Kamis, 21 April 2011

ILMU, PELITA DALAM KELUARGA

Sepasang suami istri yang telah dikaruniai anak, bahkan cucu bisa saja tidak tahu menahu ketika ditanya tentang mandi jenabat, bacaan shalat, bacaan Al-Qur’an, tajwid, dll; hal-hal yang semestinya tidak luput dari pengetahuan mereka. Masih banyak perkara mendasar lain yang apabila ditanyakan kepada mereka, jawabannya idem, “tidak tahu”.

Ini kondisi yang memprihatinkan bukan??... Lebih menyedihkan lagi, jika mereka tidak memiliki keinginan dan usaha untuk mencari dan mengetahui ilmu yang mereka butuhkan.

Demikianlah potret keluarga miskin ilmu... Lalu, apa yang akan mereka wariskan untuk anak dan cucu mereka? Sementara orang semulia Rasulullah saw, pun tidak mewariskan kecuali ilmu. Karena itulah beliau mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, sebagaimana sabdanya:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
 “ Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” [HR. Ibnu Majah, Al Baihaqi dan Ibnu ‘Adi. Dishahihkan syaikh Al Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir no. 3913]

Keluarga Ideal, Kaya Ilmu
Suami istri ibarat nahkoda kapal dan wakilnya; sangat menentukan kemana arah kapal akan mereka laju. Kalau nahkodanya tidak piawai dan miskin pengetahuan, sulit untuk berhasil menghadapi cuaca ekstrim dan gulungan ombak, lalu bagaimana ia akan sampai ke tempat tujuan?

Mari kita menengok lebih dekat rumah tangga Rasulullah SAW, kesibukan apa yang selalu menghiasai keluarganya?
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Ahzab: 34

وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ahzab: 34)

Ayat di atas memotret suasana rumah tangga Rasul saw yang sangat akrab dengan bacaan Al-Qur’an dan Sunnah, dimana keduanya menjadi referensi pertama dan ilmu yang paling utama diburu oleh setiap hamba. Inilah yang diwariskan oleh Rasulullah saw, ketika beliau kembali keharibaan Allah Azza wa Jalla.

Suasana itu tidak hanya tampak dalam rumah tangga beliau saw, juga terlukis hingga pada keturunannya.. Lihatlah bagaimana tingginya motivasi mencari ilmu dari anak cucu beliau. Abdurrahman bin Ardak bercerita : Suatu ketika Ali bin Husain memasuki masjid. Ia meminta jalan kepada mereka yang hadir sehingga ia duduk di halaqohnya (majlis ilmu) Zaid bin Aslam. Melihat hal itu Nafi’ bin Jubair berkata : Semoga Allah mengampuni anda.! Anda adalah Sayyid (tuan) dari sekalian manusia. Anda bersusah-susah untuk menghadiri majlis hamba sahaya! Maka Ali bin Husain berkata : Ilmu itu dibutuhkan, didatangi dan dicari dimanapun ia berada.” (Siyar A’lamun Nubala, IV/388)

Bagaimana dengan rumah tangga kita?
Saatnya kita menciptakan suasana thalabul ilmi yang baik di tengah keluarga, agar tumbuh keluarga-keluarga muslim yang berkualitas, sebagaimana yang Rasulullah bangun di keluarganya, juga di kalangan para sahabatnya. Allah swt menjelaskan:

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ. - آل عمران / 164
“Sungguh Allah telah menganugerahkan kepada kaum mukminin ketika Allah mengutus pada mereka seorang rasul dari diri mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayatNya, membersihkan jiwa mereka dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Meskipun mereka sebelum itu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Ali-’Imran: 164)

Merencanakan pernikahan dengan bekal ilmu
Satu hal yang tidak boleh dilupakan bagi mereka yang hendak berumah tangga adalah menyiapkan ilmu. Memang, menikah bagi seorang muslim adalah upaya menyempurnakan dien (agama).. tetapi bukan hanya karena menikah lantas dien seseorang secara otomatis sempurna. Menikah hanya faktor pendukung, tetapi kesempurnaan itu lebih pada proses pengejawantahan tujuan-tujuan pernikahan...

Kondisi memprihatinkan kadang menimpa sebagian para aktivis pengajian... Sebagian ikhwan atau akhwat (baca: pemuda/pemudi) begitu giatnya mengikuti majlis-majlis ilmu, pengajian, dan kegiatan-kegiatan keislaman yang lain, itu saat mereka masih berstatus lajang. Namun, selepas menikah perjalanan hidup tidak selalu indah dan mudah. Tuntutan keluarga mulai antri, dari isi perut, isi rumah, ongkos berobat hingga anggaran menghadiri resepsi pernikahan, cukup mengikis isi dompet... Nah, mulailah jadwal majelis ta'lim dipangkas, lama-lama digundulin... dan selamat tinggal majlis ilmu.

Jangan sampai pernikahan menjadi sinyal saatnya ber’sayonara’ dengan majlis ilmu? Karena ilmu adalah salah satu kunci kebahagiaan sebuah keluarga. Idealnya, ketika menikah orang lebih giat mencari ilmu, karena ia berada dalam dunia yang baru, yang menuntut banyak pengetahuan dan ilmu syari yang memadai. Jadi, bagi mereka yang sudah berkeluarga, memiliki anak, bahkan cucu, rengkuhlah ilmu sebagai pelita menuju surga Allah Ta’ala. (hur)
 

Media Dakwah Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha