Senin, 22 November 2010

Pascaletusan, Perekonomian Warga Lereng Merapi Lumpuh

Addakwah.com. Yogyakarta. Akibat letusan Merapi, kegiatan perekonomian penduduk di Yogyakarta, khususnya di sekitar lereng Merapi, menjadi lumpuh. Pemprov DI Yogyakarta pun mengajak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memberikan bantuan melalui dana corporate social responsibility (CSR) pada pelaku usaha yang mengalami kerugian dan tutup akibat dampak letusan Merapi.

Menurut Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi DI Yogyakarta Astungkoro, sebelum terjadi letusan, pertumbuhan ekonomi di Yogyakarta cukup baik. Bahkan pertumbuhannya sekitar 4 sampai 5 persen. Pada medio September atau sebulan sebelum letusan bisa mencapai 5,02 persen.

“Tanggal 26 Oktober hingga hari ini kerugiannya besar. Ada satu koperasi peternakan terbesar rugi mencapai Rp 7,7 miliar,” ujar Astungkoro, Selasa (23/11).

Astungkoro mencontohkan, kegiatan usaha di Kabupaten Sleman kini belum bisa berjalan. Banyak kegiatan usaha di antaranya 55 koperasi yang di dalamnya terdapat koperasi ternak, simpan pinjam, dan industri agro mengalami kerugian hingga Rp 35 miliar per hari. Hal ini, sebut dia, harus segera ditangani. ''Bila tidak maka dalam satu bulan ke depan akan menjadi kerugian yang lebih besar,'' jelasnya.

Astungkoro juga mengingatkan untuk menghidupkan kegiatan ekonomi diperlukan infrastruktur yang berjalan, di antaranya irigasi, listrik, serta sanitasi yang baik. “Kegiatan ekonomi jalan, mestinya infrastruktur juga jalan, karena menjadi pendukung kegiatan perekonomian. Prinsip dan arahan gubernur serta menteri terkait adalah usaha porduksi yang dulu ada harus tumbuh kembali. Koperasi harus hidup,” ujarnya.

Maka, lanjut Astungkoro, agar proses perbaikan ekonomi berjalan lebih cepat, Pemprov DIY menggugah BUMN agar mau berpartisipasi. “Kami berharap ada bantuan dari BUMN, sehingga perusahaan bisa tetap jalan dan masyarakat juga bisa menghidupi keseharian mereka,” imbuhnya.

Pasalnya, kata Astungkoro, denyut perekonomian Yogyakarta ditopang beberapa jalur lapangan usaha. Primadonanya adalah bidang pariwisata, perdagangan, dan pertanian. Yogyakarta juga ditopang dengan industri jasa, pertanian, dan konstruksi. Seperti Kabupaten Sleman yang merupakan penyumbang pertumbuhan perekonomian, di mana terdapat sejumlah usaha industri, jasa, pengolahan, dan pertanian yang terbesar. (smb; republika.co.id)

Puluhan Ternak Korban Merapi Mati Kurang Makan

Boyolali (addakwah.com). Puluhan ekor ternak sapi dan kambing di tiga kecamatan, Cepogo, Selo, dan Musuk, di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, mati diduga akibat kekurangan makanan.

Camat Cepogo, Binasih Setyono, Senin, menjelaskan bahwa jumlah ternak yang mati di Cepogo jumlahnya mencapai 15 ekor sapi dan 23 kambing. Ternak itu kelaparan ditinggal pemiliknya mengungsi selama dua pekan.

Menurut Binasih Setyono, warga yang sudah pulang dari pengungsian terpaksa memberikan pakan rumput yang terkena abu vulkanik untuk ternak-ternaknya.

"Saya menduga matinya ternak juga diakibatkan keracunan makanan," katanya.

Camat Musuk Bony Fasio melaporkan bahwa sapi warga Musuk yang mati sembilan ekor juga karena kelaparan ditinggal pemiliknya mengungsi.

"Kami mendapat laporan beberapa ekor kambing hilang dicuri dari kandang," katanya.

Menurut dia, matinya sapi di wilayahnya hampir merata di empat desa, yakni Jenowo, Sangup, Karangkendal, dan Sukorejo.

Pihaknya terus mendapat laporan dari warga, adanya sapi mati maupun sakit, karena dampak debu vulkanik. Hal ini, diperkirakan akan bermbah.

Peternak di wilayahnya selama pascaletusan Merapi, mereka belum mendapatkan bantuan pakan konsentrat dari pemerintah. Ternak-ternak itu, baru mendapatkan bantuan air bersih untuk mempertahankan ratusan ekor sapi yang masih hidup.

Namun, pemkab dalam penyaluran bantuan air bersih untuk ternak sapi belum merata ke seluruh peternak di lereng Merapi.

