Selasa, 01 Februari 2011

SAATNYA SYUKUR DAN SABAR

Setiap musibah yang datang dari Allah SWT maka kita harus yakin dan bisa melewati musibah tersebut, namun tidak sedikit orang yang ketika menerima musibah dari Allah SWT dia tidak bersabar akan musibah tersebut. Maka langkah apa yang seharusnya dilakukan jika musibah itu telah menimpa?
  • Bersabar dan menerima takdir Alloh.
Alloh berfirman yang artinya, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’.” (Al Baqoroh: 155-156)
“Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (At-Taubah: 51)
  • Berfikir, mengapa musibah terjadi.
Alloh berfirman yang artinya, “Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” (Al An’am: 11)
  • Bertaubat dari dosa dan maksiat yang selama ini dilakukan.
Alloh berfirman yang artinya, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Al A’rof: 23)
  • Berbaik sangka dan tidak berputus asa terhadap rahmat Alloh.
Alloh berfirman yang artinya, “Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (Yusuf: 87)
Dari Ummu Salamah, “Tidak ada seorang muslim pun yang ditimpa suatu musibah lalu dia mengucapkan apa yang diperintahkan oleh Alloh; ‘inna lillahi wa inna ilaihi roji’un Allohumma ajirni fii mushibati wakhluf lii khoiron minha’, kecuali Alloh akan menggantikan dengan yang lebih baik darinya”. Maka ketika Abu Salamah wafat, aku bergumam, ‘Siapa seorang muslim yang lebih baik dari Abu Salamah? Sebuah keluarga yang pertama kali berhijrah kepada Rosululloh? Namun lalu aku mengucapkannya. Dan Alloh menggantikannya dengan Rosululloh’.” (HR. Muslim)

Perkara Yang Sungguh Sangat Menakjubkan
Lewat lisan Rosul-Nya Alah telah memuji orang-orang yang beriman. Semua keadaan yang di alaminya itu bernilai kebaikan. Semua keadaan itu dapat mengantarkannya pada sifat dan kedudukan terpuji di sisi Alloh Ta’ala. Yakni asalkan dapat bersikap dengan sikap yang sebagaimana mestinya pada keadaan-keadaan tersebut. Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sungguh menakjubkan semua keadaan orang-orang mukmin. Sesungguhnya semua urusan yang dimilikinya itu semuanya baik, dan tidaklah hal demikian itu dimiliki kecuali hanya oleh orang-orang mukmin saja. Jika dia mendapat kesenangan maka dia bersyukur, dan itu baik baginya; dan apabila mendapatkan kesusahan dia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR. Muslim)
Maka kalau kita perhatikan maka tidaklah seseorang itu keluar dari dua keadaan, yaitu yang menyenangkan dan yang menyusahkan. Di balik dua keadaan ini ternyata Alloh telah menyediakan pahala yang besar; yakni bila mendapati sesuatu yang menyusahkan maka bersabar, dan sebaliknya bila mendapati sesuatu yang menyenangkan dia akan bersyukur. Sehingga dalam kondisi apapun juga, seorang mukmin selalu mendapatkan kesempatan untuk menuai pahala.

Nasehat dari Ibnul Jauzi Rohimahulloh
Ibnul Jauzi berkata, “Orang yang ditimpa ujian dan hendak membebaskan diri darinya, hendaklah menganggap bahwa ujian itu lebih mudah dari apa yang mudah. Selanjutnya, hendaklah membayangkan pahala yang akan diterima dan menduga akan turunnya ujian yang lebih besar… Perlu diketahui, bahwa lamanya waktu ujian itu seperti tamu yang berkunjung. Untuk itu, penuhilah secepatnya apa yang ia butuhkan, agar ujian cepat berlalu dan akan datang kenikmatan, pujian serta kabar gembira kelak di hari pertemuan, melalui pujian sang tamu. Sikap yang seharusnya diambil oleh seorang mukmin di dalam menghadapi kesusahan adalah meniti setiap detik, mencermati apa yang telah terjadi di dalam jiwanya dan menguntit segala gerakan organ tubuh yang didasari oleh kekhawatiran kalau-kalau lisan salah mengucap atau dari hati keluar ketidakpuasan. Dengan sikap demikian, seolah-olah fajar imbalan telah menyingsing, malam ujian telah berlalu, sang pengembara pun melepaskan kegembiraan hatinya karena pekatnya malam telah sirna. Terbitlah mentari balasan dan sampailah si pengembara ke rumah keselamatan”. Wallahua’lam. [Ref: Tazkiyatun Nafs wa Tarbiyatuha Kama Yuqorriruhu Ulama’us Salaf]


DIKALA UJIAN DAN MUSIBAH MELANDA

Hakekat Kesabaran
Sabar, secara bahasa berarti mencegah atau menahan. Menurut syariat, sabar berarti menahan jiwa dari rasa keluh kesah, menahan lisan dari mengeluh, dan menahan anggota badan dari menampar-nampar pipi, merobek-robek pakaian atau pun ungkapan-ungkapan kesedihan lain.

Macam-Macam Kesabaran
Ditinjau dari obyeknya maka kesabaran itu terbagi menjadi tiga; Sabar dalam melaksanakan perintah-perintah Alloh, sabar dalam meninggalkan larangan-larangan Alloh dan sabar terhadap musibah-musibah yang ditakdirkan oleh Alloh Ta’ala.
Ditinjau dari sisi lain, sabar dibagi menjadi dua; Sabar ikhtiyari (dapat memilih) dan sabar idhthiroori (tidak ada pilihan lain). Jenis sabar terhadap perintah-perintah dan larangan-larangan Alloh adalah termasuk pada jenis sabar ikhtiyari, karena pelakunya dapat memilih dan mengusahakannya. Sedang sabar terhadap musibah adalah termasuk jenis sabar idhthiroori, karena pelakunya tidak memiliki pilihan selainnya. Yakni ketika mendapatkan musibah maka tidak ada pilihan lain bagi dia kecuali harus bersabar. Apabila tidak bersabar, maka dia justru mendapat dua keugian, yakni musibah itu sendiri dan tidak mendapatkan pahala dengan musibah tersebut. Sabar jenis pertama lebih utama daripada jenis sabar yang kedua. Itulah sebabnya sabarnya nabi Yusuf terhadap godaan istri tuannnya itu lebih utama dari pada sabarnya beliau ketika dibuang ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya.

Hakekat Ujian dan Musibah
Dengan menyadari hakekat sebenarnya dari ujian dan musibah, maka kita diharapkan memiliki cara pandang yang benar tentang ujian dan musibah. Sehingga hal itu dapat mengantarkan pada keyakinan dan sikap yang benar.
  • Meyakini bahwa semuanya datang dari Alloh.
Alloh berfirman yang artinya, “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Alloh.” (Al Hadid: 22)
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’.” (Al Baqoroh: 155-156)
Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Ketahuilah, sesungguhnya apabila umat ini seluruhnya berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu maka mereka tidak akan bisa memberi manfaat kecuali yang telah Alloh tetapkan untukmu. Dan apabila mereka berkumpul untuk menimpakan bahaya kepadamu, maka niscaya mereka tidak akan mampu menimpakan kemudhorotan itu kecuali apa yang telah Alloh tetapkan untukmu.” (HR. Tirmidzi)
Dengan meyakini bahwa semua itu adalah dari Alloh Azza wa Jalla semata maka seorang mukmin akan mengembalikan semua urusannya kembali kepada Alloh, disertai keyakinan bahwa di dalamnya pasti terkandung hikmah dan pelajaran. Seorang mukmin tidak akan menjadi stres dengan adanya musibah yang menimpa dia.
  • Disebakan karena dosa dan kesalahan kita sendiri.
Alloh berfirman yang artinya, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Al A’rof: 23)
“Dan Kami tidaklah menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. “ (Hud: 11)

  • Pelajaran atas banyaknya dosa dan maksiat yang kita lakukan.
Alloh berfirman yang artinya, “Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitarmu dan Kami telah mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya mereka kembali (bertaubat).” (Al ahqof: 27)
Ibnul Jauzi berkata, “Sebesar apa pun musibah yang datang menimpa, hal itu masih belum sebanding dengan dosa yang telah mereka kerjakan”.
  • Bukti kecintaan pada seorang hamba.
Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya besarnya pahala sebanding dengan besarnya ujian. Bila Alloh suka kepada suatu kaum maka mereka akan diuji. Jika mereka ridho maka Alloh ridho dan bila dia marah maka Alloh pun akan marah padanya.” (HR. Tirmidzi)
  • 5. Menghapus sebagian dosa orang mukmin.
Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Tidaklah musibah yang menimpa seorang muslim melainkan Alloh akan menghapus dosanya, sekalipun musibah itu hanya tertusuk duri.” (HR. Bukhori)
“Ujian akan terus datang kepada seorang mukmin atau mukminah mengenai jasadnya, hartanya, dan anaknya sehingga ia menghadap Alloh tanpa membawa dosa.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Sebagian salaf berkata, “Kalaulah bukan karena musibah yang menimpa pastilah kita memasuki negeri akhirat sebagai orang-orang yang pailit”.
  • 6. Ujian atas keimanan.
Alloh berfirman yang artinya, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Kapankah datang pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al Baqoroh: 214)

Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Diantara orang-orang sebelum kalian, ada yang digalikan sebuah lubang untuknya. Ia dimasukkan ke dalamnya, didatangkan sebuah gergaji lalu diletakkan di atas kepalanya dan ia pun dibelah menjadi dua. Ada juga yang disisir dengan sisir besi sampai mengelupas kulit dan dagingya. Tetapi semua itu tidak menghalangi mereka dari din mereka…” (HR. Bukhori)
Masya Alloh…!!! Lalu bagaimana dengan kita? Maka sungguh betapa lemahnya keimanan kita. []

Mari Beristighfar!

addakwah.com - Berbagai bencana masih sangat akrab dengan kita. Selain tsunami Mentawai dan letusan merapi, berbagai bencana masih mengancam. Banjir di berbagai tempat. Tanah longsor. Angin topan yang memporakporandakan berbagai perkampungan dan masih banyak lagi.
Bencana, satu sisi sebagai ujian. Dengan ujian tersebut Allah ingin meningkatkan derajat keimanan seseorang. Berbagai kerusakan di darat dan laut sebagai akibat perbuatan manusia. Berbagai bencana dan musibah untuk 'menjewer' kita agar kembali kepada-Nya.
Allah berfirman dalam surat Ar Rum; 41; " Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)". Juga dalam surat Asy Syura ayat 30, "“Dan apa-apa dari musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”.
Disisi lain, bencana sebagai adzab yang diturunkan Allah karena kemaksiatan yang kita lakukan. Adzab ini akan diberikan baik terhadap orang yang taat maupun bermaksiat. Hal ini sebagaimana ditegaskan Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Rasulullah bersabda; '“Jika timbul maksiat pada umatku, maka Allah akan menyebarkan adzab (siksa) kepada mereka. Aku (Umu Salamah) berkata: “Wahai Rasulullah, apakah tidak ada pada waktu itu orang-orang shalih?” Beliau menjawab: ”ada”. Aku bertanya lagi: “Apa yang akan Allah perbuat kepada mereka?” Jawab beliau: “Allah akan menimpakan kepada mereka adzab sebagaimana yang ditimpakan kepada orang-orang yang melakukan maksiat, kemudian mereka akan mendapat ampunan dan keridhoan dari Robbnya.”
Lalu apa yang harus kita lakukan dengan banyaknya musibah dan bencana.
  1.  Beristighfar dengan memohon ampun kepada Allah agar dijauhkan dari berabagai bencana dan musibah. 
  2. Bermuhasabah. Introspeksi terhadap apa yang telah kita lakukan sehingga mendatangkan kemurkaan Allah. Bukan justru melakukan berbagai bentuk kemusyrikan, seperti sedekah bumi, ruwatan dan mempercayai berbagai mitos dan kurafat yang mengiringi bencana tersebut.
  3. Menjadikan pelajaran terhadap setiap musibah dan bencana. Jika tidak, justru kita akan menjadi pelajaran baik kamu setelahnya.
Sebagai orang yang beriman, kita berkewajiban untuk menolong saudara-saudara kita yang terkena bencana. Baik dengan pertolongan jasmani untuk penghidupan mereka, maupun pertolongan rohani dengan mengingatkan dan menyadarkan agar musibah tersebut menjadi pelajaran agar semakin dekat kepada Allah. [mulyanto]
 

Media Dakwah Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha