Kamis, 03 Juni 2010
Jangan Tertipu Dengan Amalmu!
Seorang muslim jika melakukan beberapa amal ibadah dan taqarrub kepada Allah akan merasakan hatinya tentram, jiwanya tenang, menerima serta qana’ah dengan pemberian Allah Ta’ala. Bahkan, terkadang lahir dalam dirinya perasaan sudah memberikan hak-hak Allah. Terkadang perasaan ini mendatangkan kekaguman dan bangga dengan ibadahnya.
Orang-orang shaleh tidak akan melakukan hal tersebut. Karena orang-orang shaleh selama-lamanya selalu rindu kepada Allah dan takut kalau-kalau ibadahnya tidak diterima. Bahkan, dia beranggapan amalnya tidak pantas diterima oleh Allah.
Allah Ta’ala berfirman tentang mereka,
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آَتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
"Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka." (QS. Al-Mukminun: 60)
Aisyah radliyallaahu 'anha berkata, “Aku telah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam tentang ayat ini, apakah mereka orang-orang yang minum khamer, pezina, dan pencuri? Beliau menjawab, “Tidak, wahai putri al-Shiddiq. Mereka adalah orang-orang yang berpuasa, menunaikan shalat dan shadaqah namun mereka takut kalau amalnya tidak diterima.” (HR. Muslim, kitab al Imarah, bab man qatala li al Riya wa al sum’ah istahaqqa al naar, no. 1905)
Imam Ibnul Qayyim berkata, “Puas dengan ketaatan yang telah dilakukan adalah di antara tanda kegelapan hati dan ketololan. Keraguan dan kekhawatiran dalam hati bahwa amalnya tidak diterima harus disertai dengan mengucapkan istighfar setelah melakukan ketaatan. Hal ini karena dirinya menyadari bahwa ia telah banyak melakukan dosa-dosa dan banyak meninggalkan perintah-Nya."
Allah telah memerintahkan kepada para hujjaj untuk mengucapkan istighfar setelah mereka rampung dari melaksanakan ibadha haji. Hal ini sebagai penyempurna dan kemuliaan. Allah Ta’ala berfirman:
فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Baqarah: 198-199)
Syaikh al-Sa'di mengatakan, "Beginilah seharusnya yang dilakukan hamba, setiap selesai dari melaksanakan ibadah dia beristighfar (meminta ampun) kepada Allah atas kealpaan dan bersyukur kepada Allah atas taufiq-Nya. Tidak seperti orang yang melihat dirinya telah menyempurnakan ibadah dan berbangga di hadapan Tuhannya."
Dalam surat lain Allah menjelaskan,
الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
"(Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur." (QS. Ali Imran: 17)
Imam al Hasan menjelaskan ayat ini, bahwa mereka adalah orang-orang yang lama dalam menjalankan shalat sampai menjelang waktu sahur (akhir malam) kemudian mereka duduk dengan mengucapkan istighfar (meminta ampunan) kepada Allah.
Dalam hadits shahih dijelaskan bahwa ketika Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam selesai mengucapkan salam dari shalatnya, maka beliau mengucapkan istighfar tiga kali. (HR. Muslim dari Tsauban)
Diriwayatkan dari Tsauban radliyallah 'anhu, berkata: "Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, apabila telah selesai melaksanakan shalat beliau beristighfar tiga kali." (HR. Muslim)
Jangan Bersandar Pada Amal
Bersandarkan pada amal saja akan melahirkan kepuasan, kebanggaan, dan akhlak buruk kepada Allah Ta’ala. Orang yang melakukan amal ibadah tidak tahu apakah amalnya diterima atau tidak. Mereka tidak tahu betapa besar dosa dan maksiatnya, juga mereka tidak tahu apakah amalnya bernilai keikhlasan atau tidak. Oleh karena itu, mereka dianjurkan untuk meminta rahmat Allah dan selalu mengucapkan istighfar karena Allah Mahapengumpun dan Mahapenyayang.
Masuk Surga Bukan Karena Amal
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ قَالُوا وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا
"Sungguh amal seseorang tidak akan memasukkannya ke dalam surga." Mereka bertanya, "tidak pula engkau ya Rasulallah?" Beliau menjawab, "Tidak pula saya. Hanya saja Allah meliputiku dengan karunia dan rahmat-Nya. Karenanya berlakulah benar (beramal sesuai dengan sunnah) dan berlakulah sedang (tidak berlebihan dalam ibadah dan tidak kendor atau lemah)." (HR. Bukhari dan Muslim, lafadz milik al-Bukhari)
Sesungguhnya seseorang tidak akan masuk surga kecuali dengan rahmat Allah. Dan di antara rahmat-Nya adalah Dia memberikan taufiq untuk beramal dan hidayah untuk taat kepada-Nya. Karenanya, dia wajib bersyukur kepada Allah dan merendah diri kepada Allah.
Tidak layak dia bersandar kepada amalnya untuk menggapai keselamatan dan mendapatkan derajat tinggi di surga. Karena tidaklah dia sanggup beramal kecuali dengan taufiq Allah, meninggalkan maksiat dengan perlindungan Allah, dan semua itu berkat rahmat dan karunia-Nya.
Karena tidaklah dia sanggup beramal kecuali dengan taufiq Allah, meninggalkan maksiat dengan perlindungan Allah, dan semua itu berkat rahmat dan karunia-Nya.
Seorang hamba tidak pantas membanggakan amal ibadahnya yang seolah-olah bisa terlaksana karena pilihan dan usahanya semata, apalagi ada perasaan telah memberikan kebaikan untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan amal ibadah hamba-hamba-Nya. Dia Mahakaya, tidak butuh kepada makhluk-Nya.
Allah Ta'ala berfirman dalam hadits Qudsi, "Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antaramu, dari kalangan manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antaramu, maka tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antaramu, dari kalangan manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kamu, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga." (HR. Muslim dari Abu Dzar al Ghifari, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam)
Oleh: Badrul Tamam
Waspadai Kematian Mendadak
Yusuf bin Abdullah bin Yusuf al Wabil dalam kitabnya Asyratus Sa'ah, menyebutkan salah satu tanda dekatnya kiamat, yaitu banyaknya kematian yang mendadak. Diriwayatkan secara marfu' dari Anas bin Malik radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَمَارَاتِ السَّاعَةِ . . . أَنْ يَظْهَرَ مَوْتُ الْفُجْأَةِ
"Sesungguhnya di antara tanda-tanda dekatnya hari kiamat adalah . . . akan banyak kematian mendadak." (HR. Thabrani dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami' al-Shaghir no. 5899)
Fenomena ini sudah sering kita saksikan pada masa sekarang ini. Orang yang sebelumnya sehat bugar, tiba-tiba ia mati mendadak. Hal ini dibenarkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) berdasarkan sebuah penelitian, setiap tahunnya banyak orang meninggal karena stroke dan serangan jantung, bahkan disebutkan kalau penyakit jantung menempati urutan pertama yang banyak menyebabkan kematian pada saat ini.
Dalam hadits ini terdapat mukjizat ilmiah yang kita benarkan melalui kajian kedokteran yang harus diakui. Mukjizat ini membuktikan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah utusan Allah yang tidak berbicara berdasar hawa nafsunya, tapi yang beliau sampaikan adalah wahyu dari Allah yang diturunkan kepada beliau.
Rasanya orang yang hidup pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tak pernah membayangkan akan datangnya zaman yang merebaknya kematian mendadak, kecuali berdasarkan wahyu ilahi yang menyingkap fenomena ini.
Maksud Kematian Mendadak
Banyak sebab kematian, tapi kematian itu tetap satu. Hal ini menunjukkan bahwa kematian memiliki sebab, seperti sakit, kecelakaan, atau bunuh diri dan semisalnya. Sedangkan kematian yang tanpa didahului sebab itulah maksud kematian yang mendadak yang belum bisa diprediksi sebelumnya. Seiring majunya ilmu kedokteran, manusia bisa menyingkap tentang sebab kematian seperti kanker, endemik, atau penyakit menular. Penyakit-penyakit ini mengisyaratkan dekatnya kematian, tetapi sebab yang utama adalah mandeknya jantung secara tiba-tiba yang datang tanpa memberi peringatan.
Para ulama mendefinisikan kematian mendadak sebagai kematian tak terduga yang terjadi dalam waktu yang singkat dan salah satu kasusnya adalah seperti yang dialami orang yang terkena serangan jantung.
Imam al-Bukhari dalam shahihnya membuat sebuah bab, بَاب مَوْتِ الْفَجْأَةِ الْبَغْتَةِ "Bab kematian yang datang tiba-tiba". Kemudian beliau menyebutkan hadits Sa'ad bin 'Ubadah radliyallah 'anhu ketika berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia secara mendadak dan aku yakin seandainya ia berbicara sebelum itu, pastilah dia ingin bersedekah. Maka dari itu, apakah dia akan mendapat pahala apabila jika aku bersedekah untuknya?" Beliaupun menjawab, "Ya". (Muttafaq 'alaih)
. . . kematian mendadak sebagai kematian tak terduga yang terjadi dalam waktu yang singkat dan salah satu kasusnya adalah seperti yang dialami orang yang terkena serangan jantung.
Kematian Mendadak Dalam Pandangan Ulama
Sebagian ulama salaf tidak menyukai kematian yang datang secara mendadak, karena dikhawatirkan tidak memberi kesempatan seseorang untuk meninggalkan wasiat dan mempersiapkan diri untuk bertaubat dan melakukan amal-amal shalih lainnya. Ketidaksukaan terhadap kematian mendadak ini dinukil Imam Ahmad dan sebagian ulama madzhab Syafi'i. Imam al-Nawawi menukil bahwa sejumlah sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan orang-orang shalih meninggal secara mendadak. An-Nawawi mengatakan, "Kematian mendadak itu disukai oleh para muqarrabin (orang yang senantiasa menjaga amal kebaikan karena merasa diawasi oleh Allah)." (Lihat (Fathul Baari: III/245)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, "Dengan demikian, kedua pendapat itu dapat disatukan." (Fathul Baari: III/255)
Terdapat keterangan yang menguatkan bahwa kematian mendadak bagi seorang mukmin tidak layak dicela. Dari Abdullah bin Mas'ud radliyallah 'anhuma, dia berkata, "Kematian mendadak merupakan keringanan bagi seorang mukmin dan kemurkaan atas orang-orang kafir." Ini adalah lafadz Abdul Razaq dan al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir, sedangkan lafadz Ibnu Abi Syaibah, "Kematian mendadak merupakan istirahat (ketenangan) bagi seorang mukmin dan kemurkaan atas orang kafir." (HR. Abdul Razaq dalam al Mushannaf no. 6776, al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir no. no. 8865)
Dari Aisyah radliyallah 'anha, berkata, "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengenai kematian yang datang tiba-tiba. Lalu beliau menjawab,
رَاحَةٌ لِلْمُؤْمِنِ وَأَخْذَةُ أَسَفٍ لِفَاجِرٍ
"Itu merupakan kenikmatan bagi seorang mukmin dan merupakan bencana bagi orang-orang jahat." (HR. Ahmad dalam al-Musnad no. 25042, al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman no. 10218. Syaikh al Albani mendhaifkannya dalam Dha'if al Jami' no. 5896)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud dan Aisyah radliyallah 'anhuma, keduanya berkata, "Kematian yang datang mendadak merupakan bentuk kasih sayang bagi orang mukmin dan kemurkaan bagi orang dzalim." (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al Mushannaf III/370, dan al-Baihaqi dalam al-Sunan al Kubra III/379 secara mauquf).
Alangkah indahnya hadits yang dijadikan sebagai penguat oleh Imam al-Baihaqi dalam al Sunan al-Kubra pada kitab "Al-Janaiz" Bab, "Fi Mautil Faj'ah", dari hadits Abu Qatadah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah dilalui iring-iringan jenazah. Beliau lalu bersabda, "Yang istirahat dan yang diistirahatkan darinya." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa maksud yang istirahat dan yang diistirahatkan darinya?" Beliau menjawab,
الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ يَسْتَرِيحُ مِنْ نَصَبِ الدُّنْيَا وَأَذَاهَا إِلَى رَحْمَةِ اللَّهِ ، وَالْعَبْدُ الْفَاجِرُ يَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلاَدُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ
"Seorang hamba yang mukmin beristirahat dari keletihan dunia dan kesusahannya, kembali kepada rahmat Allah. Sedangkan hamba yang jahat, para hamba, negeri, pohon dan binatang beristirahat (merasa aman dan tenang) darinya." (HR. Muslim no. 950, Ahmad no. 21531)
Kematian mendadakn yang dialami seorang mukmin adalah kebaikan bagianya. Dia terbebas dari hiruk pikuk dunia yang menjemukan dan terbebas dari fitnah-fitnahnya. Sedangkan Kematian mendadak yang dialami seorang fajir merupakan kabar gembira bagi hamba Allah. Mereka akan terbebas dari gangguannya. Di antara gangguannya adalah kedzalimannya terhadap mereka, kesenangannya melakukan kemungkaran dan jika diingatkan malah menantang dan itu menyulitkan mereka. Jika diingatkan malah menyakiti dan bila didiamkan mereka menjadi berdosa. Sedangkan istirahatnya binatang adalah dikarenakan sang fajir tadi selalu menyakiti dan menyiksanya serta membebani di luar kemampuannya, tidak memberinya makan dan yang lainnya. Sedangkan istirahatnya negeri dan pepohonan adalah karena perbuatan jahat sang fajir hujan tidak turun, dia mengeruk kekayaannya dan tidak mengairinya.
"Kematian mendadak merupakan keringanan bagi seorang mukmin dan kemurkaan atas orang-orang kafir." Ibnu Mas'ud
Menyikapi Kematian Mendadak
Bagi orang yang berakal sehat tentu akan mengambil pelajaran dari fenomena yang ia saksikan. Terlebih fenomena tersebut telah disampaikan oleh orang yang terpercaya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ia akan bersegera kembali kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya, sebelum kematian itu menjemputnya.
Imam al-Bukahri pernah berkata,
Peliharalah waktu ruku'mu ketika senggang.Sebab, boleh jadi kematian akan datang secara tiba-tibaBetapa banyaknya orang yang sehat dan segar bugarLantas meninggal dunia dengan tiba-tiba
Ibnu Hajar berkata, "Sungguh ajaib, bahwa kematian secara mendadak ini juga menimpa beliau -imam Bukhari- sendiri." (Hadyus Saari Muqaddimah Fathul Baari, Ibnu Hajar, hal. 481)
Dan setelah memahami adanya kematian yang mendadak, dan semakin sering terjadi pada akhir zaman (termasuk zaman kita ini), hendaknya kita mempersiapkan diri. Sesungguhnya kematian akan tetap datang. Tidak ada kekuatan di dunia ini yang bisa melawan ketetapan ilahi ini. Dan setelah kematian, setiap orang akan mendapat balasan dari amal yang telah dikerjakannya di dunia.
Syaikh bin Bazz rahimahullah pernah berpesan, "Sudah semestinya kita mempersiapkan diri, bahkan karena inilah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memohon dalam doanya:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ
"Ya Allah, Aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya nikmat-Mu, berubahnya kesejahteraan dari-Mu, dan siksa-Mu yang datang tiba-tiba serta dari semua murka-Mu." (HR. Muslim no. 2739)
Seorang yang mulia mengatakan, "Banyak di antara kawanku yang telah melepaskan nyawanya saat memperturutkan syahwatnya, menjadi tawanan kenikmatan, lalai mengingat maut dan hisab. Setelah Allah memberi petunjuk kepadaku untuk mentaati-Nya, aku segera menemui sahabatku untuk menasehatinya. Mengajaknya kepada ketaatan dan memperingatkannya dari kemaksiatan. Tetapi, dia hanya beralasan dengan keadaannya yang masih muda. Dia telah tertipu oleh panjang angan-angan. Maka, demi Allah, kematian telah mendatanginya secara mendadak, sehingga hari ini dia telah berada di dalam tanah, terkubur. Dia telah terbelenggu dengan keburukan-keburukan yang telah dilakukannya. Kenikmatan telah hilang darinya. Penyanyi-penyanyi wanita telah meninggalkannya. Tinggallah berbagai tanggungjawab pada lehernya. Dia telah menghadap kepada Al-Jabbar (Allah Yang Maha Perkasa) dengan amalan-amalan orang-orang yang fasik dan durhaka. Semoga Allah melindungiku dan Anda dari catatan amal, seperti catatan amalnya, dan dari akhir kehidupan, seperti akhir kehidupannya. Maka bertakwalah kepada Allah, Ya 'Ibadallah! Janganlah engkau menjadi seperti dia, sedangkan engkau tahu bahwa dunia ini telah berjalan ke belakang, dan akhirat berjalan mendatangi. Ingatlah saat kematian dan perpindahan. Dan (ingatlah) yang akan tergambarkan di hadapanmu, berupa banyaknya keburukan dan sedikitnya kebaikan. Maka, apa yang ingin engkau amalkan pada saat itu, segeralah amalkan sejak hari ini. Dan apa yang ingin engkau tinggalkan saat itu, maka tinggalkanlah sejak sekarang.
. . . Semoga Allah melindungiku dan Anda dari catatan amal, seperti catatan amalnya, dan dari akhir kehidupan, seperti akhir kehidupannya. Maka bertakwalah kepada Allah, Ya 'Ibaadallah!
Maka seandainya kita telah mati, kita dibiarkan. Sesungguhnya kematian itu merupakan kenyamanan bagi seluruh yang hidup. Tetapi jika kita telah mati, kita pasti dibangkitkan. Dan setelah itu, kita akan ditanya tentang segala sesuatu." (Kitab Ahwalul Qiyamah, hal. 4-5. Secara ringkas dinukil dari Mukhtasar Ahkamul Janaiz, karya Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi)
Oleh: Badrul Tamam
Ilmu Perbintangan dan Ramalan Cuaca Dalam Perspektif Islam
Oleh: DR. Ahmad Zain An-Najah, M.A
addakwah.com ----Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radliyallah 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;
مَنْ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنْ النُّجُومِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنْ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ
“Barang siapa yang mengutip satu ilmu dari ilmu perbintangan, berarti dia telah mengutip satu cabang dari ilmu sihir.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad)
Hadits di atas, walaupun secara tidak langsung, telah memperingatkan kepada umat Islam agar tidak coba-coba mempelajari ilmu perbintangan. Karena ilmu tersebut merupakan salah satu cabang dari ilmu sihir, sedang ilmu sihir sendiri telah diharamkan dalam Islam, dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Demikianlah pesan hadits di atas secara global. Namun alangkah baiknya, kalau permasalahan tersebut kita kembangkan lebih luas lagi, mengingat banyak berhubungan dengan berbagai masalah yang terjadi di sekitar kita.
Pengertian Ilmu Perbintangan
Sebelumnya, marilah kita simak dahulu apa yang dikatakan Syekh Islam Ibnu Taimiyah tentang pengertian Ilmu perbintangan. Beliau mengatakan bahwa: “Ilmu Perbintangan adalah ilmu yang mempelajari fenomena yang terjadi di langit dan menjadikannya sebagai standar (petunjuk) atas terjadinya sesuatu di bumi.”
Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa dalam ilmu perbintangan, seseorang dituntut untuk selalu mengaitkan peristiwa yang terjadi di bumi ini dengan peristiwa yang terjadi di langit. Sebagai contoh, suatu hari di langit sedang terjadi gerhana matahari, maka seorang ahli ilmu perbintangan akan mengaitkan gerhana matahari tersebut dengan adanya peristiwa besar yang sedang, atau akan terjadi di muka bumi ini. Seperti seorang pemimpin yang meninggal dunia. Contoh lain, ketika ada sebuah meteor di langit yang sedang bergeser dan jatuh ke bumi atau ke tempat lainnya, maka seorang ahli ilmu perbintangan akan mengatakan bahwa telah lahir seorang anak yang cerdas dan hebat. Contoh ketiga, anak yang lahir pada malam bulan purnama, menunjukkan bahwa anak tersebut akan menjadi orang kaya dikemudian hari. Contoh keempat, banyak orang Islam yang berkeyakinan bahwa malam Jum’at Kliwon adalah malam yang seram dan keramat. (Malam dan siang adalah perubahan alam akibat peristiwa yang terjadi di langit, karena akibat terjadinya bergeseran antara bumi dan matahari).
Contoh-contoh di atas hanyalah sebagian kecil dari amalan-amalan yang telah dipraktekkan sekolompok manusia. Bahkan amalan-amalan tersebut telah berubah menjadi sebuah keyakinan yang dianut oleh sebagian masyarakat hingga hari ini dan tidak boleh diganggu gugat. Keyakinan-keyakinan semacam itu, kalau ditelusuri ternyata telah terjadi berabad-abad lamanya. Hal ini bisa dilihat dengan jelas ketika terjadi gerhana matahari pada zaman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, kebetulan bersamaan dengan itu, putra tercinta beliau, Ibrahim, di panggil oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala (meninggal dunia). Kemudian Allah memerintahkan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam agar mengumpulkan kaum muslimin di masjid untuk melaksanakan shalat kusuf (shalat gerhana matahari). Setelah selesai shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ
“Bahwa matahari dan bulan itu adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah dan gerhana matahari ini tidak ada kaitannya dengan kematian atau kehidupan seseorang.“ (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam yang hidup pada empat belas abad yang silam telah mengetahui bahwa masyarakat pada waktu itu masih menyakini terjadinya gerhana matahari merupakan tanda adanya seseorang tokoh besar yang lahir atau meninggal. Hal ini dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya, "Dari Ibnu Abbas rahimahullah 'anhu, bahwa orang-orang Anshar pada suatu hari, ketika duduk bersama nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba mereka melihat bintang atau meteor yang bergeser, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada para sahabat Anshar yang ada di situ: “Bagaimana keyakinan kalian pada masa Jahiliyah ketika melihat kejadian seperti ini?" Mereka menjawab: “Kami dahulu berkeyakinan bahwa bergesernya bintang atau jatuhnya meteor merupakan tanda lahir atau meninggalnya seorang pembesar." Mendengar jawaban itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
فَإِنَّهَا لَا يُرْمَى بِهَا لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنْ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى اسْمُهُ إِذَا قَضَى أَمْرًا سَبَّحَ حَمَلَةُ الْعَرْشِ
“Sesungguhnya bergesernya bintang atau jatuhnya meteor, tidaklah menunjukan kematian atau kehidupan seseorang, akan tetapi jika Allah memutuskan sesuatu, maka para pembawa Arsy (para malaikat) pada bertasbih.“
Inilah hakikat ilmu perbintangan, sebagaimana yang telah disebutkan Ibnu Taimiyah di atas. Semua ilmu yang mengandung unsur-unsur seperti itu, maka haram untuk dipelajarinya dan orang Islampun dilarang mempercayainya. Kenapa? Karena keyakinan seperti itu bertentangan dengan Aqidah Islamiyah yang mengajarkan kepada kita bahwa semua yang ada di bumi ini tidak akan terjadi kecuali atas kehendak dan taqdir Allah Subhanahu wa Ta'ala, tidak ada kaitannya dengan apa yang terjadi di langit. Begitu juga, semua orang tidak akan tahu apa yang akan terjadi di bumi ini, karena termasuk hal-hal ghaib yang hanya Allah semata yang mengetahuinya. Kecuali apa yang telah disebutkan Allah di dalam Al-Quran dan disebutkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam hadits, keduanya merupakan bentuk wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Selain itu, tidak berhak bagi siapapun juga untuk mengaku bahwa dia mengetahui peristiwa yang akan terjadi pada masa mendatang dengan menggunakan ilmu perbintangan.
Namun demikian, hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa Allah menjadikan peristiwa di langit sebagai salah satu sebab terjadinya bencana di muka bumi ini atau salah satu sarana untuk mengadzab suatu kaum, seperti halnya ketika Allah menghancurkan kaum ‘Aad dengan angin yang sangat kencang tepat pada waktunya yaitu diakhir musim dingin. Yang jelas, itu semua atas kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala. Oleh karenanya, ketika terjadi sebuah peristiwa besar di langit, kita umat Islam di perintahkan untuk tadharru’ (bersimpuh) di hadapan Allah dengan memperbanyak ibadah, seperti shalat, dzikir, istighfar dan bersedekah, sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika terjadi gerhana matahari pada waktu itu. Bahkan, perintah tersebut bukan terbatas ketika terjadi gerhana matahari dan bulan saja. Ketika ada tanda-tanda akan terjadinya malapetaka atau bencana alam serta kejadian-kejadian besar lainnya yang membahayakan kehidupan manusia, kita diperintahkan juga untuk memperbanyak ibadah, istighfar, dan bersedekah. Karena amalan-malan tersebut merupakan salah satu sarana menolak malapetaka dan menolak bala’).
Berikut ini beberapa dalil yang menguatkan pernyataan di atas, yaitu:
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan Allah sekali-kali tidak mengadzab mereka, sedang kamu berada diantara mereka, dan tidaklah pula Allah mengadzab mereka, sedang mereka beristighfrar.“ (QS. Al Anfal: 33) Sungguh Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya. Bukan itu saja, bahkan istighfar (tentunya dengan ikut menyertakan hatinya) akan mendatangkan rizqi dan kekuatan yang luar biasa. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًايُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
“Maka aku (Nabi Nuh) katakan kepada mereka: “Beristighfar-lah (mohonlah ampun) kepada Rabb kalian, sesunguhnya Dia adalah Maha pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat (ketika musim paceklik) dan akan melimpahkan kepada kalian harta dan anak keturunan, serta menjadikan kebun-kebun dan sungai–sungai.“ (QS. Nuh: 10-12)
Dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ
“(Nabi Hud berkata): “Wahai kaumku beristighfar-lah kalian kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Allah akan menurunkan hujan yang lebat kepada kalian, dan Dia akan menambahkan kekuatan atas kekuatan kalian.“ (QS. Hud: 52)
Zodiac Jahiliyah
Termasuk kebiasaan jahiliyah yang berkenaan dengan ilmu perbintangan adalah menebak dan menentukan nasib dan sifat seseorang dengan mengaitkan bintang-bintang yang ada di langit, seperti: Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Leo, Virgo, Libra, Scorpio, Sagitarius, Capricon, Aquarius, Pisces.
Sebagai contoh saja, orang yang lahir antara tanggal 22 Desember–19 Januari, maka dia mempunyai bintang CAPRICORN, yang mengatakan kepada anda bahwa keuangannya kurang stabil, tapi kesehatannya relatif baik. Hari Minggu adalah hari baiknya. Angka bahagianya adalah 2 – 7.
Orang yang lahir antara 20 Januari-18 Februari, maka dia mempunyai bintang AQUARIUS, yang menyebutkan bahwa situasi minggu ini usahanya kurang menentu. Keuangannya bakal ada sedikit masalah. Hari baiknya adalah hari Sabtu. Angka bahagianya adalah 4 - 9.
Orang yang lahir antara tanggal 19 Pebruari–20 Maret, dia mempunyai bintang PISCES, yang menyatakan bahwa keadaannya secara umum lumayan bagus dan usahanya akan tampak hasilnya secara nyata. Keuangannya cukup lancar. Kesehatannya tak ada masalah. Asmaranya, ada masalah namun kalau siap menghadapinya bisa diselesaikan dengan baik. Hari baiknya adalah Rabu. Angka bahagianya 1 – 4, dan seterusnya.
Seorang muslim yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tidak boleh mempercayai ramalan bintang-bintang tersebut, apalagi menjadikannya sebagai bintang kebanggaan-nya yang kemudian di tempel di tembok-tembok, di buku-buku, di lemari bahkan di tempat tidur. Ramalan-ramalan tersebut sangat bertentangan dengan Al-Quran, As-Sunnah, dan akal sehat serta kenyataan di lapangan.
Ayat Al Quran yang mengingkarinya yaitu Allah berfirman:
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا
"Dan tiada seorangpun dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok.“ (QS. Luqman: 34)
Ini adalah salah satu ilmu ghaib yang hanya milik Allah saja. Dari mana mereka bisa mengetahuinya? Juga bertentangan dengan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana yang telah disebutkan di atas, yaitu larangan mempelajari dan menyakini ilmu perbintangan, karena ilmu tersebut termasuk bagian ilmu sihir, dan salah satu bentuknya adalah ramalan-ramalan ini. Juga bertentangan dengan akal sehat, karena orang yang berakal sehat tentunya tidak mau menunggu dan menerima nasibnya seperti itu, dia akan berusaha bagaimana mencapai suatu kehidupan yang lebih baik. Hanya orang-orang bodoh saja yang mempercayai ramalan bintang seperti itu. Ramalan Zodiak juga bertentangan dengan kejadian di lapangan, karena pada kenyataan, banyak orang yang lahir pada waktu tertentu dengan bintang yang ada, sifat dan keadaannya sangat berbeda dengan yang tertera di dalam ramalan-ramalan jahiliyah di atas.
Penulis akan berikan satu kejadian yang menunjukkan kebohongan ilmu perbintangan (ilmu nujum) tersebut. Yaitu ketika khalifah Ali bin Abi Thalib radliyallah 'anhu beserta tentaranya ingin berangkat memerangi pasukan Khawarij, tiba- tiba datang seorang ahli nujum menemui Imam Ali, seraya berkata: “Wahai Amirul Mukminin jangan berangkat, karena bulan sekarang pada posisi sedang tenggelam (SCORPION), kalau engkau tetap berangkat sedang kedaan bulan seperti itu, maka tentaramu pasti akan kalah.“
Mendengar hal itu, Imam Ali bukannya mengkeret, gemetar dan mengurungkan niatnya untuk berperang, bahkan sebaliknya, justru semangat beliau bertambah, seraya berkata: “Saya tetap akan pergi dengan berbekal Iman kepada Allah dan bertawakkal kepada-Nya saja, segaligus untuk membongkar kebohongan-mu!!“.
Maka beliau tetap berangkat, sehingga akhirnya bisa mengalahkan tentara Khawarij. Kemenangan tersebut membuat gembira khalifah Ali radliyallah 'anhu, karena beliau berhasil menyelesaikan dua perkara dalam satu waktu, yaitu; memerangi pasukan Khawarij atas perintah Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam, sekaligus bisa membuktikan kebohongan ahli nujum (ahli astrologi).
Dalam hal ini Qatadah, salah seorang ulama pada zaman tabi’in pernah memberikan pernyataan yang sangat jelas dan tegas dengn menolak teori ilmu perbintangan (astrologi) yang telah menyebar pada waktu itu: “Sesungguhnya orang-orang yang bodoh akan ajaran Allah, telah menyelewengkan keberadaan bintang-bintang tersebut dari fungsi yang sebenarnya, mereka menjadikannya sebagai alat perdukunan, mereka mengatakan barang siapa yang mengadakan acara pernikahan pada waktu bintang si fulan (Gemini, umpamanya), maka akan terjadi peristiwa tertentu, dan barang siapa yang melakukan perjalanan pada waktu bintang si fulan (Leo, umpamanya), maka akan terjadi peristiwa tertentu, dan seterusnya. Sungguh tiada satu bintang pun yang muncul, kecuali pada waktu itu lahir anak berwarna merah dan hitam, pendek dan panjang, cantik dan jelek. Bintang- bintang tersebut, begitu juga binatang-binatang yang melata dan burung-burung yang ada, semua itu sekali-kali tidak mengetahui sesuatu yang ghaib. Kalau seandainya ada seseorang yang boleh mengetahui yang ghaib, maka Adam-lah yang paling berhak mengetahuinya, karena Allah menciptakannya langsung dengan tangan-Nya dan memerintahkan para Malaikat untuk sujud kepadanya serta mengajarkan kepadanya segala sesuatu.“
Ramalan Cuaca
Di dalam kasus ramalan cuaca, penulis akan menukilkan perkataan Imam Al Khattabi, salah satu ulama (pensyarah hadits), beliau mengomentari hadits larangan mempelajari ilmu perbintangan yang tersebut di atas sebagai berikut: “Ilmu Perbintangan yang di larang di dalam Islam adalah ilmu perbintangan yang digunakan untuk mengetahui kedaan alam, peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pada masa mendatang, seperti waktu datangnya angin dan turunnya hujan, perubahan cuaca dan sejenisnya. Semua itu, menurut pengakuan mereka, bisa diketahui dengan melihat bintang-bintang pada peredarannya atau ketika bintang-bintang tersebut berkumpul dan berpisah. Mereka mengganggap bahwa perjalan bintang-bintang tersebut mempunyai pengaruh dengan kejadian yang ada di bumi. Itu semua adalah kebohongan di dalam masalah-masalah ghaib dan sebuah bentuk campur tangan terhadap masalah-masalah yang hanya diketahui oleh Allah semata.“
Secara sekilas pernyataan Imam Khattabi tersebut, terkesan aneh dan menentang arus. Karena isinya melarang orang Islam untuk mempelajari Ilmu Astrologi dan mempercayai ramalan cuaca, yang nota-benenya adalah hasil kemajuan ilmu pengetahuan yang disarankan dalam Islam. Kesimpulan Imam Khatthabi tersebut didasarkan pada hadits Ibnu Abbas di atas. Namun, menurut hemat penulis, pernyataan Imam Khattabi tersebut, masih bersifat umum dan global, sehingga perlu di pertajam dan di perjelas lagi. Sebelum masuk pada inti masalah, penulis akan menukil dahulu firman Allah Ta'ala:
وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ
“Dan Dialah ( Allah ) yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim.” (QS. Luqman: 34 )
Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah-lah yang mengetahui apa yang ada di rahim. Dan pengetahuan tentang apa yang di dalam rahim, menurut tafsir (QS. Al-An’am: 59 dan QS. Luqman: 34) adalah termasuk salah satu kunci-kunci ghaib yang tidak ada yang bisa mengetahuinya kecuali Allah. Namun dengan kemajuan teknologi zaman sekarang, hanya dengan menggunakan alat Ultrasonografi, seorang ibu hamil yang sudah berumur 7 bulan kehamilan atau bahkan sebelumnya, sudah mampu mengetahui keadaan janin yang ada di dalam rahimnya, apakah dia seorang laki-laki atau perempuan, dalam keadaan sehat atau kurang gizi, anggota tubuhnya normal atau cacat dan lain-lainnya. Lalau bagaimana dengan bunyi surat Luqman ayat 34 di atas? Sebuah pertanyaan yang sering mengganjal dalam diri seorang muslim.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus tetap yakin bahwa Al-Quran adalah Al-Haq, yang mempunyai kebenaran mutlak dan tidak boleh diganggu gugat. Tetapi dalam sisi lain, kita harus yakin juga bahwa Al-Quran tidak menentang atau bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Oleh karenanya, para ulama telah menjelaskan tafsir surat Luqman ayat 34 di atas, bahwa manusia boleh saja mengetahui keadaan janin yang masih dalam kandungan dengan kecanggihan teknologi yang dimilikinya, namun pengetahuan tersebut walaupun bagaimanapun canggihnya tidak akan sempurna. Buktinya, banyak kejadian yang menyatakan bahwa perkiraan ultrasonografi sering salah dan tidak sesuai dengan kenyataan. Itu semua menunjukan bahwa hanya Allah-lah yang benar-benar mengetahui keadaan janin tersebut secara mendetail, tepat serta sempurna.
Jawaban para ulama terhadap teori embriologi tersebut, bisa kita analogikan untuk menjawab teori astrologi dan ramalan cuaca. Pengetahuan seorang astrolog terhadap kemungkinan akan datangnya hujan, atau bertiupnya angin kencang, atau timbulnya petir yang menggelegar adalah pengetahuan yang sedikit dan bersifat parsial. Kemungkinan salah, sangat mungkin terjadi. Oleh karenanya, perkiraan seorang astrolog sekedar bahan agar kita mempersiapkan diri, namun hal itu tidak boleh kita jadikan standar pasti. Kita tetap menyandarkan diri hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena Dia-lah pelaku yang sebenarnya. Dengan demikian, yang dilarang dalam Islam adalah menyakini bahwa ramalan tersebut benar adanya dan menyandarkan semuanya pada astrolog. Sebagaimana kita di larang untuk menyakini bahwa dokter-lah yang menyembuhkan penyakit, karena sebenarnya yang menyembuhkan penyakit adalah Allah, dokter sekedar perantara, itupun banyak yang gagal. Allah berfirman menceritakan keyakinannya Nabi Ibrahim 'alaihis salam:
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
“Dan apabila aku sakit, maka Allah-lah yang menyembuhkan aku.“ (QS. Al-Syu’ara': 80)
Dari keterangan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa Islam telah mampu menggabungkan antara aqidah dan ilmu pengetahuan. Aqidah adalah dasar kehidupan kita sehari-hari yang tidak boleh diganggu gugat, sedang ilmu pengetahuan adalah sekedar sarana, yang kebenarannya nisbi dan tidak mutlak. Maka hendaknya kita selalu menyandarkan kepada kebenaran yang mutlak (Allah Ta'ala), tanpa harus membuang kebenaran nisbi. (Ilmu pengetahuan). Wallahu a’lam.
(PurWD/voa-islam.com)
Menghindari Dampak Negatif Rasa Tidak Percaya Diri pada Anak
Jika kita ingin anak kita sukses, jangan biarkan anak kita mengidap rasa tidak percaya diri, karena sifat ini menjadi salah satu faktor kegagalan seseorang. Rasa tidak percaya diri memiliki banyak efek negatif bagi anak-anak, di antaranya:
1. Anak-anak tidak bisa melakukan apa pun secara mandiri dan independen. Jika mereka diminta untuk membawa sesuatu dan mendapatkan bahwa sesuatu tersebut berbeda dengan deskripsi dan instruksi yang diberikan, maka mereka menjadi ragu-ragu. Jika kemudian mereka menghadapi masalah, maka mereka tidak bisa mengambil keputusan.
2. Mereka menjadi pendek akal dan tidak kreatif.
3. Mereka senantiasa mengeluh dan merasa tidak nyaman setiap kali diminta untuk melakukan sesuatu. Karena mereka akan berpikir bahwa apa pun yang mereka lakukan pasti salah dan tidak sesuai dengan instruksi yang diberikan.
… Karena mereka akan berpikir bahwa apa pun yang mereka lakukan pasti salah dan tidak sesuai dengan instruksi yang diberikan…
4. Mereka tidak memiliki tekad kuat, tidak punya solusi, ‘lembek’, dan apatis di berbagai situasi, serta menjadi sembrono dan tidak teratur.
5. Mereka akan mengalami kegelisahan dan frustrasi, memiliki sikap permusuhan atau tendensi untuk menjadi seorang introvert dan cenderung menarik diri.
Solusi bagi anak yang tidak percaya diri
Untuk menghindari efek-efek negatif seperti di atas, maka para orangtua harus menggunakan berbagai cara untuk mengembangkan kepercayaan diri anak-anak. Di antaranya adalah:
1. Para orangtua harus membuat sejumlah petunjuk umum untuk diikuti, dengan jalan memberitahu mereka tentang hal-hal yang dibolehkan dan dilarang Allah untuk mereka. Dan mereka pun harus menyadari sifat-sifat mulia dan akhlak-akhlak terpuji, sehingga tertanam pada diri mereka kebencian terhadap perangai yang tercela. Setelah itu para orangtua bisa memberi kebebasan kepada mereka untuk bertindak berdasarkan inisiatif mereka.
5. Mereka akan mengalami kegelisahan dan frustrasi, memiliki sikap permusuhan atau tendensi untuk menjadi seorang introvert dan cenderung menarik diri.
Solusi bagi anak yang tidak percaya diri
Untuk menghindari efek-efek negatif seperti di atas, maka para orangtua harus menggunakan berbagai cara untuk mengembangkan kepercayaan diri anak-anak. Di antaranya adalah:
1. Para orangtua harus membuat sejumlah petunjuk umum untuk diikuti, dengan jalan memberitahu mereka tentang hal-hal yang dibolehkan dan dilarang Allah untuk mereka. Dan mereka pun harus menyadari sifat-sifat mulia dan akhlak-akhlak terpuji, sehingga tertanam pada diri mereka kebencian terhadap perangai yang tercela. Setelah itu para orangtua bisa memberi kebebasan kepada mereka untuk bertindak berdasarkan inisiatif mereka.
… orang tua harus memberi mereka sejumlah tugas yang bisa mereka kerjakan. Jika mereka membuat sebuah kesalahan, maka orangtua harus melontarkan support dan pujian atas inisiatif mereka…
2. Lalu orang tua harus memberi mereka sejumlah tugas yang bisa mereka kerjakan. Jika mereka membuat sebuah kesalahan, maka orangtua harus melontarkan support dan pujian atas inisiatif mereka, lantas memberitahu mereka apa yang seharusnya mereka lakukan. Dan orangtua juga harus memberikan pujian kepada anak-anak atas usaha yang mereka lakukan, lalu selesaikan pekerjaan dengan cara yang lemah lembut, tanpa memberitahu secara langsung. Apabila pekerjaan atau tugas itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan anak-anak, maka orangtua bisa mengambil alihnya dan meminta pendapat mereka. Biarkan mereka memutuskan apa yang menurut mereka baik dan tidak baik. Jadi anak-anak akan menyadari bahwa setiap orang berpotensi melakukan kesalahan, tapi juga bisa melakukan sesuatu dengan benar. Hal tersebut bisa meneguhkan ketetapan hati mereka.
3. Adakalanya orangtua harus memuji anak-anak di hadapan kerabat dan teman-teman mereka, dan memberi mereka balasan yang sesuai dengan usaha mereka. orangtua bisa melontarkan pujian atas amalan-amalan ibadah yang dilakukan anak-anak, seperti shalat, menghafal Al-Qur’an, belajar yang baik, dan lain sebagainya.
4. Teguhkan kehendak anak-anak dengan membiasakan mereka terhadap dua hal:
- menjaga rahasia. Ketika anak-anak mengetahui bagaimana caranya menjaga rahasia, dan tidak membocorkannya, maka kehendak mereka akan semakin meningkat dan tumbuh kuat. Dan pastinya kepercayaan diri mereka pun akan bertambah tinggi.
- biasakan anak-anak untuk berpuasa. Ketika mereka menahan lapar dan haus semasa berpuasa, maka mereka akan merasakan nikmatnya meraih kemenangan melawan hawa nafsu. Perasaan tersebut akan memperkuat kehendak dan kemauan mereka ketika menghadapi hidup, dan tentunya akan menambah rasa percaya diri mereka.
3. Adakalanya orangtua harus memuji anak-anak di hadapan kerabat dan teman-teman mereka, dan memberi mereka balasan yang sesuai dengan usaha mereka. orangtua bisa melontarkan pujian atas amalan-amalan ibadah yang dilakukan anak-anak, seperti shalat, menghafal Al-Qur’an, belajar yang baik, dan lain sebagainya.
4. Teguhkan kehendak anak-anak dengan membiasakan mereka terhadap dua hal:
- menjaga rahasia. Ketika anak-anak mengetahui bagaimana caranya menjaga rahasia, dan tidak membocorkannya, maka kehendak mereka akan semakin meningkat dan tumbuh kuat. Dan pastinya kepercayaan diri mereka pun akan bertambah tinggi.
- biasakan anak-anak untuk berpuasa. Ketika mereka menahan lapar dan haus semasa berpuasa, maka mereka akan merasakan nikmatnya meraih kemenangan melawan hawa nafsu. Perasaan tersebut akan memperkuat kehendak dan kemauan mereka ketika menghadapi hidup, dan tentunya akan menambah rasa percaya diri mereka.
… Perkuat rasa percaya diri anak-anak ketika mereka berurusan dengan orang lain, yaitu dengan jalan melibatkan mereka mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah…
5. Perkuat rasa percaya diri anak-anak ketika mereka berurusan dengan orang lain, yaitu dengan jalan melibatkan mereka mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah, menginstruksikan mereka agar mematuhi perintah-perintah orangtua, dan membiarkan mereka duduk bersama orang-orang dewasa dan teman-teman sejawat mereka.
6. Perkuat rasa percaya diri anak-anak dalam memperoleh pengetahuan dengan mengajarkan mereka Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW serta sirah beliau. Dengan demikian mereka akan tumbuh dengan dibekali pengetahuan melimpah. Hal tersebut akan memicu pesatnya kepercayaan diri mereka, karena memiliki prinsip-prinsip dasar ilmu pengetahuan yang sebenarnya, jauh dari mitos dan legenda-legenda tidak jelas.
Selain semua itu, para orangtua harus mengambil tindakan pencegahan dan tindakan efektif untuk menyelamatkan anak-anak dari perasaan minder. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan perasaan minder pada anak-anak, di antaranya adalah menganggap remeh mereka, mempermalukan dan mengejek mereka dengan nama-nama yang menyakitkan hati di hadapan teman-teman mereka atau orang lain. Hal-hal tersebut membuat mereka merasa tidak bernilai dan berharga serta menyebabkan sejumlah persoalan psikologis yang membuat mereka memandang benci kepada orang lain, menarik diri dari pergaulan, dan merasa ingin lari dari kehidupan.
Tak hanya itu, bahkan penggunaan kata-kata menghina yang dilontarkan orangtua dengan maksud untuk mendisiplinkan anak-anak pun tidak diperbolehkan. Ini mengingat, metode tersebut malah menimbulkan efek buruk terhadap kejiwaan anak-anak, dan mengakrabkan mereka dengan bahasa-bahasa kasar serta hinaan. Jelas, hal demikian akan menghancurkan sisi moral dan psikologis mereka.
Dan yang terpenting, cara terbaik untuk mengatasi persoalan psikologis anak-anak adalah dengan menjelaskan kepada mereka hal-hal apa saja yang tidak boleh dilakukan berdasarkan aturan syariat Islam. Ketika terjadi kesalahan yang dilakukan mereka, orangtua harus mengedepankan bukti sehingga membuat mereka mengakuinya, dan berjanji untuk tidak melakukan kesalahan lagi di masa mendatang.
6. Perkuat rasa percaya diri anak-anak dalam memperoleh pengetahuan dengan mengajarkan mereka Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW serta sirah beliau. Dengan demikian mereka akan tumbuh dengan dibekali pengetahuan melimpah. Hal tersebut akan memicu pesatnya kepercayaan diri mereka, karena memiliki prinsip-prinsip dasar ilmu pengetahuan yang sebenarnya, jauh dari mitos dan legenda-legenda tidak jelas.
Selain semua itu, para orangtua harus mengambil tindakan pencegahan dan tindakan efektif untuk menyelamatkan anak-anak dari perasaan minder. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan perasaan minder pada anak-anak, di antaranya adalah menganggap remeh mereka, mempermalukan dan mengejek mereka dengan nama-nama yang menyakitkan hati di hadapan teman-teman mereka atau orang lain. Hal-hal tersebut membuat mereka merasa tidak bernilai dan berharga serta menyebabkan sejumlah persoalan psikologis yang membuat mereka memandang benci kepada orang lain, menarik diri dari pergaulan, dan merasa ingin lari dari kehidupan.
Tak hanya itu, bahkan penggunaan kata-kata menghina yang dilontarkan orangtua dengan maksud untuk mendisiplinkan anak-anak pun tidak diperbolehkan. Ini mengingat, metode tersebut malah menimbulkan efek buruk terhadap kejiwaan anak-anak, dan mengakrabkan mereka dengan bahasa-bahasa kasar serta hinaan. Jelas, hal demikian akan menghancurkan sisi moral dan psikologis mereka.
Dan yang terpenting, cara terbaik untuk mengatasi persoalan psikologis anak-anak adalah dengan menjelaskan kepada mereka hal-hal apa saja yang tidak boleh dilakukan berdasarkan aturan syariat Islam. Ketika terjadi kesalahan yang dilakukan mereka, orangtua harus mengedepankan bukti sehingga membuat mereka mengakuinya, dan berjanji untuk tidak melakukan kesalahan lagi di masa mendatang.
Demikian pula, penting sekali untuk menggunakan metode baik dalam memperbaiki kesalahan yang mereka lakukan. Membangun rasa percaya diri anak-anak merupakan langkah awal untuk membangun kepribadian dan karakter mereka di segenap fase kehidupan. [ganna pryadha/voa-islam.com]…Membangun rasa percaya diri anak-anak merupakan langkah awal untuk membangun kepribadian dan karakter…
Dilansir dari Tansyi`at Al-Fatat Al-Muslimah, karya Hanan ‘Atiyah
Kaidah Jitu Agar Sukses Menghafal Al-Qur'an
Allah Ta’ala menjadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya kitab suci yang terjaga dari bermacam perubahan. Sebagai buktinya Allah menjadikan Al-Qur’an sebagai kitab yang mudah dihafal bagi mereka yang berusaha. Namun sebagian dari kita yang berminat menghafal Al-Qur’an terkadang menemui kendala dalam usahanya, sehingga putus asa dan meninggalkannya. Hal ini bisa disebabkan azam yang kurang kuat atau menghafal Al-Qur’an secara asal-asalan alias tidak menggunakan strategi dan teknik yang benar.
Berikut ini adalah beberapa teknik atau kaidah yang insya Allah bisa memudahkan proses hafalan kita:
1. Ikhlas karena Allah Ta’ala.
Hendaklah kita ikhlas dalam menghafal karena menjalankan perintah Allah Ta’ala dan mengharapkan pahala dan keridhaan-Nya. Janganlah menghafal Al-Qur'an dengan tujuan supaya dikatakan ustadz yang hafizh dan alim tentang Al-Qur’an.
Niat adalah masalah yang paling penting, karena terkadang di pertengahan jalan kita mulai merasa jenuh dan putus asa, maka ketika itulah kita selalu memperbaharui niat kita. Niatkan selalu karena Allah Ta’ala.
2. Membetulkan lafal dan bacaan sebelum menghafal.
Ini sangat penting karena dengan pelafalan dan bacaan yang benar apalagi disertai hukum tajwid yang benar akan membantu kita dalam proses menghafal di mana satu ayat dengan sesudahnya selalu dihubungkan dengan hukum tajwid. Begitu juga kalau kita terbiasa menghafal dengan lafal yang salah, maka akan lebih sulit membetulkannya setelah itu.
Oleh karena itu jangan sekali-kali mulai menghafal sebelum kita membaca ayat tersebut sampai berkali-kali bahkan mungkin sampai sepuluh kali.
Membetulkan lafal dan bacaan tidak bisa dilakukan kecuali dengan mendengarkan bacaan Qari yang bagus atau hafizh yang ahli (bisa juga dengan mendengarkan serial murattal).
3. Menentukan target hafalan setiap pekan.
Kenapa setiap pekan, tidak setiap hari atau bulan? Ini karena target setiap hari terlalu singkat, di mana tidak setiap hari kita mempunyai kesungguhan dan kesiapan yang sama, adapun perbulan dirasakan terlalu lama sehingga dikhawatirkan akan cepat membosankan.
Adapun target per-pekan apabila dalam satu hari kita tidak memiliki kesiapan yang sempurna, maka bisa dijangkau pada hari lain dalam sepekan tersebut.
Hal ini bisa dengan cara memilih satu halaman atau seperempat hizib (dua setengah halaman dengan Al-Qur’an cetakan timur tengah).
4. Jangan melampaui target yang telah ditentukan.
Jangan melampaui target sepekanmu sampai kamu betul-betul menguasai target tersebut dengan sempurna, karena sebagian terlalu bersemangat sehingga melampaui targetnya. Hal ini dapat mengurangi kualitas hafalan serta cepat membosankannya. Yang penting istiqamah walaupun sedikit.
5. Konsisten menghafal dengan satu mushaf.
Konsistenlah dengan satu mushaf jangan menggantinya dengan yang lain karena seseorang menghafal Al-Qur’an dengan cara melihat sebagaimana dengan cara mendengar. Kita mendapati orang yang terbiasa dengan satu Al-Qur’an lalu menggantinya dengan yang lain maka dia mendapati kesulitan.
6. “Memahami” merupakan cara menghafal.
Usahakan untuk memahami ayat-ayat yang dihafalkan dan mengetahui bentuk keterikatan sebagian ayat dengan yang lain seperti ayat-ayat yang berisi kisah dan cerita karena hal ini akan mempermudah proses hafalan. Bisa kita merujuk kitab ”zubdatut tafsir ”.
7. Menghubungkan antara awal dan akhir target hafalan.
Janganlah melewati target hafalanmu sampai bisa menghubungkan antara awal dan akhir hafalan. Tidak sepatutnya seorang yang menghafal untuk berpindah ke surat yang lain hingga dia menyempurnakan hafalannya dengan baik, yaitu dengan menghubungkan awal surat dan akhirnya (atau ketika dia menghafal seperempat hizib dengan menambahkan seperempat hizib yang sesudahnya demikian seterusnya).
8. Selalu muraja’ah dan memperdengarkan hafalan kepada orang lain.
Ini karena jika kita muraja’ah sendiri biasanya akan selalu bergantung kepada mushaf yang ada di hadapan kita, setiap kali salah atau lupa kita mudah untuk membukanya, tidak berusaha mengingatnya sendiri, tapi dengan orang lain akan mengurangi kebiasaan tersebut.
9. Selalu memperhatikan ayat-ayat yang mutasyabihat mirip-mirip.
Hal ini disebabkan kita biasa salah ketika menghadapi ayat-ayat ini dan keliru dengan ayat lain. Seperti dalam Al-Qur'an surat Az-Zumar 52:
Dengan surat Ar-Rum 37:
Demikian juga dengan Al-Qur'an surat Az-Zumar 48:
dengan surat Al-Jatsiyah 33:
10. Manfaatkan dengan baik masa-masa usia emasmu!
Orang yang benar-benar diberi taufik oleh Allah adalah yang benar-benar memanfaatkan masa-masa usia emas dari umur lima tahun hingga dua puluh tiga tahun kira-kira , karena pada masa-masa ini manusia memiliki ingatan yang baik.
11. Selalu mendengarkan serial murattal Al-Qur’an.
Lakukan hal ini sesering mungkin sebelum tidur demikian juga setelah bangun sebagai disebutkan dalam beberapa penelitian karena ini sangat membantu hafalan.
12. Bacalah hafalanmu di dalam shalatmu terutama shalat sunnah dan tahajud.
13. Cobalah mengulangi hafalan dengan berbagai kondisi!
Mengulangi hafalan seperti dengan berdiri, berjalan dan naik kendaraan, selama tidak mengganggu konsentrasi. Hal ini sangat membantu kekuatan hafalan kita, karena terkadang kita dalam keadaan duduk kita hafal dengan baik, tetapi dalam keadaan berdiri atau berjalan kita sering lupa, berarti kita belum menghafalnya dengan baik seperti menghafal Al-Fatihah.
14. Memilih waktu yang tepat untuk menghafal.
Usahakan untuk hafalan baru gunakan waktu setelah bangun tidur karena di waktu tersebut pikiran kita sedang segar dan bersih.
Jangan menghafal Al-Qur'an ketika kita sedang tidak ada semangat karena kurang efektif, seperti dalam keadaan memiliki masalah atau sangat letih.
Ini hanya sebagian yang bisa kami sampaikan, selamat mencoba mudah-mudahan Allah Ta’ala memberikan taufik-Nya. Wallahu a'lam. [abu roidah/voa-islam.com]
Orang yang benar-benar diberi taufik oleh Allah adalah yang benar-benar memanfaatkan masa-masa usia emas dari umur lima tahun hingga dua puluh tiga tahun kira-kira , karena pada masa-masa ini manusia memiliki ingatan yang baik.
11. Selalu mendengarkan serial murattal Al-Qur’an.
Lakukan hal ini sesering mungkin sebelum tidur demikian juga setelah bangun sebagai disebutkan dalam beberapa penelitian karena ini sangat membantu hafalan.
12. Bacalah hafalanmu di dalam shalatmu terutama shalat sunnah dan tahajud.
13. Cobalah mengulangi hafalan dengan berbagai kondisi!
Mengulangi hafalan seperti dengan berdiri, berjalan dan naik kendaraan, selama tidak mengganggu konsentrasi. Hal ini sangat membantu kekuatan hafalan kita, karena terkadang kita dalam keadaan duduk kita hafal dengan baik, tetapi dalam keadaan berdiri atau berjalan kita sering lupa, berarti kita belum menghafalnya dengan baik seperti menghafal Al-Fatihah.
14. Memilih waktu yang tepat untuk menghafal.
Usahakan untuk hafalan baru gunakan waktu setelah bangun tidur karena di waktu tersebut pikiran kita sedang segar dan bersih.
Jangan menghafal Al-Qur'an ketika kita sedang tidak ada semangat karena kurang efektif, seperti dalam keadaan memiliki masalah atau sangat letih.
Ini hanya sebagian yang bisa kami sampaikan, selamat mencoba mudah-mudahan Allah Ta’ala memberikan taufik-Nya. Wallahu a'lam. [abu roidah/voa-islam.com]
Menekan Faktor Penghambat Anak Menghafal Al-Qur'an
Menjadi penghafal Al-Qur’an memiliki keistimewaan dan kebanggaan tersendiri. Betapa tidak, Allah melimpahkan banyak kebaikan dan keutamaan kepada para penghafal Al-Qur’an. Ini mengingat, seorang penghafal Al-Qur’an menjadi sebuah sarana di dunia untuk menjaga kitab suci-Nya.
Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Quran dan Kamilah yang akan menjaganya” (Qs Al-Hijr 9).
Namun alangkah lebih baiknya jika Al-Qur’an dihafal sejak usia dini. Karena pada masa itu otak mereka masih bersih, sehingga bagai mengukir di atas batu. Al-Qur’an bisa membuat otak anak menjadi lebih cerdas. Selain itu, seorang anak yang menghafal Al-Qur’an bisa menjadi sarana bagi orangtua mendapatkan keutamaan dari Allah. Dan tentunya, orangtua, pendidik, dan pengajar memiliki peran besar dalam mendidik anak agar mau mencintai dan menghafal Al-Qur’an.
...Selain menerapkan metode penghafalan Al-Qur’an, orangtua dan pendidik harus memahami faktor penghambat kecintaan anak terhadap Al-Qur’an...
Selain menerapkan metode penghafalan Al-Qur’an yang sesuai dengan anak-anak, para orangtua dan pendidik pun harus menyadari berbagai faktor penghambat kecintaan anak terhadap Al-Qur’an. Dalam bukunya Kaifa Nuhabbib Al-Qur’an li Abna`ina, DR. Sa’ad Riyadh menuliskan beberapa penghambat tersebut di antaranya:
1. Ketidaktahuan karakteristik pertumbuhan anak
Ketidaktahuan karakteristik pertumbuhan anak, sehingga guru atau orangtua memperlakukan anak didiknya tanpa mengetahui kondisi yang dihadapi anak. Jelas hal demikian akan memicu terjadinya kesalahan.
2. Miskin metode dan sarana pengajaran
Miskin metode dan sarana pengajaran, atau guru bersikukuh menerapkan metode pengajaran yang menyebabkan kebosanan dalam diri anak. Hal ini menyebabkan anak tidak konsisten dalam mencintai Al-Qur’an.
3. Polusi wawasan dan informasi
Polusi wawasan dan informasi yang ada di sekitar anak dapat menyibukkan hati dan daya ingat anak dengan hal-hal yang diyakininya sebagai suatu kemajuan dan modernitas. Misalnya adalah nyanyian-nyanyian dan tayangan-tayangan sinetron yang tidak mendidik. Semua hal tersebut dapat memalingkan anak dari mencintai dan menghafal Al-Qur’an.
...Polusi wawasan dan informasi yang ada di sekitar anak dapat menyibukkan daya ingat, lalu memalingkan anak dari mencintai dan menghafal Al-Qur’an...
4. Pemahaman dan paradigma guru yang keliru
Pemahaman dan paradigma keliru yang terdapat pada diri guru. Misalnya guru melakukan pemaksaan dalam mengajar, atau memberlakukan pemaksaan dalam mengajar, atau menerapkan hukuman yang keras, atau mengusik harga diri anak ketika memberikan pengarahan dan perintah. Hal-hal tadi menyebabkan anak terhalang dari kecintaan kepada Al-Qur’an.
5. Sahabat yang buruk
Secara umum, sahabat yang buruk juga menjadi faktor penyebab kegagalan anak dan menjadi penyebab negatif hubungan anak dengan Al-Qur’an. Teman yang buruk juga menjadi penyebab utama yang meruntuhkan bangunan pendidikan yang sebelumnya telah dirintis oleh orang tua atau pendidik.
6. Tidak konsisten dalam memberikan perintah dan arahan.
Hal ini akan menyebabkan reaksi negatif pada diri anak serta berpengaruh terhadap hubungan cinta antara anak dan orangtua. Dan pada gilirannya akan menyebabkan hubungan yang tidak baik antara anak dan Al-Qur’an. Contoh dari inkonsistensi pendidikan adalah ketika sang ayah bertindak disiplin dalam mengajarkan Al-Qur’an, sementara si ibu terlalu memanjakan anak, atau sebaliknya. Atau bisa juga pada satu waktu orangtua atau pendidik intens memantau perkembangan anak, namun pada di waktu lainnya mereka sepertinya tidak memberikan perhatian kepada sang anak.
Demikianlah, semoga ke depannya kita bisa lebih mumpuni dalam mendidik anak untuk menghafal Al-Qur’an. Karena salah satu amanah yang harus ditunaikan orangtua adalah menjadikan anak-anak agar mencintai dan dekat dengan Al-Qur’an; memahami serta menghafalnya. Hal ini menjadi investasi besar yang ditanamkan para orangtua untuk kelak mendapatkan keutamaan serta pahala dari Allah SWT. Karena balasan Allah SWT di akhirat tidak hanya bagi para penghafal dan Al-Quran saja, namun cahayanya juga menyentuh kedua orang tuanya, dan ia dapat memberikan sebagian cahaya itu kepadanya dengan berkah Al-Qur’an.
Dari Buraidah dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang membaca Al-Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikanlah mahkota dari cahaya pada Hari Kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, “Mengapa kami dipakaikan jubah ini?” dijawab: “Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al-Qur’an” (Hadits riwayat Al-Hakim dan dia menilainya shahih berdasarkan syarat Muslim [1/568], dan disetujui oleh Adz-Dzahabi. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya [21872] dan Ad-Darimi dalam Sunan-nya [3257]).
Kedua orangtua mendapatkan kemuliaan dari Allah, karena keduanya berjasa mengarahkan anaknya untuk menghafal dan mempelajari Al-Quran sejak kecil. Dan dalam hadits di atas juga terdapat dorongan bagi para ayah dan ibu untuk mengarahkan anak-anaknya menghafal Al-Qur’an sejak dini. [ganna pryadha/voa-islam.com]
Demikianlah, semoga ke depannya kita bisa lebih mumpuni dalam mendidik anak untuk menghafal Al-Qur’an. Karena salah satu amanah yang harus ditunaikan orangtua adalah menjadikan anak-anak agar mencintai dan dekat dengan Al-Qur’an; memahami serta menghafalnya. Hal ini menjadi investasi besar yang ditanamkan para orangtua untuk kelak mendapatkan keutamaan serta pahala dari Allah SWT. Karena balasan Allah SWT di akhirat tidak hanya bagi para penghafal dan Al-Quran saja, namun cahayanya juga menyentuh kedua orang tuanya, dan ia dapat memberikan sebagian cahaya itu kepadanya dengan berkah Al-Qur’an.
Dari Buraidah dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang membaca Al-Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikanlah mahkota dari cahaya pada Hari Kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, “Mengapa kami dipakaikan jubah ini?” dijawab: “Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al-Qur’an” (Hadits riwayat Al-Hakim dan dia menilainya shahih berdasarkan syarat Muslim [1/568], dan disetujui oleh Adz-Dzahabi. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya [21872] dan Ad-Darimi dalam Sunan-nya [3257]).
Kedua orangtua mendapatkan kemuliaan dari Allah, karena keduanya berjasa mengarahkan anaknya untuk menghafal dan mempelajari Al-Quran sejak kecil. Dan dalam hadits di atas juga terdapat dorongan bagi para ayah dan ibu untuk mengarahkan anak-anaknya menghafal Al-Qur’an sejak dini. [ganna pryadha/voa-islam.com]
Dibalik Gigitan Si Kecil
Sebagian anak kecil usia 2-4 tahun memang suka menggigit. Mengapa anak suka menggigit? Penyebabnya bisa bermacam-macam : -Cara mengekspresikan emosi
Bagi anak, menggigit adalah salah satu ekspresi emosi untuk melampiaskan kemarahan, kejengkelan atau rasa frustasi. Bisa pula karena anak memerlukan perhatian, capek, cemburu pada adik, dan sebagainya. Jadi, menggigit adalah cara dia untuk menyalurkan emosi negative.
-Dijadikan sebagai ‘alat komunikasi’ anak
Anak yang belum pandai berkomunikasi, kadang suka menggigit untuk mengungkapkan keinginan atau rasa ketidaknyamanan dalam dirinya.
-Dijadikan sebagai cara untuk memecahkan masalah
Anak juga sering menggunakan gigitannya untuk memecahkan masalah jika ia dalam keadaan terjepit. Misalnya saat anak sedang asyik bermain tiba-tiba mainannya direbut temannya. Karena marah dan tak tahu bagaimana cara mendapatkan mainannya kembali, tangan temannya digigit supaya mainannya terlepas dari tangan temannya. Dengan kata lain, anak menggigit sebagai cara untuk mempertahankan diri.
-Meniru orang lain
Bisa juga anak suka menggigit karena meniru ayah ibunya, jika mereka sedang mengekspresikan rasa gemasnya dengan menggigit-gigit si anak. Meski gigitannya lembut dan disertai ungkapan saying, yang dipahami anak adalah bahwa perilaku menggigit itu dibolehkan. Maka, ia pun menirunya. Karena itu, jika kita ingin menunjukkan rasa saying atau gemas, sebaiknya tidak dengan cara menggigit. Pelukan, ciuman, belaian dan tatapan lembut pada anak adalah tindakan yang benar untuk mengekspresikan sayang dan gemas pada anak.
Luruskan Dengan Disiplin
Anak-anak dalam rentang usia 2-4 tahun biasanya suka menggigit. Umumnya, gejala ini berlaku pada anak yang kurang mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Ketika anak merasa takut dengan lingkungan baru, ia selalu dalam keadaan siaga untuk menggigit.
Kecenderungan ini juga terjadi pada anak yang kemampuan bicaranya belum bagus. Ketika mainannya diambil temannya, ia belum bisa mengatakan,”Jangan, itu milikku!” sehingga akhirnya gigitannya yang ‘bicara’.
Akan tetapi, kebiasaan menggigit ini akan berkurang, bahkan hilang dengan sendirinya, jika si anak sudah pandai bicara. Meski begitu, orang tua harus tetap memberikan perhatian kepada anak yang suka menggigit. Misalnya dengan mengatakan,”jangan sayang, itu tidak boleh!” sebab, kebiasaan buruk ini jika dibiarkan bisa berlanjut menjadi kebiasaan hingga anak besar. Anak pun merasa perbuatannya benar karena tidak pernah ditegur atau diberi penjelasan.
Meski demikian, menjadi kurang bijaksana jika orang tua menghukum anak yang suka menggigit dengan cara menggigit pula. Misalnya, setelah anak menggigit, orang tua pun menggigitnya dengan maksud memberi tahu betapa sakitnya jika digigit. Cara ini tentu tidak benar. Sebab, anak akan berpikir,”kok ibuku juga menggigitku?”
Menghukum anak mestinya dimaksudkan untuk menunjukkan kesalahan anak dan memperbaiki tingkah lakunya. Orang tua tidak perlu mengancam anak semisal, “Awas, kalau menggigit lagi,ibu pukul kamu!” lebih baik orang tua meluruskan kebiasaan anaknya melalui kedisiplinan. Sebab, kedisiplinan akan mengajarkan bagaimana bertingkah laku yang baik.
Tentang kedisiplinan, ada tiga komponen yang mesti dipenuhi, yakni aturan, komunikasi dan penguat positif atau konsekuensi. Dalam hal aturan, orang tua dapat mengatakan pada anaknya, “kamu boleh bermain, tapi tidak boleh menggigit.” Untuk menyampaikan aturan tersebut, orang tua harus mempunyai kemampuan berkomunikasi. Selanjutnya jika anak bermain dengan baik, ia perlu diberi penguat positif, misalnya pujian, pelukan, hadiah atau apa saja yang bisa memperkuat perilakunya.
Sedangkan jika anak tidak bermain dengan baik atau tetap menggigit temannya, konsekuensi pun perlu diberikan. Hanya saja konsekuensi jangan terlalu ‘kejam’. Misalnya ketika anak menggigit temannya lalu anda melarang ia bermain lagi kerumah temannya itu. Anda bisa mencoba cara lain untuk mengatasi masalah ini, yaitu dengan mencabut sementara waktu hal-hal yang disukai anak. Seperti tidak memperbolehkannya jalan-jalan naik motor bersama ayah, tidak membelikannya makanan kesukaan dan sebagainya.
Jika perilaku menggigit pada anak terjadi secara tetap dan frekuensinya cenderung meningkat, berarti anak memerlukan penanganan serius. Anak perlu dibawa ke psikolog untuk diperiksa, apakah ada kesulitan dalam berbicara, atau mungkin ada masalah dengan kemampuan mentalnya. Biasanya, anak cacat mental lebih lambat bicara dan frekuensi menggigitnya lebih tinggi. Anak kemudian akan di evaluasi kondisi psikologisnya, misalnya dilihat potensi kecerdasan dan kepribadiannya.
Tips Agar Anak Tidak Suka Menggigit
Berikut beberapa tips yang bisa dicoba agar anak tidak suka menggigit :
-ciptakan suasana nyaman
Adanya suasana nyaman akan membuat perasaan anak juga lebih nyaman dan rileks. Hal ini bisa meminimalkan timbulnya emosi negatif, sehingga anak pun tidak merasa perlu untuk menggigit.
-Jaga kondisi psikologisnya
Sejak dini orang tua perlu menjaga psikologis anak. Jika marah, hindari memarahinya dengan membentaknya atau merendahkan harga dirinya. Tegurlah perilakunya tanpa mencela dirinya. Selain itu, jika orang tua ada masalah atau marahan, sebaiknya jangan diperlihatkan dihadapan si kecil.
-Beri perhatian cukup
Kadang si kecil menggigit untuk mencari perhatian. Karena itu berilah ia perhatian yang cukup. Sesekali (kalau tidak bisa sering), luangkanlah waktu untuk menemaninya bermain. Jaga jangan sampai anak kurang perhatian, lebih-lebih setelah ia punya adik. Sebagai orang tua, sebisa mungkin berlaku adillah, khususnya dalam memberikan perhatian kepada anak-anak.
-perhatikan pola makannya
Anak harus dibiasakan makan dengan teratur, dan jaga agar jangan sampai ia kelaparan. Sebab, bisa jadi ia menggigit untuk memberitahu bahwa ia lapar. Selain itu, pola makan yang baik dan teratur juga akan sangat bermanfaat untuk menjaga kondisi kesehatannya.
-Berikan waktu istirahat yang cukup
Kondisi fisik yang lelah bisa mempengaruhi emosi anak. Karena itu ank harus dijaga jangan sampai kelelahan. Berikan waktu istirahat yang cukup untuknya. Misalnya dengan menyuruhnya tidur siang minimal 2 jam, dan tidur malam sehabis ‘Isya, jangan terlalu malam.
-Latih anak untuk berkomunikasi dan mengungkapkan emosi
Agar tidak terbiasa menggigit, anak perlu dilatih berkomunikasi dan mengungkapkan emosi sejak dini. Rajin membacakan buku cerita merupakan salah satu cara yang efektif untuk melatih anak berkomunikasi.
Itulah beberapa hal yang bisa kita lakukan agar anak tidak suka menggigit. Semoga bermanfaat
Dikutip dari : Majalah NIKAH, Rajab 1427
Bolehkah Tidak Tunduk kepada Syari'at Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam?
Seluruh nabi dan rasul sepanjang zaman memiliki sebuah agama, dengan misi dan tujuan yang sama. Meskipun berbeda masa dan bahasa, juga berbeda kondisi dan geografi, inti ajaran para nabi hanya satu yaitu mengajak manusia untuk membebaskan diri dari penyembahan kepada sesama makhluk dan hanya menyembah kepada Allah subhanahu wata’ala belaka. Itulah agama yang dijarkan oleh Allah ta’ala kepada seluruh nabi. Dan agama itu hanyalah Islam.Memang, antara Islam yang diajarkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan Islam yang diajarkan kepada nabi-nabi sebelumnya ada perbedaan. Islam kepada nabi-nabi sebelum nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Islam dalam sifat. Hal ini memungkinkan demikian, karena mereka memiliki bahasa yang berbeda-beda sedangkan Islam adalah bahasa Arab. Sedangkan islam yang dibawa oleh nabi Muhammad adalah Islam dalam makna bahasa maupun sifat.
Meskipun memiliki inti yang sama, Islam yang dibawa oleh masing-masing nabi memiliki syari’ah yang berbeda. Nabi yang datang belakangan memiliki syari’ah yang lebih sempurna dari nabi sebelumnya. Syari’ah yang diturunkan kepada nabi Musa ’alaihissalam lebih lengkap dan lebih sempurna dari pada syari’ah yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim ’alaihissalam. Syari’ah Nabi Isa ’alaihissalam lebih lengkap dan lebih sempurna dari syari’ah yang dibawa oleh nabi Musa ’alaihissalam. Dan Syari’ah Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah syari’ah terakhir, maka syari’ah ini telah lengkap dan sempurna, sehingga Allah berfirman;
Sebagai syari’ah terakhir yang telah disempurnakan oleh Allah subhanahu wata’ala, syari’ah yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menghapuskan berlakunya seluruh syari’at yang dibawa oleh para rasul as yang diutus sebelumnya. Allah ta’ala berfirman;
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berlaku untuk seluruh manusia. Dan jika di setiap umat masih ada syariat nabi-nabi terdahulu yang tersisa, maka syari’at itu dihapuskan berlakunya oleh syari’at nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga syariat yang ada sudah tidak berlaku lagi, dan yang harus diberlakukan adalah syari’at nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Apabila saat ini orang yang berkeyakinan bahwa ia bisa beribadah kepada Allah ta’ala menggunakan syari’at selain syari’at yang diturunkan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka ia telah kafir. Sebab syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah syari’at yang berlaku kepada seluruh umat manusia secara keseluruhan, baik yang berbangsa Arab maupun non-Arab, bahkan juga berlaku kepada jin.
Di sinilah letak perbedaan syariat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan syariat nabi-nabi sebelumnya. Nabi-nabi terdahulu memiliki syariat yang hanya berlaku untuk kalangan tertentu. Sehingga bisa jadi syari’at seorang nabi tidak berlaku untuk orang yang bukan ummat nabi tersebut. Sebagai contoh nabi Musa ‘alaihissalam diutus membawa sebuah syari’at, tetapi Khidlir tidak harus tunduk kepada syari’at nabi Musa ‘alaihisalam, karena Khidlir bukan ummat Nabi Musa ‘alaihisalam.
Saat ini di beberapa kalangan umat Islam saat ini ada keyakinan, bahwa Khidlir masih hidup. Lalu orang yang bisa bertemu dengan khidlir, ia boleh tidak mengikuti syri’at nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana Khidlir tidak mengikuti syari’at nabi Musa ‘alaihisalam. Keyakinan seperti ini, termasuk keyakinan yang membatalkan keislaman.
Sebagai contoh, kalau orang Islam wajib shalat lima waktu, lalu dengan mengatasnamakan ma’rifat seseorang menyatakan sudah tidak wajib lagi shalat lima waktu. Kalau islam mengharamkan khamar, ada orang yang mengatakan karena tingginya ilmu, ia bisa meminum khamar tetapi ketika khamar masuk ke dalam mulutnya akan menjadi aqua. Ini jelas sebuah alasan yang mengada-ada. Dan tampak jelas sebagai sebuah pandangan yang menyeleweng dari ajaran Islam.
Kita bisa melihat beberapa aspek untuk menunjukkan kekeliruan pandangan tersebut ;
1. Bahwa syari’at Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam bersifat umum, sedangkan syari’at nabi Musa ‘alaihisalam bersifat khusus.
2. Khidlir bukan bani Isra’il yang harus tunduk kepada Nabi Musa ‘alaihisalam, sedangkan kita termasuk ummat yang harus tunduk kepada syriat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari sini bisa dijelaskan pula bahwa ketidaktundukan Khidlir terhadap syariat nabi Musa ‘alaihisalam bukan berarti Khidlir tidak tunduk kepada syariat Allah. Khidlir tetap tunduk pada syari’at Allah, yang diberlakukan baginya, bukan yang diturunkan kepada nabi Musa ‘alaihisalam, sebab masing-masing memiliki syari’at tersendiri.
3. Khidlir memungkinkan seorang nabi, kalau bukan seorang nabi adalah umat seorang nabi yang memiliki syariat tersendiri, dan dalam saat yang sama nabi Musa adalah seorang nabi yang memiliki syariat yang lain lagi. Sementara kita bukan nabi yang memiliki syari’at, tetapi ummat nabi muhamad yang harus mengikti syari’at beliau.
Jika ada orang yang berkeyakinan bolehnya seseorang mengikuti syariat selain syariat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam, berarti ia tidak mengimani nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam dengan benar. Termasuk dalam makna iman kepada nabi Muhamad shallallahu ‘alaihi wasalam adalah iman bahwa beliau adalah penutup para nabi, dan risalah yang beliau bawa berlaku untuk semua manusia.
Selain ayat-ayat yang telah disebutkan di atas, yang menunjukkan bahwa risalah beliau untuk seluruh manusia, lebih terinci lagi hadis ini menunjukkan kewajiban menerima syari’at beliau; Sabda rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam
Umat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam sebagaimana yang ditunjukkan di dalam hadis ini maksudnya adalah ummat da’wah. Yaitu umat manusia yang harus didakwahi, baik dia akhirnya menerima seruan dakwah ataupun menolak. Maka umat da’wah yang bersedia tunduk kepada syari’at yang dibawa oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam, ia akan masuk sorga, dan ummat da’wah yang akhirnya menentang dan menyimbongkan diri ia akan masuk ke dalam neraka.
Oleh : Ustad Budi Prasetyo
Meskipun memiliki inti yang sama, Islam yang dibawa oleh masing-masing nabi memiliki syari’ah yang berbeda. Nabi yang datang belakangan memiliki syari’ah yang lebih sempurna dari nabi sebelumnya. Syari’ah yang diturunkan kepada nabi Musa ’alaihissalam lebih lengkap dan lebih sempurna dari pada syari’ah yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim ’alaihissalam. Syari’ah Nabi Isa ’alaihissalam lebih lengkap dan lebih sempurna dari syari’ah yang dibawa oleh nabi Musa ’alaihissalam. Dan Syari’ah Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah syari’ah terakhir, maka syari’ah ini telah lengkap dan sempurna, sehingga Allah berfirman;
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. (al-Maidah:3)Sebagai syari’ah terakhir yang telah disempurnakan oleh Allah subhanahu wata’ala, syari’ah yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menghapuskan berlakunya seluruh syari’at yang dibawa oleh para rasul as yang diutus sebelumnya. Allah ta’ala berfirman;
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا [الفرقان/1]
Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam, (al-Furqan;1)وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا وَكَفَى بِاللهِ شَهِيدًا [النساء/79]
Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (an-Nisa’:79)قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا [الأعراف/158].
Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, (al-A’raf:158)Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berlaku untuk seluruh manusia. Dan jika di setiap umat masih ada syariat nabi-nabi terdahulu yang tersisa, maka syari’at itu dihapuskan berlakunya oleh syari’at nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga syariat yang ada sudah tidak berlaku lagi, dan yang harus diberlakukan adalah syari’at nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Apabila saat ini orang yang berkeyakinan bahwa ia bisa beribadah kepada Allah ta’ala menggunakan syari’at selain syari’at yang diturunkan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka ia telah kafir. Sebab syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah syari’at yang berlaku kepada seluruh umat manusia secara keseluruhan, baik yang berbangsa Arab maupun non-Arab, bahkan juga berlaku kepada jin.
Di sinilah letak perbedaan syariat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan syariat nabi-nabi sebelumnya. Nabi-nabi terdahulu memiliki syariat yang hanya berlaku untuk kalangan tertentu. Sehingga bisa jadi syari’at seorang nabi tidak berlaku untuk orang yang bukan ummat nabi tersebut. Sebagai contoh nabi Musa ‘alaihissalam diutus membawa sebuah syari’at, tetapi Khidlir tidak harus tunduk kepada syari’at nabi Musa ‘alaihisalam, karena Khidlir bukan ummat Nabi Musa ‘alaihisalam.
Saat ini di beberapa kalangan umat Islam saat ini ada keyakinan, bahwa Khidlir masih hidup. Lalu orang yang bisa bertemu dengan khidlir, ia boleh tidak mengikuti syri’at nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana Khidlir tidak mengikuti syari’at nabi Musa ‘alaihisalam. Keyakinan seperti ini, termasuk keyakinan yang membatalkan keislaman.
Sebagai contoh, kalau orang Islam wajib shalat lima waktu, lalu dengan mengatasnamakan ma’rifat seseorang menyatakan sudah tidak wajib lagi shalat lima waktu. Kalau islam mengharamkan khamar, ada orang yang mengatakan karena tingginya ilmu, ia bisa meminum khamar tetapi ketika khamar masuk ke dalam mulutnya akan menjadi aqua. Ini jelas sebuah alasan yang mengada-ada. Dan tampak jelas sebagai sebuah pandangan yang menyeleweng dari ajaran Islam.
Kita bisa melihat beberapa aspek untuk menunjukkan kekeliruan pandangan tersebut ;
1. Bahwa syari’at Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam bersifat umum, sedangkan syari’at nabi Musa ‘alaihisalam bersifat khusus.
2. Khidlir bukan bani Isra’il yang harus tunduk kepada Nabi Musa ‘alaihisalam, sedangkan kita termasuk ummat yang harus tunduk kepada syriat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari sini bisa dijelaskan pula bahwa ketidaktundukan Khidlir terhadap syariat nabi Musa ‘alaihisalam bukan berarti Khidlir tidak tunduk kepada syariat Allah. Khidlir tetap tunduk pada syari’at Allah, yang diberlakukan baginya, bukan yang diturunkan kepada nabi Musa ‘alaihisalam, sebab masing-masing memiliki syari’at tersendiri.
3. Khidlir memungkinkan seorang nabi, kalau bukan seorang nabi adalah umat seorang nabi yang memiliki syariat tersendiri, dan dalam saat yang sama nabi Musa adalah seorang nabi yang memiliki syariat yang lain lagi. Sementara kita bukan nabi yang memiliki syari’at, tetapi ummat nabi muhamad yang harus mengikti syari’at beliau.
Jika ada orang yang berkeyakinan bolehnya seseorang mengikuti syariat selain syariat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam, berarti ia tidak mengimani nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam dengan benar. Termasuk dalam makna iman kepada nabi Muhamad shallallahu ‘alaihi wasalam adalah iman bahwa beliau adalah penutup para nabi, dan risalah yang beliau bawa berlaku untuk semua manusia.
Selain ayat-ayat yang telah disebutkan di atas, yang menunjukkan bahwa risalah beliau untuk seluruh manusia, lebih terinci lagi hadis ini menunjukkan kewajiban menerima syari’at beliau; Sabda rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam
وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً (رواه البخاري والنسائي وأحمد والدارمي)
Dahulu seorang Nabi diutus khusus untuk kaumnya, dan aku diutus untuk seluruh umat manusia (HR al-Bukhari, an-Nasa’i, Ahmad dan ad-Darimi)وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ (رواه مسلم وأحمد)
Demi dzat yang jiwaku ada di tanganNya, tidaklah seseorang dari ummatku mendengar tentang aku, baik yahudi maupun nashrani, kemudan ia mati dalam keadaan tidak beriman kepada pa yang akhu bawa, melainkan ia termasuk penghuni neraka. (HR Muslim dan Ahmad)Umat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam sebagaimana yang ditunjukkan di dalam hadis ini maksudnya adalah ummat da’wah. Yaitu umat manusia yang harus didakwahi, baik dia akhirnya menerima seruan dakwah ataupun menolak. Maka umat da’wah yang bersedia tunduk kepada syari’at yang dibawa oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam, ia akan masuk sorga, dan ummat da’wah yang akhirnya menentang dan menyimbongkan diri ia akan masuk ke dalam neraka.
Oleh : Ustad Budi Prasetyo
Langganan:
Postingan (Atom)