Menurut dia, ternak sapi yang mati langsung dikubur oleh warga, karena mereka mengantisipasi adanya penyebaran penyakit yang ditimbulkan bangkai sapi atau kambing.

Sementara kematian hewan ternak juga terjadi di Kecamatan Selo. Sedikitnya 10 ekor sapi di Desa Jrakah dan Klakah mati.

Menurut Kepala Desa Jrakah, Selo, Tumar, matinya ternak penyebabnya kurang makan saat ditinggal pemiliknya mengungsi.

"Sapi yang mati itu, terjadi di Desa Klakah, akibat kelaparan," katanya.

Menurut Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Boyolali, Dwi Priyatmoko, pihaknya sedang melakukan pendataan terkait hewan ternak yang mati dampak bencana.

"Kami akan mendata ternak warga di lereng Merapi, sambil memeriksaan kondisi kesehatannya. Sapi yang mati pendataan jelas akan diganti oleh pemerintah," katanya. (smb; antaranews.com)

Merapi Kembali Keluarkan Awan Panas

Magelang (addakwah.com). Gunung Merapi terlihat warga sejumlah dusun terakhir barat puncak gunung berapi itu mengeluarkan awan panas cukup besar, Senin malam sekitar pukul 22.15 WIB.

"Keluar cukup besar, gunungnya juga tampak, tidak tertutup kabut," kata seorang warga Dusun Tangkil, Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jateng, Yuswadi, di Magelang, Senin malam.

Tetapi, katanya, suara gemuruh dari puncak Merapi tidak terdengar warga setempat.

Ia mengatakan, warga setempat juga mendengar sekali letusan gunung berapi di perbatasan antara Jateng dengan Daerah Istimewa Yogyakarta itu.

"Hingga saat ini (sekitar pukul 23.00 WIB, red.) belum terjadi hujan abu di sini," katanya.

Petugas pengamat Gunung Merapi di Pos Bukit Ketep, Ismail, juga menyatakan, mendapat informasi dari warga di Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, sekitar 6,5 kilometer barat puncak Merapi terkait semburan awan panas cukup besar itu.

"Mengarah ke selatan," katanya.

Puluhan warga setempat yang berjarak sekitar 6,5 kilometer barat puncak Merapi hingga sekitar pukul 23.00 WIB masih berjaga di luar rumah.

"Sekitar 50 orang laki-laki saat ini berjaga di luar rumah, mengamati situasi puncak gunung," kata seorang warga Tangkil lainnya, Gimin.

Ia mengatakan, warga tidak terlihat panik saat menyaksikan secara langsung semburan awan panas yang cukup besar itu.

Kepala Dusun Gemer, Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, sekitar enam kilometer barat puncak Merapi, Naro, juga mengatakan, warga setempat menyaksikan semburan awan panas tersebut.

"Sekitar 15 orang laki-laki malam ini berjaga di jalan dusun setempat, memperhatikan kondisi gunung," katanya.

Gunung Merapi meletus pertama selama fase 2010 pada 26 Oktober 2010, sedangkan letusan terbesar pada 5 November 2010. (smb; antaranews.com)

Pengungsi Kembali, Berbagai Problem Muncul


Magelang. Addakwah.com. Setelah radius bahaya merapi diturunkan menjadi 10 km meskipun status merapi masih awas, namun sebagian besar  pengungsi sudah mulai kembali ke kampungnya masing-masing kita lihat di wilayah Muntilan, Salam, Ngluwar, Mungkid kab Magelang posko-posko pengungsian terlihat lengang.
            Namun problem baru muncul dikalangan pengungsi mereka sudah pulang namun masalah baru mereka hadapi (ekonomi lumpuh, pertanian hancur, sembako tidak tersedia, belum lagi yang berada di sekitar aliran-aliran lahar dingin yang sewaktu-waktu bisa terkena banjir bandang) sementara belum ada bantuan nyata dari pemerintah mereka hanya mengandalkan bantuan dari LSM-LSM yang ada yang sarat dengan kepentingan.
            Proposal permohonan bantuan semakin banyak ke posko-posko independent dari warga yang pulang dari pengungsian dan juga warga yang terkena dampak erupsi gunung merapi, seperti tercatat di posko Hilal Ahmar dan FKAM. "Biasanya kita mendistribusikan ke lokasi konsentrasi pengungsi tetapi sekarang mereka mendatangi kami untuk minta  bantuan". Ungkap Syafrudin kepada Addakwah.
           Menurut bagian logistik Posko pengungsi Hilal Ahmar dan FKAM ini, pendidikan bagi anak-anak yang belum ada solusinya menambah beban fikiran mereka, kerana infrastruktur pendidikan banyak yang rusak terkena timbunan abu dan pasir gunung merapi, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulihkan kondisi pendidikan mereka. (Syaf)
 

Media Dakwah Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha