Kamis, 23 Juni 2011

CINTA KASIH SEORANG AYAH

Ayah adalah sosok yang kuat, tegas, berwibawa, dan berani. ltulah yang digambarkan seorang anak manakala ia ditanya mengenai sosok ayahnya. Kedekatan anak dengan orang tua, baik ayah atau ibu menjadikan pandangan anak terhadap ayah dan ibupun akan berbeda. Mengapa ada perbedaan? Jawabnya adalah karena seringnya bertemu, dan cara kedekatan ayah dan ibu pada anak yang berbeda.
Cinta seorang ayah kepada anak bukanlah suatu hal dapat dengan mudah berkurang atau bahkan hilang. Cinta ayah kepada anak bagaikan bara dalam api. Tidak tampak, namun tidak pernah padam. Selalu memberi kehangatan. Bahkan akan berusaha membara kembali dengan semakin bertambahnya sekam.
Namun cinta yang terpendam dalam sekam, seringkali tidak mudah ditangkap oleh anak-anak yang merindukan belaian, atau anak yang mempunyai jumlah pertemuan yang sangat sedikit dengan ayahnya. Sosok yang pendiam, galak, dan terlalu disiplin serta predikat sangar lainnya akan diberikan anak yang jarang mendapat belaian dari ayahnya.
Begitu juga bagi remaja yang sedang masuk dalam permasalahan pubertas, namun kurang mendapat respon dan ayahnya, akan mencari sosok yang bisa mengayominya. Namun demikian, sebetulnya remaja sangat mendambakan kehadiran ayahnya meskipun predikat sangar masih dalam bayangannya. Hal ini dikarenakan ia sedang menunggu seorang “guru” dalam kehidupan sosialnya. Bagaimana dengan kita?

Luangkan Waktu Spesial
Sebagai ayah, hendaknya mengetahui perkembangan dan kebutuhan anak akan kedekatan orang tuanya. Sempatkan waktu dalam sehari meski hanya sesaat, spesial untuk anak-anak kita. Kedekatan tidak harus bergandengan tangan, tidak harus bercengkrama setiap saat. Namun pada keadaan tertentu bercengkrama dan bergandengan tangan merupakan hal yang dirindukan.
Adapun kunci yang dapat memberi kualitas kedekatan ayah pada anaknya meskipun sebentar antara lain:
- Usahakan berpamitan kepada anak saat kita akan berangkat bekerja dengan mencium mereka. Atau jika ayah berangkat lebih siang dari anak-anak, hantarkan mereka pergi sekolah meski hanya sampai depan pintu rumah.
- Doakan anak-anak kita, baik di depan mereka maupun disaat kita sendiri.
- Tanyakan kabar anak-anak kita sepulang sekolah.  
- Jika anak kita sudah remaja, lakukan setiap hari. Apa kabarnya dan bagaimana shalat mereka hari ini?
- Ciumlah anak-anak kita sesering mungkin.
- Bercerita sepulang dari shalat berjamaah di masjid.
Masih banyak lagi kunci kedekatan ayah dengan anak. Apabila yang tertulis di atas dapat dilakukan semuanya insya Allah akan besar manfaatnya bagi keluarga kita. Namun apabila kita tidak mampu melakukan semuanya, lakukanlah salah satu dari yang tertulis di atas dan jadikan kebiasaaan. Insya Allah akan tertanam di dalam benak anak kita suatu kedekatan nyata yang akan memunculkan kerinduan hingga anak kita tumbuh besar bahkan hingga dewasa.

Kasih Sayang Sepanjang Masa
Ibu mempunyai peran penting dalam menanamkan kecintaan anak kepada ayahnya. Sejak bangun tidur hingga sebelum tidur lagi, cinta ibu kepada ayah akan memberikan gambaran betapa keharmonisan di dalam rumah tangga dapat diikuti oleh anak-anaknya. Ketaatan ibu kepada ayah menjadi panutan anak untuk hormat dan patuh kepada ayah. Cinta adalah rasa, rasa diciptakan dengan sentuhan hati dan sentuhan verbal. Kerjasama ayah dan ibu dalam membagi kasih sayang dalam bentuk ucapan dan tindakan pada saat di rumah juga merupakan bagian dan cara untuk menyeimbangkan kedekatan anak dengan orang tuanya. Memberikan gambaran ayah yang kuat, sayang dan suka menolong akan mengurangi gambaran ayah yang sangar tersebut.
Ibu juga mempunyai kunci yang dapat memberikan kualitas kedekatan anak pada ayah:
- Ajak anak bersalaman pada saat ayah berangkat kerja atau berpamitan sekolah
- Mengajak berdo’a untuk ayah yang sedang bekerja mencari nafkah untuk keluarga.
- Sampaikan kepada anak bahwa tugas dan peran ayah di luar (kerja) adalah perintah Allah dalam menafkahi keluarga, bukan kepentingan sendiri.
- Menceritakan kebaikan ayah pada anak kita saat masih kecil (bayi) pada saat ibu berdua dengan anak (tanpa kehadiran ayah).
- Mengajak anak menyongsong kedatangan ayah dari bepergian/ kerja. Menunggu di depan rumah dengan air minum yang disiapkan untuk ayah. Setelah ayah datang ajak bersalaman dan mencium ayahnya.
Masih banyak lagi yang dapat kita ciptakan dan lakukan, namun apabila tidak dapat dilakukan semuanya, lakukanlah satu hal yang dapat menanamkan kedekatan anak dengan ayah dengan istiqomah. Wallahu a’lam. [nur aini]

HANGATNYA CINTA SEORANG AYAH

Ayah adalah sosok yang kuat, tegas, berwibawa, dan berani. ltulah yang digambarkan seorang anak manakala ia ditanya mengenai sosok ayahnya. Kedekatan anak dengan orang tua, baik ayah atau ibu menjadikan pandangan anak terhadap ayah dan ibupun akan berbeda. Mengapa ada perbedaan? Jawabnya adalah karena seringnya bertemu, dan cara kedekatan ayah dan ibu pada anak yang berbeda.
Cinta seorang ayah kepada anak bukanlah suatu hal dapat dengan mudah berkurang atau bahkan hilang. Cinta ayah kepada anak bagaikan bara dalam api. Tidak tampak, namun tidak pernah padam. Selalu memberi kehangatan. Bahkan akan berusaha membara kembali dengan semakin bertambahnya sekam.
Namun cinta yang terpendam dalam sekam, seringkali tidak mudah ditangkap oleh anak-anak yang merindukan belaian, atau anak yang mempunyai jumlah pertemuan yang sangat sedikit dengan ayahnya. Sosok yang pendiam, galak, dan terlalu disiplin serta predikat “strong” lainnya akan diberikan anak yang jarang mendapat belaian dari ayahnya.
Begitu juga bagi remaja yang sedang masuk dalam permasalahan pubertas, namun kurang mendapat respon dan ayahnya, akan mencari sosok yang bisa mengayominya. Namun demikian, sebetulnya remaja sangat mendambakan kehadiran ayahnya meskipun image “strong” masih dalam bayangannya. Hal ini dikarenakan ia sedang menunggu seorang “guru” dalam kehidupan sosialnya. Bagaimana dengan kita?

Luangkan Waktu Spesial
Sebagai ayah, hendaknya mengetahui perkembangan dan kebutuhan anak akan kedekatan orang tuanya. Sempatkan waktu dalam sehari meski hanya sesaat, spesial untuk anak-anak kita. Kedekatan tidak harus bergandengan tangan, tidak harus bercengkrama setiap saat. Namun pada keadaan tertentu bercengkrama dan bergandengan tangan merupakan hal yang dirindukan.
Adapun kunci yang dapat memberi kualitas kedekatan ayah pada anaknya meskipun sebentar antara lain:
- Usahakan berpamitan kepada anak saat kita akan berangkat bekerja dengan mencium mereka. Atau jika ayah berangkat lebih siang dari anak-anak, hantarkan mereka pergi sekolah meski hanya sampai depan pintu rumah.
- Doakan anak-anak kita, baik di depan mereka maupun disaat kita sendiri.
- Tanyakan kabar anak-anak kita sepulang sekolah.
- Jika anak kita sudah remaja, lakukan setiap hari. Apa kabarnya dan bagaimana sholat mereka hari
inii?
- Ciumlah anak-anak kita sesering mungkin.
- Bercerita sepulang dari shalat berjamaah di masjid.
Masih banyak lagi kunci kedekatan ayah dengan anak. Apabila yang tertulis di atas dapat dilakukan semuanya insya Allah akan besar manfaatnya bagi keluarga kita. Namun apabila kita tidak mampu melakukan semuanya, lakukanlah salah satu dari yang tertulis di atas dan jadikan kebiasaaan. Insya Allah akan tertanam di dalam benak anak kita suatu kedekatan nyata yang akan memunculkan kerinduan hingga anak kita tumbuh besar bahkan hingga dewasa.

Kasih Sayang Sepanjang Masa
Ibu mempunyai peran penting dalam menanamkan kecintaan anak kepada ayahnya. Sejak bangun tidur hingga sebelum tidur lagi, cinta ibu kepada ayah akan memberikan gambaran betapa keharmonisan di dalam rumah tangga dapat diikuti oleh anak-anaknya. Ketaatan ibu kepada ayah menjadi panutan anak untuk hormat dan patuh kepada ayah. Cinta adalah rasa, rasa diciptakan dengan sentuhan hati dan sentuhan verbal. Kerjasama ayah dan ibu dalam membagi kasih sayang dalam bentuk verbal dan non-verbal pada saat di rumah juga merupakan bagian dan cara untuk menyeimbangkan kedekatan anak dengan orang tuanya. Memberikan gambaran ayah yang kuat, sayang dan suka menolong akan mengurangi gambaran ayah yang “strong” tersebut.
Ibu juga mempunyai kunci yang dapat memberikan kualitas kedekatan anak pada ayah:
-  Ajak anak bersalaman pada saat ayah berangkat kerja atau berpamitan sekolah
-  Mengajak berdo’a untuk ayah yang sedang bekerja mencari nafkah untuk keluarga. - ---- Sampaikan kepada anak bahwa tugas dan peran ayah di luar (kerja) adalah perintah Allah dalam menafkahi keluarga, bukan kepentingan sendiri.
-  Menceritakan kebaikan ayah pada anak kita saat masih kecil (bayi) pada saat ibu berdua dengan anak (tanpa kehadiran ayah).
-  Mengajak anak menyongsong kedatangan ayah dari bepergian/ kerja. Menunggu di depan rumah dengan air minum yang disiapkan untuk ayah. Setelah ayah datang ajak bersalaman dan mencium ayahnya.
Masih banyak lagi yang dapat kita ciptakan dan lakukan, namun apabila tidak dapat dilakukan semuanya, lakukanlah satu hal yang dapat menanamkan kedekatan anak dengan ayah dengan istiqomah. Wallahu a’lam. [nur ‘aini]

Rabu, 22 Juni 2011

AKIBAT BERBUAT MAKSIAT

Jama’ah shalat jum’ah yang dimuliakan Allah Ta’ala

Allahamdulillah segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita seorang mukmin yang senantiasa berusaha untuk melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan Dia lah yang telah memberikan pada kita nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga kita ditaqdirkan dapat melaksanakan shalat jum’ah di masjid ini.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi junjungan, nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa ummat ini dari jaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang dengan cahaya Islam.

Jama’ah shalat jum’ah yang dimuliakan Allah Ta’ala

Sesungguhnya musibah-musibah yang menimpa kaum muslimin saat ini berupa penderitaaan, kesulitan dan kesempitan baik pada harta maupun keamana, baik yang menyangkut pribadi ataupun sosial, sesungguhnya disebabkan oleh maksiat-maksiat yang mereka lakukan. Sikap mereka yang meninggalkan perintah-perintah Allah, Allah yang paling sayang terhadap mereka daripada kasih sayang ibu-ibu dan bapak-bapak mereka. Dan yang paling mengetahui kemaslahatan dan kebaikan bagi mereka daripada diri mereka sendiri. Allah berfirman,

مَاكَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤْتِيَهُ اللهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِّي مِن دُونِ اللهِ وَلَكِن كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ

"Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi." (QS. An Nisa’: 79)

Jama’ah shalat jum’ah yang dimuliakan Allah Ta’ala

Sesungguhnya kebanyakan orang-orang sekarang mengembalikan sebab musibah-musibah yang mereka alami, baik musibah yang menyangkut harta atau yang menyangkut keamanan dan politik mereka mengembalikan sebab-sebab musibah-musibah ini hanya kepada sebab-sebab alami, materi, atau kepada sebab pergolakan politik, atau sebab perekonomian, atau kepada sebab perselisihan tentang daerah perbatasan antara dua Negara.

Tidak disangsikan lagi, hal ini disebabkan kurangnya pemahaman mereka dan lemahnya iman mereka dan kelalaian mereka dari mentadabburi Al-Qur’an dan sunnah-sunnah Rasulullah SAW.

Jama’ah shalat jum’ah yang dimuliakan Allah Ta’ala

Islam selalu mengajarkan kebaikan kepada pengikutnya. Demikian pula Islam melarang pemeluknya untuk berbuat dosa dan kemaksiatan. Tidaklah Islam memerintahkan serta melarang sesuatu kecuali ada hikmah dibalik semua itu.

Setiap orang yang melanggar aturann yang telah ditetapkan Allah, pasti pelakunya akan mendapat kesengsaraan di dunia dan akhirat. Ia akan menjadi titik hitam yang sulit dibersihkan jika tidak bertaubat dan dibarengi dengan perbuatan yang baik. Rasulullah SAW bersabda :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ : « إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِى قَلْبِهِ فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ فَإِنْ زَادَ زَادَتْ فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَهُ اللَّهُ فِى كِتَابِهِ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ(

“Seorang mukmin jika berbuat satu dosa, maka ternodalah hatinya dengan senoktah warna hitam. Jika dia bertobat dan beristighfar, hatinya akan kembali putih bersih. Jika ditambah dengan dosa lain, noktah itu pun bertambah hingga menutupi hatinya. Itulah karat yang disebut-sebut Allah dalam ayat,“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka." (HR Tarmidzi)

Jama’ah shalat jum’ah yang dimuliakan Allah Ta’ala

Ada seorang ulama’ Ibnul Qoyyim al Jauziyah menjelaskan akibat berbuat maksiat pada Allah Ta’ala. Diantara akibat tersebut adalah :

1. Maksiat Menghalangi Ilmu Pengetahuan

Ilmu adalah cahaya yang dipancarkan ke dalam hati. Namun, kemaksiatan dalam hati dapat menghalangi dan memadamkan cahaya tersebut. Ketika Imam Malik melihat kecerdasan dan daya hafal Imam Syafi'i yang luar biasa, beliau (Imam Malik) berkata,

"Aku melihat Allah telah menyiratkan dan memberikan cahaya di hatimu, wahai anakku. Janganlah engkau padamkan cahaya itu dengan maksiat. "

Ketahuilah bahwa Islam ini adalah cahaya. Ia akan menerangi jalan menuju jannah-Nya Allah Ta’ala. Dan ketahuilah bahwa cahaya islam ini tidak akan masuk kedalam hati kita jika kemaksiatan masih menghiasi kehidupan kita.

Banyaknya pengajian yang kita hadiri, ceramah-ceramah dari pada da’i dan khotib yang kita dengarkan, akan tetapi banyak yang sulit untuk diserap dalam pikiran kita. Mungkin penyebabnya adalah maksiat.

Bagaimana tidak, telinga kita masih mendengarkan perkataan-perkataan yang kotor. Mata kita masih menonton tayangan-tayangan yang seronok. Serta anggota badan kita masih banyak melakukan dosa-dosa sehingga Allah belum memberikan ilmunya pada kita.

2. Maksiat Menghalangi Rizki

Jika ketakwaan adalah penyebab datangnya rizki. Maka meninggalkan ketakwaan berarti menimbulkan kefakiran.

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ
"Dari Tsauban berkata, bersabda Rasulullah sallallahu alaihiwasallam : Sesungguhnya seorang hamba dicegah dari rezeki akibat dosa yang diperbuatnya" (HR. Ahmad)

Kita harus yakin bahwa takwa adalah penyebab yang akan mendatangkan rizki dan memudahkannya dan tidaklah mudah mendapatkan rizki Allah kecuali kita tinggalkan kemaksiatan dan janganlah kita penuhi jiwa kita hal-hal yang berbau maksiat.

Kita juga harus membersihkan rizki kita dari barang-barang yang haram dan syubhat. Jauhkan dari riba, menipu, serta transaksi-transaksi yang dilarang dalam islam. Dan ingatlah bahwa satu suap yang didapat dari barang haram bisa menjadikan diri kita terjerumus kedalam neraka. Rasulullah SAW bersabda:

كُلُّ جَسَدٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
Setiap jasad yang tumbuh dari barang haram, maka neraka lebih pantas baginya. (HR. Thabrani dan dishahihkan oleh Al Bani)

3. Maksiat Menimbulkan Jarak Dengan Allah
Diriwayatkan ada seorang laki-laki yang mengeluh kepada seorang arif tentang kesunyian jiwanya. Sang arif berpesan, "Jika kegersangan hatimu akibat dosa-dosa, maka tinggalkanlah (perbuatan dosa itu). Dalam hati kita, tak ada perkara yang lebih pahit daripada kegersangan dosa diatas dosa."

4. Maksiat Menjauhkan Pelakunya dengan Orang baik

Maksiat menjauhkan pelakunya dari orang lain, terutama dari golongan yang baik. Semakin berat tekanannya, maka semakin jauh pula jaraknya hingga berbagai manfaat dari orang yang baik terhalangi. Kesunyian dan kegersangan ini semakin menguat hingga berpengaruh pada hubungan dengan keluarga, anak-anak dan hati nuraninya sendiri. Seorang salaf berkata, "Sesungguhnya aku bermaksiat kepada Allah, maka aku lihat pengaruhnya pada perilaku binatang (kendaraan) dan istriku."

5. Maksiat Menyulitkan Urusan

Jika ketakwaan dapat memudahkan segala urusan, maka pelaku maksiat akan menghadapi kesulitan dalam menghadapi segala urusannya. Maksiat menggelapkan hati, ketaatan adalah cahaya, sedangkan maksiat adalah gelap gulita. Ibnu Abbas ra berkata, "Sesungguhnya perbuatan baik itu mendatangkan kecerahan pada wajah dan cahaya pada hati, kekuatan badan dan kecintaan. Sebaliknya, perbuatan buruk itu mengundang ketidakceriaan pada raut muka, kegelapan di dalam kubur dan di hati, kelemahan badan, susutnya rizki dan kebencian makhluk."

Kita berdo’a pada Allah Ta’ala agar ia Dia menjauhkan kita dari masiat dan memudahkan kita dalam ketaatan.

اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا

"Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini."

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُ اللهُ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ وَتُوْبُوْا إِلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ.

Jumat, 17 Juni 2011

AGAR SEPARO TAQWA LAGI KITA MILIKI

Dari Anas bin Malik r.a ia berkata: bersabda Rasulullah saw: “Jika seorang hamba menikah, berarti ia telah menyempurnakan setengah agamanya, maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah pada separuh sisanya.” {HR. Baihaqi}

Baiklah, anggap saja anda telah menikah, berarti anda berhak untuk mendapat separuh dari kesempurnaan dien. Tahukah anda kenapa pernikahan mengambil separuh bagian dari dien ini? Karena pernikahan adalah ibadah yang agung, ia membantu kita menegakkan dien dan menjaga syari’at Allah swt, seperti sabda Rasul saw.
“Wahai sekalian para pemuda barang siapa diantara kalian telah mampu [ba’ah] hendaklah menikah karena dengan menikah itu lebih dapat menundukan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu menikah hendaklah ia berpuasa karena puasa merupakan wijaa’ (pemutus syahwat) baginya.” [HR. Bukhori (4/106) dan Muslim (no. 1400) dari Ibnu Masud.]

Untuk bertakwa pada separoh sisa dari kesempurnaan dien, kita memerlukan dukungan dari komponen yang lain, tanpa dukungan itu, kita akan mengalami kesulitan untuk bertahan apalagi maju dalam prestasi dien ini. Alih alih membangun keluarga sakinah malah derita, pilu dan kegagalan rumah tangga yang harus kita tanggung, mimpi indahnya pernikahan menjadi bencana dalam kehidupan.
Diantara komponen penting itu adalah orang-orang terdekat yang hadir di sekitar kita; istri dan anak-anak. Maka, berbahagialah mereka yang memiliki istri dan anak-anak, yang kehadirannya mewarnai prestasi ketakwaan kita di hadapan Allah swt.

Tatkala turun firman Allah swt. : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya pada jalan Allah…” [QS. At-Taubah: 34.] Berkata orang-orang muhajirin: “Lalu harta apa yang baik untuk kita miliki?” Kata Umar: “Baiklah, aku akan tanyakan itu kepada Nabi saw”. Maka aku mendapati beliau Shalallahu ‘alaihi wasallam di atas unta, aku pun bertanya: “Wahai Rasulullah, orang-orang muhajirin bertanya: “Harta apa yang baik untuk kami miliki?” Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Lisan yang senantiasa berdzikir, hati yang senantiasa bersyukur, dan istri mukminah yang membantu kalian dalam urusan dien.”

Demikianlah, nilai seorang istri mukminah; lebih berharga ketimbang emas dan perak… kecantikannya abadi, karena terpatri pada budi pekerti. Bersyukurlah mereka yang telah memiliki perhiasan ini. Dan merugilah mereka yang kehadiran sang istri di sisinya hanya memperdalam tempatnya di dalam neraka. Seperti Ummu Jamil, istri Abu Lahab yang turut membantu suaminya dalam kekufuran, hingga Allah abadikan kisahnya dalam Al-Qur’an agar menjadi pelajaran bagi kita semua.

Rumah tangga tidak lengkap tanpa kehadiran anak. Lalu, bagaimanakah potret anak-anak yang kita idamkan? Mereka yang lahir dan tumbuh dari darah daging kita.
Mari meneropong sisi kehidupan anak-anak yang hidup di masa lalu…salah satunya anak seorang Khalifah yang fenomenal..

Usai menyampaikan pidato perdana, pelantikannya sebagai khalifah, Umar bin Abdul Aziz turun dan mengganti baju kebesarannya serta menyuruh orang untuk menjual dan menyimpan hasilnya di baitul mal… Baru saja beliau bersiap-siap untuk beristirahat [qoilulah], tiba-tiba datang anaknya, Abdul Malik, dan bertanya: “Wahai Amirul Mukminin “Apa yang hendak engkau lakukan?” Umar berkata: “Beristirahat wahai anakku,” anaknya menimpali ” Wahai ayah, engkau akan beristirahat? Sementara harta orang-orang yang terdhalimi belum lagi kau kembalikan haknya..”  Umar menjawab:  “Aku semalam tidak memejamkan mata, karena mengurusi mendiang Sulaiman [khalifah sebelumnya]. Lepas Dzuhur nanti, aku akan kembalikan hak mereka.” Anaknya menjawab: ”Siapakah yang membarimu jaminan hidup hingga waktu Dzuhur?” Umar berkata:  Mendekatlah kemari wahai anakku…, lalu mendekatlah anaknya, dan diuntailah kalimat di hadapan kedua mata anaknya : “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan dari tulang rusukku, seorang anak yang membantuku dalam urusan-urusan dienku.” Kemudian beliau bangkit, keluar dan meninggalkan qoilulahnya” [bidayah wa nihayah, juz 9]

Subhanallah, betapa sejuknya mata kedua orang tua yang memiliki anak seperti ini…membantu menyelamatkan orang tuanya dari jilatan api neraka. Bagaimana dengan anak-anak kita?
Berhentilah berangan-angan tentang anak yang datang membawa emas dan perak sebagai bukti bakti mereka kepada orang tua, karena nilai emas dan perak telah jatuh martabatnya dihadapan orang-orang shaleh, kecuali mereka yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.
Berhentilah mengkhawatirkan masa depan dunia anak kita... Yakinlah bahwa setiap insan terlahir bersama rizkinya. Bukankah Allah telah memberinya makan sejak ia dalam kandungan. Nah, mulailah mengkhawatirkan nasib mereka di akherat, bertanyalah tentang shalat mereka, ngaji mereka, pergaulan mereka, dll…agar mereka tumbuh menjadi anak shaleh dan membalas kebaikan orang tua dengan kebaikan yang kekal abadi.

Mari kita periksa rumah tangga kita dan cermati komponen yang kita butuhkan untuk menjaga dien ini. Andikan realitas tidak seperti idealisme yang diharapkan, maka masih ada kesempatan untuk memperbaiki semuanya… agar separo ketakwaan yang masih tersisa dapat kita raih. [uun]

 

Media Dakwah Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha