Setiap musibah yang datang dari Allah SWT maka kita harus yakin dan bisa melewati musibah tersebut, namun tidak sedikit orang yang ketika menerima musibah dari Allah SWT dia tidak bersabar akan musibah tersebut. Maka langkah apa yang seharusnya dilakukan jika musibah itu telah menimpa?
- Bersabar dan menerima takdir Alloh.
Alloh berfirman yang artinya, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’.” (Al Baqoroh: 155-156)
“Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (At-Taubah: 51)
- Berfikir, mengapa musibah terjadi.
Alloh berfirman yang artinya, “Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” (Al An’am: 11)
- Bertaubat dari dosa dan maksiat yang selama ini dilakukan.
Alloh berfirman yang artinya, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Al A’rof: 23)
- Berbaik sangka dan tidak berputus asa terhadap rahmat Alloh.
Alloh berfirman yang artinya, “Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (Yusuf: 87)
Dari Ummu Salamah, “Tidak ada seorang muslim pun yang ditimpa suatu musibah lalu dia mengucapkan apa yang diperintahkan oleh Alloh; ‘inna lillahi wa inna ilaihi roji’un Allohumma ajirni fii mushibati wakhluf lii khoiron minha’, kecuali Alloh akan menggantikan dengan yang lebih baik darinya”. Maka ketika Abu Salamah wafat, aku bergumam, ‘Siapa seorang muslim yang lebih baik dari Abu Salamah? Sebuah keluarga yang pertama kali berhijrah kepada Rosululloh? Namun lalu aku mengucapkannya. Dan Alloh menggantikannya dengan Rosululloh’.” (HR. Muslim)
Perkara Yang Sungguh Sangat Menakjubkan
Lewat lisan Rosul-Nya Alah telah memuji orang-orang yang beriman. Semua keadaan yang di alaminya itu bernilai kebaikan. Semua keadaan itu dapat mengantarkannya pada sifat dan kedudukan terpuji di sisi Alloh Ta’ala. Yakni asalkan dapat bersikap dengan sikap yang sebagaimana mestinya pada keadaan-keadaan tersebut. Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sungguh menakjubkan semua keadaan orang-orang mukmin. Sesungguhnya semua urusan yang dimilikinya itu semuanya baik, dan tidaklah hal demikian itu dimiliki kecuali hanya oleh orang-orang mukmin saja. Jika dia mendapat kesenangan maka dia bersyukur, dan itu baik baginya; dan apabila mendapatkan kesusahan dia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR. Muslim)
Maka kalau kita perhatikan maka tidaklah seseorang itu keluar dari dua keadaan, yaitu yang menyenangkan dan yang menyusahkan. Di balik dua keadaan ini ternyata Alloh telah menyediakan pahala yang besar; yakni bila mendapati sesuatu yang menyusahkan maka bersabar, dan sebaliknya bila mendapati sesuatu yang menyenangkan dia akan bersyukur. Sehingga dalam kondisi apapun juga, seorang mukmin selalu mendapatkan kesempatan untuk menuai pahala.
Nasehat dari Ibnul Jauzi Rohimahulloh
Ibnul Jauzi berkata, “Orang yang ditimpa ujian dan hendak membebaskan diri darinya, hendaklah menganggap bahwa ujian itu lebih mudah dari apa yang mudah. Selanjutnya, hendaklah membayangkan pahala yang akan diterima dan menduga akan turunnya ujian yang lebih besar… Perlu diketahui, bahwa lamanya waktu ujian itu seperti tamu yang berkunjung. Untuk itu, penuhilah secepatnya apa yang ia butuhkan, agar ujian cepat berlalu dan akan datang kenikmatan, pujian serta kabar gembira kelak di hari pertemuan, melalui pujian sang tamu. Sikap yang seharusnya diambil oleh seorang mukmin di dalam menghadapi kesusahan adalah meniti setiap detik, mencermati apa yang telah terjadi di dalam jiwanya dan menguntit segala gerakan organ tubuh yang didasari oleh kekhawatiran kalau-kalau lisan salah mengucap atau dari hati keluar ketidakpuasan. Dengan sikap demikian, seolah-olah fajar imbalan telah menyingsing, malam ujian telah berlalu, sang pengembara pun melepaskan kegembiraan hatinya karena pekatnya malam telah sirna. Terbitlah mentari balasan dan sampailah si pengembara ke rumah keselamatan”. Wallahua’lam. [Ref: Tazkiyatun Nafs wa Tarbiyatuha Kama Yuqorriruhu Ulama’us Salaf]