (sunnah kehidupan) sebagai langkah untuk tetap survive, mengapa manusia tidak? Terlebih lagi jika kewajiban shaum diembankan kepada umat Islam, tentu saja memikili makna filosofis dan hikmah tersendiri. Karena, ternyata shaum bukan hanya menahan dari segala sesuatu yang merugikan diri sendiri atau orang lain, melainkan merefleksikan diri untuk turut hidup berdampingan dengan orang lain secara harmonis, memusnahkan kecemburuan sosial serta melibatkan diri dengan sikap tepa selira dengan menjalin hidup dalam kebersamaan, serta melatih diri untuk selalu peka terhadap lingkungan.
Rahasia-rahasia tersebut ternyata ada pada kalimat terakhir yang teramat singkat pada ayat 183 surat Al-Baqarah tersebut di atas. Allah Azza wa Jalla mengakhiri ayat tersebut dengan “agar kalian bertakwa”. Syekh Musthafa Shodiq Al-Rafi’ie (w. 1356 H/1937 M) dalam bukunya wahy al-Qalam mentakwil kata “takwa” dengan ittiqa, yakni memproteksi diri dari segala bentuk nafsu kebinatangan yang menganggap perut besar sebagai agama, dan menjaga humanisme dan kodrati manusia dari perilaku layaknya binatang, karena pada aspek tertentu, manusia sama saja dengan binatang.
Dengan shaum, manusia dapat menghindari diri dari bentuk yang merugikan diri sendiri dan orang lain, sekarang atau nanti. Generasi kini atau esok. Dalam ibadah shaum, Islam memandang sama derajat manusia. Mereka yang memiliki dolar, atau yang mempunyai sedikit rupiah, atau orang yang tak memiliki sepeser pun, tetap merasakan hal yang sama: lapar dan haus.
Jika shalat mampu menghapus citra arogansi individual manusia diwajibkan bagi insan muslim, haji dapat mengikis perbedaan status sosial dan derajat umat manusia diwajibkan bagi yang mampu, maka shaum adalah kefakiran total insan bertakwa yang bertujuan mengetuk sensitifitas manusia dengan metode amaliah (praktis), bahwasanya kehidupan yang benar berada di balik kehidupan itu sendiri.
Dan kehidupan itu mencapai suatu tahap paripurna manakala manusia memiliki kesamaan rasa, atau manusia “turut merasakan” bersama, bukan sebaliknya. Manusia mencapai derajat kesempurnaan (insan kamil) tatkala turut merasakan sensitifitas satu rasa sakit, bukan turut berebut melampiaskan segala macam hawa nafsu. Dari sini shaum memiliki multifungsi.
Setidaknya ada tiga fungsi shaum: tazhib, ta’dib dan tadrib. Shaum adalah sarana untuk mengarahkan (tahzib), membentuk karakteristik jiwa seseorang (ta’dib), serta medium latihan untuk berupaya menjadi manusia yang kamil dan paripurna (tadrib), yang pada esensinya bermuara pada tujuan akhir shaum: takwa. Takwa dalam pengertian yang lebih umum adalah melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Takwa dan kesalehan sosial adalah dua wajah dari satu keping mata uang yang sama, mengintegral dan tak dapat dipisahkan.
Ada sejenis kaidah jiwa, bahwasanya “cinta” timbul dari rasa sakit. Di sinilah letak rahasia besar sosial dari hikmah shaum. Dengan jelas dan akurat, Islam melarang keras segala bentuk makanan, minuman, aktivitas seks, penyakit hati dan ucapan merasuki perut dan jiwa orang yang shaum.
Dari lapar dan dahaga, betapa kita dapat merasakan mereka yang berada di garis kemiskinan, manusia papa yang berada di kolong jembatan, atau kaum tunawisma yang kerap berselimutkan dingin di malam hari atau terbakar terik matahari di siang hari. Ini adalah suatu sistem, cara praktis melatih kasih sayang jiwa dan nurani manusia. Adakah cara yang paling efektif untuk melatih cinta?

Minggu, 23 Oktober 2011

KARAKTERISTIK ”SANG MASA”

 Tidak akan datang kiamat sehingga waktu semakin berdekatan (semakin singkat), setahun seperti sebulan, sebulan seperti sejum'at, sejum'at seperti sehari, sehari seperti sejam, dan sejam terasa hanya sekejap.
Begitulah tabiat waktu, ia berjalan sangat cepat, laksana berjalannya awan, berhembusnya angin. Manusia tanpa sadar dalam suka ria telah menempuh jalan menuju kepada kematianya. Apabila akhir umur adalah kematian maka sama saja berumur pendek atau panjang.
Waktu berlalu takkan terulang kembali, hari-hari akan musnah, saat-saatpun akan sirna dan detik demi detikpun berlalu. Dan ketika seorang mau menyadari sesuatu yang paling berharga dalam kehidupan adalah waktu, ia lebih berharga dari uang, emas, mutiara maupun batu permata.
Bahwa yang dimaksud dengan berdekatnya zaman ialah sedikitnya barakah pada zaman (kesempatan) itu. Pada waktu itu manusia merasakan kelezatan hidup, keamanan yang merata, dan keadilan yang menyeluruh. Karena manusia itu bila hidup dalam kesenangan, mereka merasa hanya sebentar, walaupun sebenarnya waktunya sudah lama. Dan sebaliknya mereka merasakan penderitaan dan kesengsaraan itu lama sekali walaupun sebenarnya saat penderitaan dan kesengsaraan itu hanya sebentar.
Berdekatan atau hampir mirip kondisi masyarakat pada waktu itu karena sedikitnya kepeduliaan mereka terhadap agama. Sehingga, sudah tidak ada lagi orang yang menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar karena telah merajalelanya kefasikan dan eksisnya ahli kefasikan. Hal ini terjadi ketika manusia sudah tidak mau menuntut ilmu tentang agama dan ridha dengan kejahilan terhadap agama itu.
Sebab, keadaan sebagaimana dalam berilmu itu bertingkat-tingkat, tidak sama, sebagaimana firman Allah: ”Dan di atas semua yang punya ilmu itu ada lagi Yang Maha Mengetahui". (QS. Yusuf: 76). Sedang tingkat manusia dalam kejahilan itu setara. Yakni bila semua mereka itu bodoh maka peringkat mereka sama saja. Bahwa yang dimaksud ialah hubungan antar manusia pada zaman itu terasa begitu dekat karena canggihnya alat-alat transportasi, baik lewat darat, udara (maupun laut) yang demikian cepat sehingga jarak yang jauh terasa begitu dekat
Pada kenyataannya, barakah pada waktu (masa), rizki, dan tanaman itu hanya diperoleh dengan iman yang kuat, mengikuti perintah Allah, dan menjauhi larangan-Nya. Wallahu a’lam (aan)

BERSIHKAN JIWAMU

Ma'asyiral muslimin, jama’ah Shalat jum’ah Rahimakumullah
Segala puji hanyalah milik Allah Ta’ala yang telah menciptakan manusia. Shalawat dan salam kita curahkan kepada junjungan kita, Rasulullah SAW, keluarga, sahabat-sahabatnya, dan orang-orang yang berjalan di atas tuntunannya.
Kemudian tidak lupa kami wasiatkan kepada diri kami pribadi dan kepada jama’ah sekalian, marilah kita senantiasa meningkatkan iman dan taqwa kita, karena keimanan dan ketaqwaan merupakan sebaik-baik bekal menuju akhirat nanti.

Ma'asyiral muslimin, jama’ah Shalat jum’ah Rahimakumullah
Rasulullah SAW bersabda dalam suatu hadits :

"Ada 3 hal, siapa saja yang melakukan tiga hal itu, maka dia akan merasakan nikmatnya kehidupan beriman; (1) Beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla dengan mengikrarkan bahwa "Tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Dia (Allah)", (2) Menunaikan zakat hartanya yang baik menurut ukuran dirinya setiap tahun, dia tidak memberikan yang tua sekali, tidak yang kotor dan tidak yang sakit, tetapi yang (dia berikan adalah) hartanya yang sedang-sedang saja, karena Allah tidak meminta harta kalian yang terbaik dan juga tidak memerintakan agar kalian (mengeluarkan) yang jelek, (3) Menyucikan dirinya. Kemudian ada seseorang bertanya, "Apa tazkiyatun nufus (menyucikan diri) itu?" Dijawab oleh beliau, "Hendaklah dia mengetahui (menyadari) bahwa Allah bersamanya di mana pun dia berada". (HR. ath-Thabrani & al-Baihaqi dishahihkan oleh Syaikh al-Albany)
Rasulullah SAW menyebutkan dalam hadits di atas bahwa salah satu dari tiga hal yang mengantarkan seseorang mencapai gerbang kenikmatan hidup dalam naungan iman adalah dengan melakukan tazkiyatun nufus.

Ma'asyiral muslimin, jama’ah Shalat jum’ah Rahimakumullah
Tentang urgensi tazkiyatun nufus ini tidak dapat disangkal dan diragukan lagi. Sebab kesuksesan dan kebahagiaan seseorang di dunia maupun di akhirat tergantung pada "kesucian jiwanya", sebagaimana firman Allah Ta’ala, "
(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (QS. As-Syu'arâ': 88-89).
Bahkan tugas terpenting yang Allah bebankan di atas pundak Nabi Muhammad SAW adalah menyucikan jiwa ummatnya. Bisa kita lihat penjelasan al-Qur'an berkenaan dengan hal itu dalam surat al-Jumu'ah,
"Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang (tugasnya adalah) membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menuyucikan mereka dan mengajarkan mereka Al-Kitab (Al-Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah), dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata". (QS. Al-Jumu'ah: 2)
 

SITUA OJAK HUTAGAOL


Menemukan Kebenaran dalam Islam

ISLAM adalah agama hakiki yang dapat dikaji dan didiskusikan. Islam juga tak berseberangan dengan alam rasional sehingga kebenaran dapat ditemukan dalam Islam. Nama saya sekarang H. Abdul Razak Hutagaol (43), tapi sebelum Islam saya dikenal dengan nama Situa Oak Hutagaol. Saya seorang aktivis Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) Tanjung Priok, Jakarta Utara. Saya menjadi muslim pada tanggal 16 September 1997 di Masjid Syuhada, Yogyakarta. Alhamdulillah, sebulan kemudian saya menunaikan ibadah umrah. Bahkan, setahun kemudian saya diberi kemudahan oleh Allah bisa menunaikan ibadah haji.
Keluarga kami sangat taat beragama. Papi saya adalah seorang akhvis gereja sehingga saya dan seluruh keluarga selalu mempelajari agama. Teringat ketika masih kecil, papi sering menyuruh saya untuk datang ke gereja. Bahkan kalau tak mau, ia sering memarahi saya.
Proses awal saya masuk Islam, melalui pengkajian pendalaman terhadap Alkitab (Bibel) yang saya bandingkan dengan kitab suci Al-Qur'an. Temyata Al-Qur'an lebih konsisten, baik dalam redaksi maupun ajarannya.
Saya, ketika itu, begitu bangga menjadi umat kristiani. Bahkan, saya sering mengejek umat Islam dengan kata-kata kotor. Bagi saya waktu itu, Islam tak lebih sebagai agamanya orang-orang miskin yang kotor dan menjijikkan. Tapi, setelah saya mengenal Islam lebih jauh dan mulai bersahabat dengan orang Islam, baru saya mengerti bahwa Islam adalah agama yang suci.
Saya juga teringat pada awal masuk Islam, ada kejadian aneh yang saya alami -- mungkin sebagian orang tidak percaya. Ceritanya terjadi ketika saya sedang mengalami kesulitan ekonomi. Ada suara aneh dan sangat kasar menyuruh saya untuk membaca Al-Qur'an dan melakukan shalat. Perintah ini jelas sekali terdengar sampai tiga kali berturut-turut.

Jumat, 05 Agustus 2011

Silahkan kunjungi Buku Tamu dan YM kami


Kepada pada pengunjung situs www.addakwah.com... 
- Semoga Allah melimpahkan rahmatnya kepada kita semua -
Alhamdulillah, sekarang redaksi telah memasang guestbook/buku tamu dan ym untuk menjalin komunikasi dengan para pembaca. Saran dan kritik dari pengunjung sekalian sangat kami harapkan sebagai sarana perbaikan; baik tampilan maupun isi sehingga addakwah.com menjadi bacaan kesayangan kita bersama... 
Redaksi juga menerima konsultasi keislaman, tentunya bisa direct selama status admin online, bisa juga via email jika sang admin sedang tidak online... Selamat mencoba

Rabu, 03 Agustus 2011

Apa Kamu Gila Artis?

Oleh Burhan Sodiq 
(Direktur Penerbit Gazzamedia)

Beberapa orang berdiri di panggung. Mereka menyanyikan lagu dan bergaya dengan caranya sendiri. Sementara di depannya lautan anak muda, lelaki dan perempuan larut dalam nyanyian. Para remaja ini mengelu-elukan grup band kesayangan dan bahkan tergila gila olehnya. Mereka ikut menari, bergoyang dan berpakaian persis seperti idolanya. Alih alih berhenti dari kekagumannya, mereka malah semakin menjadi jadi.
Sebut saja demam artis Justin Bieber hari ini. Jauh sebelum konsernya digelar di Jakarta, para anak ABG sudah antre beli karcis yang harganya ratusan ribu rupiah itu. Mereka bela-belain membelinya hanya untuk pengen berjumpa dengan penyanyi remaja itu. Bahkan ada seorang remaja putri yang ditanya, “Kalau ketemu Justin apa yang ingin kamu lakukan?” “Saya ingin memeluknya…” Menyedihkan sekali...
Apakah gadis itu tidak tahu bahwa artis yang dia sanjung dan puja ternyata menderita penyakit. Sebuah situs berita selebriti menyebutkan bahwa Justin Bieber menderita insomnia parah dan berpikir ia telah gila. Namun Justin percaya hal itu menandakan bahwa dia adalah musisi yang baik. Bintang pop berusia 16 ini tidak dapat menahan diri dari memikirkan orang-orang terdekat yang dicintainya, karir, dan Tuhan, sebelum ia tidur di malam hari.
Tahukah kamu bahwa sebenarnya masing-masing kita ini menyimpan potensi kesepian. Kita adalah makhluk yang kesepian, takut dan resah. Sehingga manusia membutuhkan seseorang untuk berbagi dalam hidupnya. Hal inilah yang kemudian membuat manusia disebut sebagai makhluk sosial. Akhirnya dia butuh seorang panutan yang akan menjadi juru selamat yang mengemudikan kemana arah manusia ini akan terbentuk. Terdengar berlebihan memang, namun ini adalah fakta.
Hal ini bisa kita lihat di Indonesia, supremasi Iwan Fals dan Slank bisa dikatakan amat luar biasa. Bagaimana nama seorang Iwan Fals dapat menjamin suksesnya suatu acara. Sebagai indikatornya adalah puluhan ribu jumlah penonton, kemampuan menjaga  tetap lancarnya sebuah acara, dan kualitas musikalitas yang tidak perlu lagi dipertanyakan. Iwan Fals dengan lagu-lagu perlawanannya secara tidak sadar membentuk komunitas OI (Orang Indonesia) di Indonesia. Komunitas yang kemudian berkembang menjadi sebuah pergerakan melawan ketidakadilan di Indonesia. Begitu juga dengan Slank. Menjamurnya komunitas Slankers bisa dijadikan sebagai indikator bagaimana band ini mempengaruhi masyarakat dalam segala hal. Dengan sebuah slogan khas yang pasti kita semua tahu "Piss!".
Pada sebagian orang, fanatisme dan kecintaan terhadap sesuatu bisa berakibat sangat dramatis. Seorang penggemar yang sangat mencintai dan mengagungkan idolanya kemudian akan melakukan hal-hal yang kita anggap berlebihan, tidak biasa, bahkan bodoh. Contohnya adalah fanatisme terhadap Sid Vicius dari Sex Pistols. Jika diteliti, apa yang menarik dari seorang Sid Vicius? Dia seorang musisi payah, pemadat, perilaku buruk, musuh no 1 di Inggris pada tahun70-an, maling, biang onar, dan meninggal akibat over dosis. Hal-hal itulah yang justru dianggap luar biasa oleh para pengagumnya, perlawanan Sid terhadap nilai-nilai konservatif di Inggris pada saat itu, dianggap sebagai bentuk nilai kejujuran, pakaiannya kemudian dianggap sebuah mode tersendiri saat itu, yang dianggap sebagai ikon perlawanan terhadap kemunafikan.
            Seiring waktu berjalan, nilai-nilai moral dan kebudayaan kian terkikis. Hal ini terjadi akibat absennya tokoh panutan dalam membimbing menuju jalan yang benar, meski ada hal ini sering tidak sesuai dengan pemikiran masyarakat modern (yang kebanyakan adalah remaja). Dengan bahasa yang lebih sederhana, masyarakat membutuhkan ‘nabi’ dan ‘rasul baru’ untuk membimbing mereka menuju kepuasan dan ketenangan hidup. Maka efeknya meraka malah mengkultuskan dan memuja idolanya dengan sedemikaian rupa.
Seorang fans bisa menghabiskan sebagian besar hidupnya hanya untuk memuja idolanya, mereka kemudian mengelompok menjadi groupies. Mengikuti kemana pun langkah sang idola pergi, selalu berusaha mencari tahu kabar terbaru dari sang idola dan berusaha memiliki segala hal mengenai idolanya. Kebanyakan dari groupies ini memiliki masalah dalam kehidupan sosialnya, serta memiliki kesulitan untuk diterima oleh masyarakat sekitarnya.

KETIKA USIA TAK BISA DITUNDA

”Tidaklah aku menyesal melebihi penyesalanku terhadap suatu hari di mana matahari terbit di dalamnya dan berkurang umurku akan tetapi tidak bertambah amalanku/ kebaikan.” (Ibnu Mas’ud ra.)

Ada pepatah bilang waktu adalah uang, memang tidak sepenuhnya benar tapi juga tidak salah. Keduanya harus kita belanjakan dan kita atur sebaik mungkin. Jika uang bisa  dihimpun, disimpan bahkan dikembangkan, maka sebaliknya dengan waktu. Setiap detik dan menit yang berlalu menjadi hilang dan tidak akan pernah kembali, sekalipun ditebus dengan seluruh uang yang kita miliki.
    Setiap jengkal waktu yang kita miliki harus bisa dimaksimalkan penggunaannya, sedikit saja lengah ia akan membabat kesempatan yang kita miliki bak sebuah mata pedang yang tajam. Waktu ditentukan batasnya, demikian juga dengan usia manusia, maka ia tidak bisa didahulukan dan juga tidak bisa ditangguhkan. Nilai waktu terletak pada bagaimana cara menggunakannya. Masing-masing dari kita berkewajiban menjaga dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin, jangan sampai mengabaikannya, baik yang sesaat maupun yang lama.
Termasuk salah satu tanda hamba yang dibenci Allah adalah dia menyia-nyiakan waktu. Dan para ulama sangat bersungguh-sungguh untuk tidak melewatkan satu hari atau sebagian hari tanpa membekali diri mereka dari hari itu dengan ilmu yang bermanfaat atau amalan shalih, supaya tidak berlalu (habis) umur mereka dengan sia-sia dan terbuang dengan percuma.

Jumat, 29 Juli 2011

Tayangan Perusak Iman

Berhati-hatilah saat menonton sebuah tayangan, meskipun yang bernuansa religius. Tidak semua tayangan religius itu pasti baik. Kadangkala madharat atau bahaya yang ada di dalamnya justru lebih banyak dari tayangan biasa. Seperti saat ini misalnya, kaum pluralis tengah getol mengusung ide-ide pluralisme melalui film atau tayangan bernuansa religi. Sebuah film mereka poles sedemikian rupa agar terkesan religius, tapi sesungguhnya di dalamnya diajarkan paham pluralisme yang menyesatkan.
Seperti kita tahu, pluralisme adalah paham yang getol menyuarakan toleransi antar umat beragama dan penghormatan terhadap keberagaman kepercayaan. Sayangnya keberagaman dan toleransi yang diajarkan paham pluralisme adalah toleransi yang kebabalasan. Semangat untuk bertoleransi melebihi batas hingga menyentuh urusan keyakinan. Saking tolerannya, paham ini sampai menganggap bahwa semua agama benar. Semua agama menuju tuhan yang satu, meski cara menyembahnya berbeda-beda. Jadi bukan masalah jika ada yang berpindah-pindah agama, atau tetap memilih satu agama dengan meyakini bahwa agama orang lain juga benar.
 

Media Dakwah Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha