Sabtu, 26 Juni 2010

Israel Ancam Ambil Alih Gas Libanon dengan Paksa

Israel mengancam akan menggunakan kekuatan militer untuk mengambil kontrol penuh lapangan gas yang baru ditemukan di sebagian perairan Libanon di Laut Mediterania.
Menteri Infrastruktur Israel Uzi Landau menyatakan hal tersebut setelah Beirut mengumumkan bahwa sebagian dari cadangan raksasa adalah benar-benar milik Libanon dan hal itu tidak memungkinkan Tel Aviv menjarah sumber daya Libanon.
"Israel berusaha membuat kasus ini fait accompli dan berusaha dengan cepat untuk menampilkan diri sebagai emirat minyak, mengabaikan fakta bahwa, menurut peta, deposit cadangan gas itu meluas ke perairan Libanon," juru bicara parlemen Libanon Nabih Berri mengatakan, dan menambahkan bahwa Libanon harus mengambil tindakan segera untuk mempertahankan keuangan, politik, hak ekonomi dan kedaulatan negara".
Libanon juga menyerukan perusahaan pengeboran gas untuk menghormati integritas teritorial dan memperingatkan mereka karena beraktifitas dekat dengan zona ekonomi. Israel, bagaimanapun, menegaskan seluruh ladang gas itu terletak di wilayah mereka.
Cadangan gas yang baru ditemukan diperkirakan mengandung 15 triliun kubik gas - senilai 40 miliar dolar - dan mungkin memungkinkan Israel untuk mengekspor gas ke negara-negara lain di masa mendatang.(fq/prtv)

Berikan Rasa Aman Anak Sejak Lahir, untuk Mencegah Perilaku Buruk di Masa Dewasa


Oleh: Eva Fauzah, M.Psi., Psikolog
addakwah.com ----Belakangan media elektronik dan surat kabar heboh memberitakan video porno yang pelakunya diduga selebritis. Wacana mengenai pemberlakuan Undang-undang Antipornografi pun kembali ramai dibicarakan. Apakah memang dengan pemberlakuan undang-undang tersebut masalah serupa tidak akan muncul lagi? Dalam artikel teenage section yang dimuat voa-islam.com disebutkan bahwa faktor pendukung  munculnya masalah ini adalah hilangnya rasa malu karena tercerabutnya iman dalam diri. Rasa malu yang telah hilang ini tidak hanya milik individu pelaku video mesum, tapi juga telah hilang dari dalam diri masyarakat.
Ada fakta-fakta yang mencengangkan dari hasil penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, pada tahun 1980-an sekitar 5 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks pra-nikah. Berikutnya, di tahun 2000  jumlahnya meningkat menjadi 20-30 persen. Lalu bagaimana pertumbuhan angka pelaku zina di tahun 2010, di mana dengan pesatnya kemajuan teknologi, anak-anak makin mudah mengakses informasi yang tidak patut, termasuk paparan pornografi dan pornoaksi. Menurut Kak Seto, sejak beredarnya video porno, lebih dari 60 persen anak SMP sudah melakukan hubungan badan," (okezone.com, 18 Juni 2010). Jika angka ini memang akurat, tentu saja menjadi fenomena yang sangat memprihatinkan.
...sejak beredarnya video porno, lebih dari 60 persen anak SMP sudah melakukan hubungan badan. Fenomena yang sangat memprihatinkan...
Apakah kita akan membiarkan angka hubungan seks pra-nikah terus meningkat? Allah SWT berfirman:
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia” (Qs. Ar-Ra’d : 11).
Ayat tersebut mengharuskan kita untuk melakukan perbaikan nasib anak-anak kita di masa depan. Apa yang bisa kita lakukan? Sebelum menjawab pertanyaan ini, mari kita telusuri dari sisi psikologis, apa penyebab tercabutnya iman di dalam diri.
…Ahli psikologi mengemukakan bahwa rasa percaya pada anak sudah mulai terbentuk ketika anak baru lahir sampai dengan usia 1,5 tahun…
Secara terminologis (isthilahiy), kata “iman” berarti “percaya.” Ahli psikologi mengemukakan bahwa rasa percaya pada anak sudah mulai terbentuk ketika anak baru lahir sampai dengan usia 1,5 tahun. Masa usia ini adalah masa penentu apakah anak akan memiliki rasa aman (percaya) atau bahkan rasa tidak aman (tidak percaya).
Bagaimana rasa aman pada anak bisa terbentuk? Anak mencari keamanan dengan mencari kasih sayang dari lingkungan sekitarnya, jika ia mendapatkannya maka ia akan berkembang menjadi individu yang memiliki rasa percaya terhadap dirinya dan juga terhadap orang lain. Berkembangnya rasa aman dalam diri seorang anak merupakan pondasi awal terbentuknya individu yang sehat secara mental, dalam hal ini individu yang memiliki inisiatif, mampu berkarya, mampu membentuk hubungan yang sehat dengan orang lain dan juga individu yang mampu menentukan perilaku sendiri dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku
Jika rasa aman itu sangat penting, apa yang dapat dilakukan orang tua agar anak memiliki rasa aman? Sederhana saja, berikan perhatian dan kasih sayang kepada anak sejak anak lahir. Segera berikan respon ketika bayi menangis karena semua bayi bisa mengembangkan rasa percaya pada orang lain ketika memiliki ibu/pengasuh  yang merespon cepat tangisan mereka. Ketika mendapatkan respon cepat, bayi akan memiliki rasa aman dan nyaman.
Selain memberikan respon yang cepat terhadap tangisan bayi, memeluk, menyentuh, dan berbicara pada bayi adalah cara lain membentuk rasa aman. Tindakan-tindakan seperti itu, apabila dilakukan oleh orang tua terhadap bayi membuat bayi berpikir bahwa dunia adalah tempat yang menyenangkan. Tempat di mana orang lain dapat dipercaya, tempat di mana bayi mendapat bantuan ketika membutuhkannya.
Lalu apa hubungannya rasa aman dengan iman? Yang harus kita ingat, anak belajar percaya pada sesuatu yang nyata terlebih dulu, misalnya terhadap kasih sayang yang ditunjukkan orang tua. Setelah itu, baru kemudian anak percaya pada sesuatu yang abstrak, misalnya percaya akan adanya Allah, akan adanya hisab atas perilaku yang diperbuat, sehingga anak takut ketika akan melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan terutama aturan Allah.
Jika ibu terlalu lama memberikan respon atau tidak mempedulikan tanda-tanda ketidaknyamanan bayi, misalnya ibu membiarkan bayi menangis lama baru kemudian diberi susu, memberikan susu botol tidak sambil digendong, mengacuhkan bayi karena sibuk dengan pekerjaan di rumah, memarahi bayi ketika mereka menangis, maka bayi akan merasa dunia adalah tempat yang “dingin” dan “kejam,” sehingga mereka tidak memiliki rasa aman atau percaya. Maka tidak menutup kemungkinan, di masa yang akan datang ia melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan Allah karena ia tidak bisa percaya pada sesuatu yang sifatnya konkret (kasih sayang manusia), maka ia sulit percaya pada sesuatu yang sifatnya abstrak (hisab atas perilaku yang diperbuat). Ini berarti keimanannya lemah.
…memberikan rasa aman pada anak sejak lahir-1,5 tahun merupakan salah satu upaya pencegahan dini terhadap rusaknya moral anak di masa depan…
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa memberikan rasa aman pada anak sejak lahir-1,5 tahun merupakan salah satu upaya pencegahan dini yang dapat dilakukan oleh orang tua terhadap rusaknya moral anak di masa depan.
Nasib generasi di masa mendatang bisa diubah jika kita mau mengubahnya. Mulailah dengan mengubah anak kita terlebih dahulu dengan cara yang sederhana, dengan memberikan rasa aman pada anak kita semenjak lahir sehingga mereka percaya bahwa hanya dari lingkungan rumahlah ia mendapatkan kasih sayang. Bahwa ia tidak perlu mencari kasih sayang dari orang lain dengan cara-cara yang tidak wajar (melakukan hubungan seks-pranikah misalnya).
Selain itu dengan memiliki rasa aman, akan lebih memungkinkan bagi anak untuk memiliki rasa percaya atau keimanan kepada Allah, tapi tentu saja tidak terlepas dari bimbingan orang tua.  [voa-islam.com]

Tips Hidup Sehat Sesuai Sunnatullah: Makanlah Sesuai dengan Struktur Gigi


Oleh: Eva Fauzah, M.Psi., Psikolog
addakwah.com ----SEBAGAI muslim, kita seringkali tidak atau belum menjalankan hidup sesuai dengan sunnatullah, yang paling sederhana misalnya dalam hal makan. Bahkan tanpa disadari kita sering berbuat zalim terhadap diri kita sendiri, dengan tidak mengikuti aturan makan sesuai sunnatullah.
Ketika lapar, kita makan apapun dengan prinsip “yang penting terisi.” Demikian kebanyakan orang berpendapat. Ada juga yang berprinsip “yang penting makan enak” tanpa mempedulikan apa yang sebenarnya diperlukan oleh tubuh kita.
Padahal perintah menjaga makan ini telah jelas tertulis dalam Firman Allah: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (Qs. Al-Baqarah 168).
Ayat tersebut mengajarkan bahwa kita tidak hanya diperintahkan makan makanan yang halal, tapi juga kita harus makan makanan yang baik (thoyyib). Seperti apakah makanan yang baik itu?
...Kita tidak hanya diperintahkan makan makanan yang halal, tapi juga kita harus makan makanan yang baik (thoyyib)…
Cara mengetahui apa yang baik untuk kita makan sebenarnya sederhana, kita bisa memperhatikan dari struktur gigi.
Kita pelajari gigi kuda. Gigi kuda terdiri dari geraham, atas-bawah, depan dan belakang. Lalu apa yang kuda makan? Kuda makan rumput. Karena memang geraham pada dasarnya dipakai untuk mengunyah daun-daunan dan tumbuh-tumbuhan. Lalu kita bandingkan dengan gigi macan. Ternyata gigi macan terdiri dari taring semua. Dengan taring semua, apa yang macan makan? Macan makan daging.
Sekarang kita perhatikan bagaimana gigi kita. Gigi kita terdiri dari gigi seri, gigi geraham dan juga gigi taring. Berarti tubuh kita memerlukan segala macam jenis makanan baik itu sayur, buah, dan daging. Kalau kita hitung dengan saksama struktur gigi kita, jumlah gigi geraham kita ada 12 dan jumlah gigi taring ada 4. Sementara jumlah gigi geraham 3 kali lebih banyak dibandingkan gigi taring. Berarti kita harus makan sayur dan buah 3 kali lebih banyak dibandingkan kita makan daging. Itulah sunatullah.
…Jumlah gigi geraham kita lebih banyak 3 kali lipat dibandingkan gigi taring, berarti kita harus makan sayur dan buah 3 kali lebih banyak dibandingkan kita makan daging. Itulah Sunnatullah…
Selain mengetahui apa yang baik untuk kita makan, kita juga harus mengetahui waktu terbaik untuk makan. Kita kembalikan lagi ke cerita macan, yang dilakukan oleh macan setelah makan adalah tidur. Jadi sebaiknya makan protein di malam hari, sehingga kita lebih cepat tertidur. Dan ketika kita bangun esok harinya kita mendapatkan banyak energi untuk beraktivitas. Jika kita ingin makan protein di siang hari, makanlah protein nabati.
Makan sayur bisa kapan saja, hanya kita harus memperhatikan jenis sayuran. Kangkung membuat kita ngantuk, bayam membuat kuat, kacang mengakibatkan kuping bekerja dengan baik dan wortel membuat mata kita kuat.
Jika kita ingin makan buah, sebaiknya kita makan buah di pagi dan siang hari, karena buah akan langsung diubah menjadi energi sehingga kita langsung punya tenaga untuk beraktivitas. Selain itu, sebaiknya kita makan buah sebelum makan berat karena jika buah dimakan setelah makan berat, ia akan lebih lambat dicerna dan menghasilkan gas di lambung kita dan menyebabkan perut kita tidak nyaman.
…mengikuti Sunnatullah mengenai apa yang harus kita makan, merupakan hal yang mudah untuk mencapai hidup sehat secara optimal untuk beribadah kepada Allah…
Sekarang kita tahu apa makanan yang baik untuk kita makan. Dengan mengikuti Sunnatullah mengenai apa yang harus kita makan, tentu merupakan hal yang mudah bagi kita untuk mendapatkan hidup sehat secara optimal. Jika sehat, kita mempunyai banyak energi untuk beribadah kepada Allah. [voa-islam.com]
Referensi: buku “Mengapa Surga Ada Di Bawah Telapak Kaki Ibu?” dan beberapa sumber lainnya.

Adian Husaini : Penistaan Al-Quran Ala Doktor UIN Yogya


Oleh: Dr. Adian Husaini
addakwah.com ---Pada 5 November 2009, saya mendapat undangan untuk berbicara dalam sebuah seminar di kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Seminar bertema ”Islam dan Tantangan Pemikiran Global” itu diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Pesantren Modern Gontor cabang Lombok. Seminar dibuka oleh Gubernur NTB, Tuan Guru Zainul Majdi.  Turut memberikan sambutan adalah pimpinan Pondok Pesantren Gontor KH Abdullah Syukri Zarkasyi dan Tuan Guru Sofwan Hakim, ketua Forum Kerjasama Pesantren se-NTB. Seminar dihadiri sekitar 300 pimpinan dan guru-guru pesantren se- NTB.  Tim pembicara dari INSISTS dipimpin oleh Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi.
Tampaknya, bagi para ulama dan tokoh Islam di NTB, isu liberalisasi Islam sudah cukup akrab dengan mereka. Mereka mengakui, sejumlah masalah yang dibahas dalam seminar sudah terjadi juga di daerah mereka, meskipun dalam skala yang belum masif seperti di sejumlah kota di Pulau Jawa.  Salah satu masalah yang sudah mulai dilontarkan kaum liberal di NTB adalah soal ”Desakralisasi Al-Quran.”  Ada seorang tokoh yang mengaku sempat berdiskusi dengan seorang mahasiswa IAIN Mataram, yang bertanya kepadanya: ”Apakah Al-Quran itu benar-benar suci atau dianggap suci?” 
Mendengar pertanyaan itu saya menjawab dengan agak bercanda, ”Tanyakan pada si mahasiswa,  apakah dia benar-benar manusia atau dianggap manusia?”  
Dalam seminar di NTB, isu ”desakralisasi Al-Quran” memang disinggung juga oleh KH Abdullah Syukri Zarkasyi. Gubernur NTB yang juga kandidat doktor ilmu Tafsir di Universitas al-Azhar Kairo, bahkan menguraikan cukup panjang sejarah serangan kaum orientalis terhadap Islam, termasuk terhadap Al-Quran. Ia menunjukkan sejumlah contoh kesungguhan dan kesabaran para orientalis dalam menyerang Islam. ”Sehingga dalam pertarungan ini, siapa yang lebih sabar yang akan menang,” ujarnya seraya mengajak para peserta seminar untuk meningkatkan kesabaran dalam berjuang.
Proyek ”desakralisasi Al-Quran” memang termasuk  salah satu tema pokok dalam liberalisasi Islam. Mengikuti tradisi kajian Al-Quran model orientalis, sejumlah pemikir liberal tampak berusaha keras meyakinkan kaum Muslim, bahwa Al-Quran bukanlah sebuah kitab suci, tetapi kitab yang dianggap suci. Ada yang berusaha keras menulis artikel untuk membuat kaum Muslimin ragu-ragu terhadap kebenaran dan keotentikan Al-Quran.  Dia mencoba meyakinkan, bahwa Al-Quran adalah kitab biasa-biasa saja, yang juga mengandung kesalahan secara tata bahasa. Tentu saja, pekerjaan semacam ini akan sia-sia saja. Meskipun si penulis mendapatkan imbalan tertentu di dunia.
Pikiran semacam ini tampaknya cukup luas merasuki pemikiran kalangan akademisi di lingkungan Perguruan Tinggi Islam saat ini. Tentu kita masih ingat, bagaimana seorang dosen IAIN Surabaya yang pada 5 Mei 2006, menerangkan posisi Al-Quran sebagai hasil budaya manusia. Dia katakan, "Sebagai budaya, posisi Al-Quran tidak berbeda dengan rumput. Sebagai budaya, Al-Quran tidak sakral. Yang sakral adalah kalamullah secara substantif.”       
Sebuah jurnal yang diterbitkan di IAIN Semarang edisi 23 Th. XI/2003, menulis di sampul belakangnya: ”ADAKAH SEBUAH OBJEK KESUCIAN DAN KEBENARAN YANG BERLAKU UNIVERSAL? TIDAK ADA! SEKALI LAGI, TIDAK ADA! TUHAN SEKALIPUN!”   Di pengantar redaksinya juga ditegaskan: ”Dan hanya orang yang mensakralkan Qur’anlah yang berhasil terperangkap siasat bangsa Quraisy tersebut.”
Mengapa kaum liberal giat dalam mengkampanyekan tema ”desakralisasi Al-Quran”, bahwa Al-Quran bukanlah kitab suci?  Ternyata, jika kita cermati, tujuan mereka adalah ingin memberikan legitimasi terhadap masuknya berbagai metode penafsiran Al-Quran, di luar ilmu Tafsir Al-Quran. Dengan meletakkan posisi Al-Quran sebagai teks biasa, teks sastra, teks budaya, atau teks sejarah, yang sama dengan  teks-teks lain, maka dimungkinkan masuknya model pemahaman Al-Quran yang baru, seperti hermeneutika.
Di NTB itulah, saya lebih berkesempatan membaca sebuah buku berjudul Arah Baru Studi Ulum Al-Quran: Memburu Pesan Tuhan di Balik Fenomena Budaya  karya seorang dosen STAIN di Jawa Timur, yang juga doktor lulusan UIN Yogyakarta. Sebut saja inisialnya ”AW”. Tesis master dosen ini juga sudah diterbitkan menjadi sebuah buku dengan judul Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan, yang juga menolak kesucian Al-Quran. Buku Arah Baru Studi Ulum Al-Qur’an, semakin menegaskan, adanya kecenderungan dan gerakan penghancuran ulumul-Quran para ulama Islam, digantikan dengan teori-teori ilmu sosial para ilmuwan Barat.  AW  sangat getol dalam mempromosikan penggunaan hermeneutika untuk – katanya – memahami pesan Tuhan yang terperangkap dalam Mushaf Utsmani. Seperti biasa, para pengguna hermeneutika biasanya melakukan proses desekralisasi teks Al-Quran. Itu pula yang dilakukan dosen STAIN ini.  Simaklah pandangan penulis tentang Al-Quran berikut ini:
”Dalam karya ini, saya membedakan antara wahyu, al-Qur’an, dan Mushaf Usmani. Ketiganya adalah tiga nama yang kendati mengacu pada satu substansi, tetapi kadar muatan ketiganya berbeda. Wahyu sebagai pesan otentiks Tuhan masih memuat keseluruhan pesan Tuhan; al-Qur’an sebagai wujud konkret pesan Tuhan dalam bentuk bahasa Arab oral memuat kira-kira sekitar 50 persen pesan Tuhan; dan Mushaf Usmani sebagai wujud konkret pesan Tuhan dalam bentuk bahasa Arab tulis hanya memuat kira-kira tiga puluh persen pesan Tuhan. Jika selama menjadi wahyu masih memuat keseluruhan pesan Tuhan, tidak demikian halnya ketika telah menjadi Al-Quran dan Mushaf Usmani. Hal itu terjadi, bukan karena Tuhan tidak mampu menjamin keabadian pesan-Nya, melainkan karena keterbatasan Bahasa Arab yang dijadikan wadah pesan Tuhan yang tak terbatas itu.” (hal.vii). 
Saya sangat prihatin dan sekaligus kasihan membaca berbagai uraian dalam buku ini. Sebab, buku ini ditulis oleh seorang dosen agama dan doktor lulusan UIN Yogya. Selain disebarkan melalui tulisan, dosen ini tentu juga mengajarkan pemikirannya kepada para mahasiswanya. Banyak sekali kekacauan dan kerancuan pemikirannya, yang tentu saja memerlukan terapi yang sangat serius. Marilah kita lihat contoh-contoh kekacauan berpikir dosen yang dinyatakan lulus doktornya di UIN Yogya dengan predikat cum laude ini. Dia menulis sebagai berikut:
”Ketika pesan Tuhan diwadahkan ke dalam bahasa Arab itu, maka Muhammad sebagai agen tunggal Tuhan yang juga sebagai masyarakat Arab memilih lafaz dan makna tertentu yang mampu memuat dua pesan, yakni pesan Tuhan dan pesan masyarakat Arab sebagai pemilik bahasa Arab. Implikasinya, teori interpretasi yang hanya mengacu kepada fenomena kebahasaan semacam tafsir, hanya mampu menemukan pesan masyarakat Arab sebagai pemilik bahasa Arab. Sedang pesan Tuhan yang ada di dalamnya belum tersentuh sedikit pun. Oleh karena itu, diperlukan sebuah teori interpretasi lain yang dinilai mampu menemani tafsir, sehingga yang terungkap bukan hanya pesan pemilik bahasa,tetapi juga pesan Tuhan. Hermeneutika tampaknya bisa menjadi mitra tafsir guna mengungkap pesan Tuhan di balik Bahasa Arab sebagai fenomena budaya.” (hal.viii).
Sekilas saja, kita bisa menilai, bahwa kata-kata si dosen STAIN itu sebenarnya asbun (asal bunyi).  Tuduhan bahwa Ilmu Tafsir selama ini tidak mampu menangkap pesan Allah dalam Al-Quran adalah suatu bentuk pernyataan asal-asalan. Tentu kita tidak bisa menyimpulkan si dosen ini ”sakit jiwa”, sebab bisa meraih gelar doktor dari UIN Yogya dengan predikat cum laude dan bisa menulis banyak buku. Tetapi, yang jelas, selama 1400 tahun lebih, umat Islam di seluruh dunia telah memahami Al-Quran dengan menggunakan Ilmu  Tafsir dan tidak menggunakan hermeneutika. Lalu, tiba-tiba di ”zaman edan” ini  muncul ”pemikir luar biasa hebat”  dari UIN Yogya yang dengan gagah berani menyimpulkan:
 ”teori interpretasi yang hanya mengacu kepada fenomena kebahasaan semacam tafsir, hanya mampu menemukan pesan masyarakat Arab sebagai pemilik bahasa Arab. Sedang pesan Tuhan yang ada di dalamnya belum tersentuh sedikit pun.”
Karena berlagak menjadi mujtahid besar itulah maka pengguna hermeneutika -- seperti penulis buku ini -- lalu bersikap sok hebat dan merendahkan martabat, keilmuan, dan keikhlasan Khalifah Usman bin Affan serta  para ulama Islam terkemuka. Tapi, ironisnya, pada saat yang sama, kaum liberal juga sangat hormat dan bertaklid buta begitu saja kepada Mohammed Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd, Khaled Abou el-Fadl, Farid Essac, Paul Ricour, Fazlur Rahman, Hegel, dan sebagainya. 
Simaklah sejumlah ungkapan AW tentang Mushaf Usmani berikut ini:
Sejarah menunjukkan kepada kita bahwa proses pembukuan Al-Quran diwarnai campur tangan Utsman dalam posisinya sebagai khalifah, yang oleh Abu Zayd disebut sebagai ”dekrit” khalifah.” (hal. 169)... ”Maka tidak bisa disalahkan kiranya jika diasumsikan bahwa di balik keputusan khalifah Utsman tersebut mengandung adanya unsur ideologis, terutama ideologi pemilik bahasa yang dipilih menjadi bahasa Mushaf Usmani.” (hal. 170)...”Lebih-lebih, Khalifah Utsman telah menghilangkan dan menyensor bahkan memusnahkan korpus kitab-kitab individu, seperti milik Ibnu Mas’ud dan Siti Hafsah. Ini jelas berimplikasi pada pemusatan pembacaan hanya pada Mushaf Usmani. Jika boleh memberi istilah, Mushaf Usmani ini telah menjadi ”penjara” bagi pesan rahasia Tuhan. Penjara yang dimaksud di sini adalah ideologi Quraisy yang melingkupinya, dan bahkan antara Quraisy dan al-Qur’an (Mushaf Usmani) merupakan dua anak kembar yang saling bersanding dan dua cabang yang berakar sama, yang dengannya mereka mencoba menancapkan hegemoninya.” (hal. 172).

Begitulah pandangan doktor UIN Yogya yang sangat merendahkan martabat Sayyidina Utsman bin Affan dan menistakan Al-Quran. Sebenarnya, jika AW mau mengungkapkan berbagai penjelasan dalam kitab Ulumul Quran, maka dengan mudah ditemukan penjelasan seputar tindakan Khalifah Utsman r.a. yang sangat mulia dan luar biasa besar jasanya dalam kodifikasi Mushaf Al-Quran. Tapi, dia lebih percaya kepada pendapat-pendapat orientalis yang memberikan berbagai tuduhan dan sangkaan terhadap Khalifah Utsman r.a., menantu Rasulullah saw, dan termasuk salah satu sahabat yang dijamin masuk sorga oleh Rasulullah saw.
Tindakan Sayyidina Utsman itu pun sudah mendapat pesertujuan dari semua sahabat, termasuk Abdullah bin Mas’ud dan Ali bin Abi Thalib. Tidak ada seorang sahabat Nabi pun yang menentang tindakan Utsman r.a., karena memang kodifikasi Al-Quran itu bukan dilakukan untuk kepentingan politik atau kesukuan. Karena itulah, sepanjang sejarah Islam, meskipun terjadi berbagai konflik politik, tidak pernah terpikir suatu rezim untuk membuat Al-Quran baru. Betapa pun kerasnya konflik antara Ali dan Mu’awiyah, keduanya tetap menjadikan Mushaf Utsmani sebagai pedoman. Setelah Abbasiyah berkuasa, mereka juga tidak mengganti Mushaf Utsmani dengan Mushaf baru. Maka, tuduhan-tuduhan keji terhadap Sayyidina Utsman r.a. dan Mushaf Utsmani sebenarnya sangat tidak ilmiah dan hanya berlandaskan kebodohan dan kebencian.

Kajian terakhir yang menyudutkan Mushaf Usmani, misalnya datang dari seorang orientalis Kristen Jerman (berasal dari Lebanon) yang menggunakan nama samaran Christoph Luxenberg.  Sebagaimana para pendahulunya, Luxenberg juga menggugat Al-Quran sebagai “wahyu” yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw. Ia mencoba menggugurkan keyakinan kaum Muslim bahwa Al-Quran adalah “tanzil”, “suci”, bebas dari kesalahan, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran (QS 15:9). Menurut Luxenberg --  dengan melakukan kajian semantic terhadap sejumlah kata dalam Al-Quran Arab yang  diambil dari perbendaharaan bahasa Syriac -- Al Qur'an yang ada saat ini (Mushaf Utsmani) adalah salah salin (mistranscribed) dan berbeda dengan teks aslinya. Teks asli Al Qur'an, simpulnya, lebih mirip bahasa Aramaic, ketimbang Arab. Dan naskah asli itu telah dimusnahkan Khalifah Usman bin Affan. Dengan kata lain, Al-Quran yang dipegang oleh kaum Muslim saat ini, bukanlah wahyu Allah SWT, melainkan akal-akalan Utsman bin Affan r.a.

Lunxenberg – seperti banyak orientalis lainnya – mempertanyakan motivasi Utsman bin Affan melakukan kodifikasi Al-Quran. Ia menduga, teks Al-Quran yang dimusnahkan Utsman bin Affan berbeda dengan teks Mushaf Utsmani yang sekarang ini.  Tuduhan semacam ini sama sekali tidak beralasan, sebab proses kodifikasi Al-Quran di zaman Utsman bin Affan sangat terbuka kerjanya, dan Al-Quran selalu diingat oleh ratusan, ribuan – bahkan kini jutaan kaum Muslimin. Setiap kekeliruan akan selalu dikoreksi oleh kaum Muslim.

Tetapi, para orientalis memang tidak pernah berhenti untuk menyerang Al-Quran dengan berbagai cara. Ironisnya, cara-cara orientalis semacam ini sekarang dilakukan oleh beberapa akademisi dari kalangan Perguruan Tinggi Islam sendiri.  Bahkan, tuduhan-tuduhan tidak beradab terhadap Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu seperti yang dilakukan doktor UIN Yogya itu juga kemudian dialamatkan kepada Imam al-Syafii rahimahullah. Dengan menjiplak begitu saja pendapat Nasr Hamid Abu Zayd, tanpa sikap kritis sedikit pun, AW menulis: ”Al-Quran versi bahasa Quraisy inilah yang diperjuangkan oleh Imam Syafi’i sebagai wahyu Tuhan yang layak dihormati hingga pada teks tulisannya, sebagai konsekuensi logis di mana dan dalam suku apa ia dilahirkan.” (hal. 170).

Tentu sangatlah tidak beradab memberikan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar kepada seorang ulama besar seperti Imam Syafii, yang begitu besar jasanya kepada umat Islam. Apalagi memberikan tuduhan dan prasangka negatif kepada sahabat-sahabat Rasulullah saw.  Umat Islam sangat mencintai Nabi Muhammad saw, dan tentu, umat Islam juga sangat mencintai para sahabatnya dan juga pelanjut risalahnya, yaitu para ulama yang alim dan shalih. Adab seperti inilah yang seharusnya dijaga dalam dunia ilmiah di lingkungan Perguruan Tinggi Islam. Tindakan menghujat dan melecehkan Al-Quran, sahabat, dan ulama, tidak patut dilakukan oleh seorang Muslim, meskipun dengan mengatasnamakan kebebasan ilmiah dan sikap kiritis.
Apalagi, faktanya, doktor UIN Yogya ini juga sama sekali tidak bersikap kritis ketika mengutip pendapat-pendapat para orientalis dan pemikir liberal. Ia menolak pemahaman bahwa lafaz dan makna Al-Quran (Mushaf Utsmani) berasal dari Allah, sehingga bersifat sakral (suci), dan membacanya dalam bentuk tartil pun dinilai sebagai membaca wahyu Allah dan si pembaca mendapatkan pahala. Menurut sang doktor  UIN Yogya tersebut, yang sakral dari Mushaf Utsmani hanyalah maknanya, sementara lafaznya tidak sakral. 
”Namun demikian, lafadznya, sebagai wadah pesan Tuhan tetap harus dihormati. Karena itu, yang dianjurkan membaca di sini adalah dalam arti mengungkap pesan itu, bukan tartilnya. Karena pesan itu terdapat dalam bahasa yang profan, maka diperlukan alat apa saja yang secara metodologis absah digunakan dalam sebuah kajian ilmiah, termasuk hermeneutika.” (hal. 184).
Membaca pemikiran doktor cum laude dari UIN Yogya ini, tentu wajar  jika selama ini kita mempertanyakan, mengapa penggunaan hermeneutika dalam studi Al-Quran terus digalakkan di Perguruan Tinggi Islam. Tampak jelas, bagaimana pemikiran sang doktor ini dalam menistakan Al-Quran, para sahabat Nabi Muhammad saw, dan para ulama Islam yang sangat kredibel. Kita bisa melihat bagaimana tendensiusnya kajian yang mempromosikan hermeneutika sebagai metode alternatif  dalam penafsiran Al-Quran. Kajian semacam ini jauh dari sikap ilmiah yang bermutu. Maka, adalah aneh, ketika seorang guru besar di UIN Yogya, Prof. Dr. Hamim Ilyas, membuat kriteria bahwa salah satu ciri kaum fundamentalis adalah menolak penggunaan hermeneutika dalam penafsiran Al-Quran.
Mengapa muncul kegilaan pada hermeneutika dan penistaan Ilmu Tafsir pada sebagian akademisi di Perguruan Tinggi Islam?  Kita menemukan jawabannya pada artikel Dr. Syamsuddin Arif di Harian Republika (30 September 2004), yang berjudul “Kisah Intelektual Nasr Hamid Abu Zayd”:  
“Terus-terang saya tidak begitu tertarik oleh teori dan ide-idenya mengenai analisis wacana, kritik teks, apalagi hermeneutika. Sebabnya, saya melihat apa yang dia lontarkan kebanyakan -- untuk tidak mengatakan seluruhnya -- adalah gagasan-gagasan nyeleneh yang diimpor dari tradisi pemikiran dan pengalaman intelektual masyarakat Barat… Orang macam Abu Zayd ini cukup banyak. Ia jatuh ke dalam lubang rasionalisme yang digalinya sendiri. Ia seperti istri Aladdin, menukar lampu lama dengan lampu baru yang dijajakan oleh si tukang sihir.” 
Dan memang faktanya, para pengguna hermeneutika dan pengecam Tafsir Al-Quran, hingga kini tidak pernah mampu membuat satu Tafsir Al-Quran pun. Sebab, tampaknya, ”maqam” mereka baru sampai pada tahap merusak dan hanya isapan jempol belaka, jika diangggap para hermeneut ini mampu menciptakan metode Tafsir Al-Quran baru yang sanggup menandingi kehebatan Ilmu Tafsir, Ilmu Ushul Fiqih, dan sebagainya. Bahkan, tampak jelas, buku karya doktor UIN Yogya ini pun tidak menunjukkan contoh, bagaimana metode dan model Studi Al-Quran yang baru dan hebat.
Kita yakin, Al-Quran ini Kalamullah. Al-Quran adalah milik Allah. Dan pasti, Allah yang menjaganya dari berbagai upaya untuk merusaknya. Mudah-mudahan kita termasuk orang yang tahu diri!  Tidak patut burung emprit berlagak seperti burung elang.  Wallahu a’lam.  [Malang, 7 November 2009/www.hidayatullah.com]

Tokoh Liberal Siti Musdah Mulia Raih 'Women of the Year 2009'


Ridiculous, itulah ucapan yang timbul dibenak aktivis islam sejati anti liberal manakala aktivis AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan), Prof. Dr. Siti Musdah Mulia mendapatkan penghargaan sebagai "Women of the Year 2009" dari Il Premio Internazionale La Donna Dell ‘Anno (International Prize for the Woman of the Year) 2009.

Upacara penyerahan penghargaan berlangsung di Hotel Grand Billia, Saint Vincent, Aosta, Italia (27/11), dihadiri oleh sekitar 200 undangan dan wartawan. KBRI Roma diwakili oleh Wakeppri Yuwono Agus Putranto dan Staf magang Habadi.

Siti Musdah Mulia mengalahkan 2 finalis lain dari Maroko, Aiche Ech Channa dan dari Afganistan, Mary Akrami. Ketiga finalis terpilih melalui seleksi atas 36 calon dari 27 negara. Semua calon adalah tokoh gender di masing-masing negaranya.

The International Prize for the Women of the Year dibentuk tahun 1998 oleh Regional Council of Aosta Valley bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri Italia, Pemerintah Aosta Valley, dan Soroptimist International Club Valle d’Aosta. Pemberian penghargaan ini juga mendapat pengakuan dari Presiden Republik Italia.

Di Indonesia, Musdah Mulia dikenal sebagai feminis pejuang paham kesetaraan gender. Umat Islam pernah dihebohkan ketika Prof. Musdah dan tim-nya meluncurkan Counter Legal Draft (CLD) Kompilasi Hukum Islam. Banyak gagasan-gagasan menyimpang yang tercantum dalam CLD-KHI tersebut. Misalnya, ide untuk mengharamkan poligami, memberi masa iddah bagi laki-laki; menghilangkan peran wali nikah bagi mempelai wanita, dan sebagainya.
Bahkan dalam sebuah diskusi tentang masalah homo dan lesbi pada bulan Maret 2008 yang lalu Musdah mengatakan bahwa homoseksual dan homoseksualitas adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena itu dihalalkan dalam Islam.
Pernyataannya ini kemudian menuai kecaman dari berbagai pihak. Pendapatnya yang kontroversial ini juga bisa dibaca di blog pribadinya, musdahmulia.blogspot.com yang berjudul Adakah Islam Bicara Soal Homo?.
Menurut Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Dr. Adian Husaini, wanita kelahiran Bone 51 tahun silam itu memang sosok ’pemberani’.
”Musdah memang sangat berani dalam menyuarakan pendapatnya, meskipun sangat kontroversial dan mengejutkan banyak orang”, ungkap Adian dalam Catatan Akhir Pekan-nya yang ke-237.
Pemberani yang dimaksud oleh Adian adalah karena dosen UIN Jakarta itu berani mengubah-ubah hukum Islam dengan semena-mena, dengan memposisikan dirinya sebagai ’mujtahid. Karena itu tidak mengherankan jika berbagai penghargaan dapat dia raih. Sebelum penghargaan dari Italia ini, atas keberanian-keberaniannya itu pada tanggal 7 Maret 2007 silam pemerintah Amerika Serikat menganugerahinya sebuah penghargaan ”International Women of Courage Award”.
Amerika tak perlu repot-repot menghancurkan Islam, karena ternyata ada tokoh yang bekerja dari dalam untuk meruntuhkan Islam. Jika pekerjaan itu berhasil, maka dengan girangnya Amerika akan memberikan penghargaan. Di sisi lain, sang profesor menerima penghargaan itu dengan sumringah dan berbangga hati. dtk/si/shdq/rojul/voa-islam.com

Ustadz Syuhada Bahri : Dari Da'i Pedalaman ke Pucuk Pimpinan Da'i se Indonesia

Ditengah kesibukannya sebagai Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) masih menyempatkan diri menerima kedatangan tim VOA-ISLAM yang akan mewawancarainya. Kami diterima diruang kerjanya yang cukup nyaman dan besar. Diatas mejanya tersedia kue kering beraneka rasa dan minuman mineral. Kami disambut dengan ramah dan guyonan-guyonan yang meskipun serius tapi membuat suasana menjadi begitu akrab.

VOA-ISLAM : Kapan mulai berdakwah dan apa yang memotivasi ustadz untuk berdakwah ?

Syuhada : Sejak masih di PGA Pandeglang saya selalu minta tampil untuk pidato, motivasinya apa saya tidak tahu, pokoknya saya tampil. Selanjutnya saya sering diminta mengisi pengajian di kampung-kampung sekitar. Sewaktu berada di Bandung saya mulai aktif di organisasi dakwah Korps Muballigh Muda Muhammadiyah terus pindah ke Jakarta selama setahun saya menjadi guru berlanjut hingga akhirnya bergabung dengan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesa (DDII) Jakarta pada tahun 1976. Tugas pertama yang saya emban ketika bergabung dengan DDII adalah tukang nempelin foto-foto kegiatan dakwah di daerah. Yang menguntungkan saya adalah tugas ini dilakukan di kamar Bapak M. Natsir hingga lima tahun lamanya. Banyak pelajaran berharga yang saya dapatkan dari beliau. Setelah itu saya ditugaskan untuk menangani urusan dakwah di wilayah Indonesia bagian tengah yang meliputi Jawa dan Bali, dan seterusnya saya menangani seluruh wilayah di Indonesia. Sejak itu saya selalu ditugaskan ke daerah-daerah di seluruh Indonesia, tidak pernah di kota-kota besar. Hanya itu pengalaman dakwah saya.

VOA-ISLAM : Tadi ustadz katakan ada banyak pelajaran berharga yang didapat selama bersama pak Natsir, pelajaran apa yang paling berkesan ?

Syuhada : Saya pernah meminta beliau untuk mencabut tanda tangannya di Petisi 50 karena dampaknya terhadap gerakan dakwah di daerah sangat terasa. Semua da'i DDII di daerah mengalami tekanan oleh aparat pemerintah akibat keikut-sertaan beliau di Petisi 50. Namun beliau merespon permintaan saya itu dengan mengajak diskusi selama satu jam di dalam ruangan yang dikunci. Sampai akhirnya saya tidak bisa berargumentasi lagi setelah beliau menyatakan bahwa keputusannya menyertai Petisi 50 adalah hasil istikharah. Tidak mungkinlah saya membantah petunjuk Allah. Beliau senantiasa memohon petunjuk Allah dalam membuat suatu keputusan. Ini pelajaran pertama yang saya dapat dari beliau. Pelajaran kedua, ketika menghadapi masalah asas tunggal Pancasila, beliau mengakomodir semua pendapat yang muncul di kalangan keluarga besar DDII, sampai akhirnya beliau bersikap : "saya lebih memilih sikap Bilal bin Rabah tinimbang Ammar bin Yasir terhadap masalah asas tunggal Pancasila ini". Komitmen perjuangannya sangat jelas yakni tetap mengedepankan prinsip keyakinan terhadap kebenaran (Al Haq) meskipun harus menderita karenanya. Dua hal tersebut selalu menjadi tolok ukur buat diri saya apakah saya mampu bersikap seperti beliau. Pelajaran ketiga yang saya dapat dari beliau adalah tentang pola kaderisasi yang beliau jalankan. Beliau tidak ceramah panjang lebar untuk mengkader seseorang, tetapi melalui penugasan-penugasan. Kalau orang itu mampu menyelesaikan tugas dengan baik maka beliau akan memberikan tugas berikutnya. Kalau tidak mampu pada tugas yang satu, maka beliau akan memberikan tugas yang lain yang disesuaikan dengan kecenderungan orang tersebut. Beliau tahu betul kelemahan saya pada hal menulis surat karena suatu kali saya diminta beliau untuk menulis surat yang sebenarnya beliau diktekan tetapi saya tidak bisa menyelesaikannya. Tapi kalau soal mengumpulkan data atau informasi, saya adalah orang yang pertama beliau panggil untuk menjalankan tugas tersebut. Hal lainnya yang juga berkesan buat saya dan saya sangat sulit untuk mengikutinya yaitu setiap kali selesai sholat, maka akan terlihat wajah beliau cerah seperti tidak ada persoalan, padahal sebelum sholat wajah beliau kelihatan tegang kalau menghadapi persoalan yang serius. Maka ada anekdot di kalangan kawan-kawan kalau mau pinjam uang kepada beliau maka menyampaikannya setelah beliau selesai sholat. Beliau selalu memberi penghargaan yang luar biasa kepada anak-anak muda yang berhasil menjalankan tugas yang diberikannya meskipun tugas tersebut sangat sederhana. Satu hal lagi dari beliau adalah bahwa beliau sangat pandai dalam menempatkan dirinya ketika menghadapi tamu-tamunya.

VOA-ISLAM : Kalau ditugaskan ke daerah biasanya sampai berapa lama ?

Syuhada : Paling lama 10 hari, tapi sempat sampai 15 hari ketika ditugaskan ke Timor Leste. Kalau ke daerah itu artinya ke pedalaman,  pelosok-pelosok desa.

VOA-ISLAM : Biasanya tugas apa saja yang dilakukan di daerah-daerah yang dikunjungi ?

Syuhada : Biasanya 3 hal yang saya lakukan : pertama, memotivasi para da'i, kedua, memberikan pelatihan kepada para calon da'i yang selama ini dibina, ketiga, bersilaturahim dengan masyarakat setempat. Ketika mengadakan pelatihan di Sungai Lilin saat itu masa orde baru dimana militer di daerah-daerah begitu berkuasa sempat akan dibubarkan, tapi saya melawan dan tetap melaksanakan acara pelatihan itu meskipun diancam. Tapi saya minta pihak aparat untuk mengikuti secara langsung acara pelatihan tersebut.

VOA-ISLAM : Apakah ustadz aktif juga di organisasi lain ?

Syuhada : Ya ada juga tapi tidak terlalu aktif, hanya sebatas mengikuti pelatihan-pelatihan saja misalnya di HMI, PII, dan GPI. Tapi yang lebih lama saya aktif di Pemuda Muhammadiyah Bandung. Di Jakarta pun saya aktif di Muhammadiyah Tanah Abang III. Begitu saya gabung dengan DDII yang lainnya saya tinggalkan.

VOA-ISLAM :
Kapan mulai berkeluarga ?

Syuhada : Tahun 1985 saya menikah dan dikaruniai 12 anak, anak pertama dan kedua sudah selesai kuliah, yang paling kecil 2,5 tahun.

VOA-ISLAM :
Ada niat nambah lagi - anak maupun istri ? Sekarangkan lagi musim poligami...

Syuhada : Sebagai laki-laki keinginan untuk menikah lagi pasti ada, akan tetapi saya merasa belum mampu untuk berpoligami. Yang ada saja sudah cukup berat untuk ditangani.

VOA-ISLAM : Tentang Dewan Dakwah, mengapa Ustadz berani menerima peran pimpinan tertinggi dewan dakwah dimana masih ada orang tua yang juga punya pengalaman yang sama?

Syuhada : Sebenarnya kalau ditanya kepada saya sanggup atau tidak menerima tugas ini, saya akan jawab tidak sanggup. Dulu pak Natsir ketika mengkader saya tidak pernah tanya sanggup atau tidak menjalankan tugas tetapi langsung saja diberi tugas. Begitu pula saat pemilihan ketua umum DDII karena semua terutama para orang tua setuju kepada saya, maka saya menganggap ini adalah amanah tugas yang harus saya tunaikan dengan sebaik-baiknya. Terlebih saya mampu menjawab 200 pertanyaan yang dibuat oleh tim penguji, saya dianggap sangat tahu banyak soal DDII ini.

VOA-ISLAM :
Setelah terpilih sebagai Ketua Umum apakah ada masalah dengan para senior atau lainnya ?

Syuhada :
Sebenarnya sih tidak ada masalah bagi saya, tetapi mungkin jadi masalah buat orang lain. Mengapa ? karena DDII ini sejak tahun 1967 hingga 2007 pola kepemimpinannya adalah figur. Figur pak Natsir, pak Anwar Haryono, pak Ahmad Affandi, pak Cholil Badawi, bang Husin Umar,dan lain-lain adalah figur yang sangat dikenal baik ditingkat nasional maupun internasional. Mereka membangun sistem di organisasi ini, tetapi sistem ini kemudian ikut pergi bersama figur yang membuatnya karena kekuatannya pada figur tersebut. Saya menyadari betul kalau saya ini bukan figur seperti mereka. Dibilang Ketua Umum DDII saja saya miris. Menyadari hal ini maka saya mencoba untuk mengalihkan kekuatan figur kepada sistem, dan ini bukan pekerjaan mudah karena merubah sesuatu yang sudah tertanam selama 40 tahun. Saya ingin yang menggerakkan orang-orang yang terlibat di DDII ini adalah sistem bukan figur lagi. Sehingga dengan begitu setiap orang dipaksa untuk berkreasi, tidak lagi menunggu komando. Terlebih saya menyadari betul bahwa yang bersama saya saat ini adalah orang-orang yang seangkatan, yang dulu sama-sama dibina oleh pak Natsir. Saya merasa rikuh kalau teman-teman seangkatan harus saya komandoi. Jadi dengan sistem ini saya mengajak teman-teman untuk sama-sama bekerja tanpa menunggu perintah. Dulu kalau masuk atau pulang kantor tidak ada aturannya harus jam berapa karena tergantung pimpinan, tetapi kalau sekarang sistemlah yang mengatur setiap orang termasuk saya sebagai ketua umum. Kepemimpinan DDII sekarang ini adalah merupakan titik alih dari generasi tua ke generasi muda, kami adalah penyambung antara generasi binaan pak Natsir dan setelah kami adalah generasi yang tidak bersentuhan langsung dengan pak Natsir. Itulah sebabnya mengapa harus dibangun sistem supaya organisasi ini tetap berjalan terus sampai kapanpun. Dan dengan sistem ini kami mewariskan generasi berikut bukan DDII sebagai gerakan dakwah semata, tetapi sebagai gerakan ideologi yang sarat dengan nilai-nilai.

VOA-ISLAM : Apa bedanya gerakan dakwah dengan gerakan ideologi ?

Syuhada : DDII bukan semata gerakan dakwah dalam arti hanya mencetak da'i yang pinter ceramah saja, tetapi harus menjadi gerakan ideologi  dimana dakwah yang disampaikannya tidak semata-mata Islam sebagai pengetahuan tetapi juga Islam sebagai pandangan dan cara hidup. Suatu gerakan yang menanamkan kesadaran kepada ummat untuk memiliki komitmen terhadap syari'ah dalam kehidupannya. Bukan sebagai gerakan yang selalu mengikuti trend yang berlaku di masyarakat misalnya sebagai bentuk kerukunan ummat beragama maka kemudian mengadakan acara do'a bersama di Bunderan H.I dan lain sebagainya. Itu organisasi bukannya gerakan ideologi.

VOA-ISLAM :
Bagaimana mengartikan Da'wah Politik dan Politik Da'wah ?

Syuhada : Setiap muslim adalah da'i dan kalau dia mempunyai profesi maka dia bisa disebut da'i dokter, da'i insinyur, da'i politisi, dan seterusnya. Perannya sebagai da'i harus  menjadi pembimbing dirinya dalam menjalankan apapun profesinya. Tetapi kalau politisi da'i misalnya maka yang sering terjadi sang politisi sering sujud sahwi karena ke-da'iannya hilang/terlupakan ditelan oleh ke-politisiannya. 'Kan politik biasanya cenderung menghalalkan segala cara.

VOA-ISLAM :
Pada musim pemilu yang lalu DDII mengeluarkan instruksi untuk ikut pemilihan umum dengan memilih partai Islam. Dimana nilai ideologisnya ?

Syuhada : Instruksi itu dikeluarkan setelah mengikuti perkembangan dimana ada kecenderungan untuk golput begitu besar dari kalangan ummat Islam, sementara Kristen mewajibkan ummatnya untuk memilih partai mereka. Sehingga di DKI Jakarta PBB saja kalah sama PDS yang lebih muda. PDS punya 4 kursi sementara PBB 0. Kami menemukan di suatu kabupaten calon legislatif dari PDS 20 orang kesemuanya beragama Islam. Ada gerakan tersembunyi yang dilakukan oleh non Muslim untuk mendorong ummat Islam bersikap golput. Kalau ummat Islam golput maka dapat dipastikan ummat Islam tidak akan mempunyai wakil-wakil yang menyuarakan aspirasi mereka kelak. 

VOA-ISLAM :
Bukankah kemudian timbul masalah di internal DDII sendiri yakni yang pro dan kontra dengan instruksi tersebut ?

Syuhada : Ya memang akhirnya kita harus memilih untuk ikut pemilu atau tidak. Saya melihat kalau tidak ikut pemilu mudharatnya lebih besar buat ummat Islam secara keseluruhan, terlebih setelah diketahui kalau ada gerakan tersembunyi yang dilakukan oleh non Muslim yang menggiring ummat Islam untuk golput. Ada orang telepon kepada Ustadz Muzayyin untuk tidak membantu orang-orang Padang yang terkena gempa karena mereka itu diazab oleh Allah. Lalu Ustadz Muzayyin balik bertanya kalau kita tidak membantu mereka maka mereka akan dibantu oleh orang-orang Kristen dan akhirnya orang-orang Padang jadi Kristen semua, bagaimana ? Orang tersebut tidak bisa menjawab. Jadi memang dilematis tapi tetap harus memilih. Yang penting kita tidak saling menghujatlah. Silahkan saja kalau ada orang yang golput, kita akan hargai pendapat itu, tetapi tolong hargai juga pertimbangan orang yang tidak golput karena mereka melihat kemudharatan yang lebih besar. Bisa saja kita bilang sudahlah sekalian saja gak usah ikut pemilu biar kita jelas melihat siapa lawan kita. Padahal, pada kenyataannya jangankan semua posisi dikuasai mereka, satu posisi saja yang mereka kuasai sudah membuat kita tidak berdaya misalnya ketika Benny Murdani menjadi PANGAB, ummat Islam terus menerus tertindas dan kita tidak mampu melawan.

VOA-ISLAM :
Jadi, apakah orang yang golput itu salah?

Syuhada : Saya tidak bisa katakan itu salah, itukan hak dia untuk bersikap, tetapi jangan menuntut orang untuk memahami pendapatnya sementara dia tidak mau menghargai pendapat orang lain. Kalau itu yang terjadi maka akhirnya timbul saling vonis. Padahal boleh jadi itu masalah ijtihadi. Kalau itu ijtihad salahnya saja dapat satu pahala.

VOA-ISLAM : Apa tantangan dakwah hari ini ?

Syuhada : Persoalan yang paling mendesak saat ini adalah bagaimana kita mencerdaskan ummat kita ini agar mereka memahami Islam dengan benar. Kekalahan partai-partai Islam pada pemilu yang lalu mencerminkan seperti apa ummat Islam kita itu. Saya tidak bisa bayangkan apakah masih akan ada partai Islam tahun 2014 nanti. Maka oleh karena itu DDII sedang melakukan kaderisasi ulama ada yang formal dan ada yang non formal. Yang formal itu program S1, S2, dan S3, yang non formal melalui bangku pesantren saja. Syarat utama untuk non formal adalah harus hafal Qur-an dan nantinya menguasai kitab. Itu harus dilakukan secara serius karena kehancuran suatu bangsa disebabkan oleh kedzaliman penguasa dan kekufuran yang dilakukan oleh bangsa itu sendiri. Dalam surah Ibrahim : 18 dan An Nahl : 112 Allah menjelaskan kepada kita tentang hal tersebut diatas. Nah dzalimnya penguasa itu kembali kepada kualitas pemilihnya. Di kita ini ada yang lucu, memilih pemimpin haram tapi menta'ati pemimpin yang terpilih wajib hukumnya. Kalau program ini berjalan dengan baik, maka nanti kita tempatkan disetiap kabupaten ulama yang akan menjadi rujukan masyarakat kabupaten itu.

VOA-ISLAM :
Bukankah kualitas seseorang itu juga disebabkan oleh kemiskinan dan realitasnya kemiskinan di negeri ini semakin meningkat, lalu yang mana kita dahulukan mencerdaskan  atau mengatasi kemiskinannya ? Bukankah ada pernyataan Rasulullah "kemiskinan menyebabkan seseorang menjadi kufur"

Syuhada : Hadis yang tadi disebutkan itu adalah hadis dha'if. Kemudian saya sedang memikir kan kembali jangan-jangan dakwah bil haal yang dimaksudkan untuk memperbaiki kehidupan seseorang adalah upaya pembusukan terhadap dakwah itu sendiri. Kalau kita melihat pernyataan nabi Yusuf 'alaihissalam yang mengatakan "innii hafiidzun 'aliim" yang bisa diartikan "sesungguhnya saya ini amanah dan profesional". Amanah itu tidak ada sekolahannya, dia lahir dari kesadaran yang tinggi, tapi kalau profesional bisa dipelajari. Jadi kalau mau bicara perbaikan masyarakat miskin, ya perbaiki dulu kualitas orangnya, barulah setelah itu perbaikan ekonomi. Yang terjadi sekarang ini, upaya perbaikan yang dilakukan oleh LSM atau organisasi, atau lembaga apa saja yang dimulai dengan perbaikan ekonomi hasilnya iman tidak meningkat ekonomi juga tidak ada peningkatan. Kalaupun kaya tapi tidak berkah. Oleh karena itu, apapun pendekatan yang dilakukan melalui koperasi-kah, pertanian-kah, dan lain-lain, maka perbaikan aqidah harus menjadi prioritas.

VOA-ISLAM :
Tapi apa jawaban kita ketika kaum dhu'afa itu mengatakan : "kami ini lapar, anda bawa apa untuk kami makan?"

Syuhada : Ya dikombinasikanlah, kita bawa makanan dan membina rohani mereka. Kita bisa berikan contoh Bilal yang miskin tidak menjual aqidahnya walaupun lapar bahkan disiksa, dia tetap tegar dan teguh dengan keimanannya. Begitu pula Zaid bin Tsabit dengan kemiskinannya tetap beriman. Kita jangan sampai terpengaruh oleh harakatut tasykik yang sering membenturkan kita dengan realitas. Ketika DDII mengirim bantuan ke Aceh, para relawan saya nasihati supaya jangan ngajari mereka tentang Islam karena mereka sudah faham, tetapi tunjukkan saja kepada mereka amalan-amalan Islami, lama kelamaan mereka akan mengikuti juga. Misalnya ketika masuk waktu sholat azanlah lalu sholat kemudian baca Qur-an, ga' usah ajak-ajak mereka biarlah mereka sendiri yang sadar untuk melakukannya. Dua hari kemudian ada orang yang minta diajari baca Qur-an, kalau sudah ada keinginan itu, barulah dibina.

VOA-ISLAM :
Peta dakwah kita seperti apa saat ini ?

Syuhada : Peta dakwah kedepan semakin berat. Kalau zaman pak Natsir yang kita hadapi sangat jelas yaitu orang-orang Kristen, tetapi sekarang kita menghadapi orang-orang Islam yang merusak Islam. Realitas di lapangan, dakwahnya diberi kebebasan tapi diarahkan ke kanan menjadi sekuler yang oleh media dikatakan ini adalah Islam modern, kemudian ada yang digeserkan ke kiri transcedental yang menganggap semua urusan bisa selesai dengan zikir dan ini di ekspos oleh media sebagai dakwah yang sejuk. Sementara dakwah yang menanamkan ketaqwaan disebutnya teroris.

VOA-ISLAM :
Lalu bagaimana seharusnya kita berdakwah pada situasi seperti ini ?

Syuhada : Pertama, persoalan dakwah ini bukan lagi persoalan di seputar Indonesia, tapi harus kita lihat secara global. Berbagai isu yang bisa menghambat gerakan dakwah munculnya bukan dari dalam negeri, tetapi dari luar negeri dengan isu terorisme yang terus menerus dihembuskan oleh amerika. Isu ini bagai bola liar digelindingkan terus kemudian diikuti dengan stigmatisasi buruk terhadap segala hal yang berbau Islam, misalnya orang berjenggot, muslimah bercadar, aktifis rohis atau masjid, anak muda yang bercelana isbal, penjual habbatussauda, dan lain sebagainya disebut sebagai teroris atau cikal bakal teroris yang harus diwaspadai. Hal ini jelas berdampak kepada gerakan dakwah. Islam sebagai agama Rahmatan lil 'alamiin dicitrakan sebagai agama yang haus darah, menebar teror dan ketakutan ditengah masyarakat. Akhirnya da'i kesulitan menyampaikan konsep Islam yang sebenarnya karena akan di cap teroris. Terorisme yang terjadi saat ini adalah upaya musuh-musuh Islam yang ingin menjatuhkan citra Islam dan ummat Islam dan juga upaya memecah belah ummat Islam. Setidaknya itulah opini yang berkembang dikalangan ummat ISlam saat ini. Akibatnya bisa menimbulkan rasa frustasi dikalangan generasi muda ummat Islam terhadap kondisi ummat yang terus menerus terpojokkan. Semua persoalan itu akhirnya bermuara pada kebodohan ummat dalam memahami ajaran Islam. Oleh karena itu, kita harus berupaya mengajarkan Islam yang benar yang berdasarkan Al Qur-an dan As Sunnah. Mengapa demikian ? karena saat ini ada gerakan yang mengajarkan Islam berdasarkan perkembangan zaman. Gerakan ini begitu masif disuarakan melalui berbagai media utama negeri ini. Gerakan global menekan ummat Islam di seluruh dunia saat ini sangat fokus karena pelakunya tunggal. Kalau dulu ada dua kekuatan super power yang menguasai dunia saling berebut pengaruh, tapi kini cuma ada satu super power - amerika yang menguasai dunia ini, dan boleh jadi terpecahnya uni sovyet bukan karena dia kalah dalam pertarungan di pentas dunia, tetapi sengaja mengalah untuk merapatkan barisan dengan amerika dan kemudian fokus pada satu musuh yaitu ummat Islam. Oleh karena itu saya tetap fokus pada satu hal yaitu mencerdaskan ummat karena inilah pangkal segala masalah yang menyebabkan ummat selalu kalah, atau dipermainkan orang lain.

VOA-ISLAM :
Ada sebagian saudara-saudara kita yang lebih cenderung melakukan gerakan bersenjata untuk melawan amerika dan sekutunya karena mereka menganggap amerika dan sekutunya itu telah melakukan peperangan terhadap ummat Islam di seluruh dunia. Maka perlawanan terhadap mereka harus juga keseluruh dunia.

Syuhada : Boleh-boleh saja mereka berfaham seperti itu, tetapi jangan semuanya kesana, berbagi tugaslah. Yang penting tidak saling merobohkan bangunan yang sudah kita bangun. Kapan selesainya bangunan itu nanti. Kita hendaknya saling mengetahui peran kita masing-masing, dan mainkanlah peran itu dengan sebaik-baiknya, jangan saling menghina, mencaci, menuduh yang bukan-bukan terhadap saudaranya, dan sebagainya. Perang global terhadap amerika jangan sampai jadi pemicu perpecahan ummat. Kalau saya khawatir dan sekaligus curiga, amerika yang begitu canggih dalam segala hal, terlebih intelijennya mampu memainkan kondisi ummat Islam yang sudah dibacanya untuk melahirkan banyak militan muslim yang dikendalikan sesuai dengan skenarionya tanpa si muslim itu sendiri menyadarinya. Saya yakin kalau para militan itu punya niat tulus menegakkan kewibawaan Islam dan kalau mati dalam usahanya itu insya Allah dia syahid. Tapi dalam konteks perjuangan menyeluruh, apakah itu menguntungkan ummat Islam atau malah sebaliknya. Ini barangkali perlunya kita duduk dan diskusikan bersama.

VOA-ISLAM : Bukankah sudah ada forum ummat Islam tempat untuk kita bincangkan persoalan ummat ini bersama-sama, sejauh mana efektifitasnya ?

Syuhada : Yang ada itu 'kan forum bukan melaksanakan ukhuwah. Yang kita perlukan saat ini adalah bagaimana mempersaudarakan ummat Islam ini. Untuk ini kita memerlukan orang yang betul-betul disegani oleh semua fihak. Nah ini yang sekarang tidak ada. Betul dulu pak Natsir pernah punya forum ukhuwah Islamiyah, tapi sekarang figur seperti beliau yang bisa diterima semua kalangan sudah tidak ada lagi. Yang ada saat ini adalah figur-figur parsial, masing-masing sudah punya kerajaannya, dan kemudian masing-masing merasa paling bener. Oleh karena itu, bagi saya usaha yang harus kita lakukan adalah bagaimana kita memberikan pemahaman kepada ummat agar ber Islam sesuai dengan apa yang sudah diajarkan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Saya kira sejarah sudah mengajarkan kepada kita bahwa Rasulullah ketika menghadapi dua Umar yang memusuhinya tidak pernah memaki atau melaknat mereka, malah beliau berdoa agar mereka diberikan hidayah oleh Allah.

VOA-ISLAM : Terakhir, ada pesan yang ingin disampaikan kepada ummat ?

Syuhada : Ya, saya hanya ingin mengingatkan dan mengajak kita semua agar jangan pernah lelah untuk mengajak ummat ini belajar dan belajar, lalu rapatkan barisan agar musuh tidak mampu memangsa meskipun hanya satu orang diantara ummat ini. Dan jangan lalai untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan dihadapan, baik secara fisik maupun mental.

Wawancara berakhir tepat ketika azan maghrib berkumandang dari masjid Al Furqan.

(Salim Abdullah, Abu Aiys')

KH. Sulaiman Zachawerus: Gerombolan Kristen Membuat Kisruh


Setelah gagal mencoba kekuatan tempur umat Islam di Ambon Maluku dan Poso Sulawesi Tengah satu dasawarsa lalu, tampaknya para fundamentalis dan teroris Kristen tidak kapok-kapok.
Kali ini giliran mereka akan mencoba kekuatan tempur dengan menguji kesabaran umat Islam Bekasi Jawa Barat.

Terbukti pada  peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei lalu, kurang lebih 200 teroris fundamentalis Kristen berusaha menduduki Masjid kebanggan  umat Islam Bekasi, Masjid Agung Al Barkah. Dibawah pimpinan tokoh fanatik fundamentalis Kristen Bekasi, Benny Tunggul, Pasukan Salib itu sengaja membentuk formasi Pedang Salib di halaman masjid Al Barkah.

Hal itu mengisyaratkan mereka siap mengobarkan perang melawan umat Islam. Persis seperti ketika Pasukan Salib dari Eropa pada abad pertengahan lalu ketika berusaha menguasai Dunia Islam dengan terlebih dahulu menguasai Kota Suci Baitul Maqdis (Yerusallem), dimana sebelum memulai perang mereka selalu membentuk formasi Pedang Salib terlebih dahulu. 

Tampaknya kaum teroris Kristen Bekasi ingin sekali lagi menguji kekuatan umat Islam di daerah yang dulu dikenal sebagai kampung para syuhada dalam melawan pasukan kolonial Kristen Belanda tersebut. Kekuatan tempur umat Islam tentu saja sangat siap menghadapi kaum minoritas yang dikenal sangat fanatik dan agresif dalam memurtadkan umat Islam, dimana target jangka panjangnya adalah menjadikan Indonesia negara Kristen kedua di Asia setelah Filipina.

Berikut ini wawancara dengan Ketua MUI dan FKUB Kabupaten Bekasi, KH Sulaiman Zachawerus seputar Kristenisasi yang semakin gila-gilaan di Bekasi tanpa mengindahkan peraturan dan etika hubungan antar agama, serta bagaimana reaksi umat Islam dalam menghadapi bahaya pemurtadan tersebut.          

Penghinaan terhadap Masjid Agung Al Barkah dan pelecehan Al Qur’an oleh kaum Kristen (Nasrani), bagaimana reaksi umat Islam Bekasi ?
Waktu kejadian pada 2 Mei lalu, mereka mendompleng Hari Kebangkitan Nasional. Waktu itu Masjid Al Barkah dalam keadaan sepi sehingga tidak ada yang bisa menghalangi. Sebab masjid bukan seperti gereja yang selalu terkunci, masjid selalu terbuka 24 jam sehari. Kita tidak tahu apa maksud mereka menghina masjid.

Gerombolan Kristen ini dengan sengaja menciprati seorang takmir masjid dengan air yang  berarti pemberkatan. Pemberkatan berarti mengusir roh setan yang ada pada umat Islam.  Itu jelas kelakuan kurangajar, berarti umat Islam dianggap seperti setan.

Tetapi langkah gerombolan Kristen  memasuki masjid dengan membawa atribut salib dan bintang david Yahudi, jelas mempunyai maksud tertentu. Apa dia ingin menunjukkan diri sudah berani dengan mengatakan kepada kelompoknya kalau umat Islam penakut,  sehingga bisa terjadi pengertian yang bermacam macam. Jelas ini membuat kisruh di kalangan umat Islam, sehingga forum anti pemurtadan Bekasi Ahad (9/5) lalu mengadakan apel akbar, yakni menyerukan sikap umat Islam Bekasi.  Ini jelas merupakan penistaan agama.  Seharusnya aparat keamanan seperti polisi dan Pemda pro aktif menyelesaikan masalah ini, dan terhadap oknum-oknum yang bertanggung jawab harus dihukum.
Bagaimana menurut anda tanggapan Walikota Bekasi Mochtar M  setelah kejadian itu ?
Sampai sekarang Walikota masih diam saja, belum ada reaksi apa-apa. Saya sudah ketemu dengan Wakil Walikota untuk minta klarifikasi tentang masalah ini. Mengapa Wakil Walikota sebagai Ketua Badan Narkotika Kota (BNK) Bekasi kok dipakai untuk pawai alegoris.  Wakil Walikota berjanji akan melakukan somasi terhadap Benny Tunggul, orang yang dianggap mencatut nama BNK Bekasi dan dirinya dari sekelompok orang  dengan membawa nama panji-panji salib dan bintang david Yahudi. Kasus yang melibatkan sekolah Bellarminus ini harus diselesaikan secara hukum.  Karena ada penistaan agama orang lain, pelecehan Kitab Suci Al Qur’an dan ada pencatutan nama BNK dan Wakil Walikota Bekasi.

Bagaimana reaksi Kapolres Bekasi menanggapi kasus menghebohkan ini ?
Belum ada reaksi apa-apa, bahkan Kapolres AKBP Imam Sugiyanto sepertinya keberatan dengan orasi para pembicara pada Apel Akbar umat Islam Bekasi di Masjid Al Barkah (9/5) lalu. Seperti orasi Ustad Abdul Kadir Jaelani dan Ustad Abu Bakar Ba’asyir yang menganggap negara ini kafir. Juga ada kata-kata bunuh seperti yang diucapkan Ustad Abdul Kadir Jaelani sebagainya. Menurut Ustad Abu, kalau tidak mengkafirkan berarti jadi kafir, maka harus perang.

Dalam pandangan polisi, ucapan ini bisa jadi delik karena memprovokasi umat. Untung tidak terjadi apa-apa, sebab kalau terjadi bisa dikatakan telah menghasut. Saya akan bilang pada Kapolres, umat Islam mana yang agamanya dihina tidak marah. Paling ini hanya perkataan saja. Buktinya setelah Apel Akbar semua aman, tidak terjadi apa-apa. Seandainya waktu itu ada yang mengkomando serbu, saya yakin Sekolah Bellarminus sudah habis. Bellarminus adalah sekolah Kristen sejak SD, SMP hingga SMA.

Kita masih bisa mengendalikan umat. Artinya, tokoh-tokoh umat, para ulama dan pimpinan umat di Bekasi ini masih berharap adanya dialog, adanya penyelesaian secara cool, sehingga tidak menimbulkan tindakan  anarkhis. Waktu Apel Akbar itu saya diundang sebagai Ketua Forum Komuikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Bekasi. Meski persoalannya terjadi di Kota Bekasi, tetapi karena saya ikut aktif memantau berbagai perkembangan Kristenisasi di Bekasi, maka mereka juga mengundang saya pada Apel Akbar tersebut.

Sebagai kelompok minoritas, mengapa orang Kristen di Bekasi berani unjuk kekuatan terhadap umat Islam yang mayoritas ?
Apakah mereka yang berani ataukah kita yang penakut. Kalau mereka berani, tentu ada yang membeking, dimana sudah jelas bekingnya adalah tangan kekuasaan seperti Pemda. Sementara tangan keamanannya seperti Polres atau Kodim.

Ketika Pilkada tahun 2007 lalu dimana Mochtar terpilih sebagai Walikota, konon katanya andil dari pihak Kristen cukup besar untuk terpilihnya. Mungkin berupa donasi atau suara,  sehingga mochtar terpilih menjadi Walikota. Kalau  orang sudah menerima budi seperti itu, tentu saja mereka merasa bisa bertindak sebebas-bebasnya termasuk memurtadkan umat Islam Bekasi. Meski Mochtar sebagai Muslim, tampaknya tidak memiliki izzah untuk menanggani segala macam persoalan umat Islam. Persisnya bagaiman deal antara Walikota dengan pihak Kristen, sejarah nanti yang akan membuktikannya.

Makanya mereka mulai berani unjuk gigi, sepereti mengadakan bazar akbar di Galaksi, kemudian umat Islam langsung di baptis disitu. Tangan meraka dicap gereja  dan dianggap telah sepakat untuk menjadi Kristen kemudian  di babtis, sehingga menghebohkan umat Islam. Juga pembangunan berbagai gereja tanpa izin dan tanpa rekomendasi dari FKUB, Ini menunjukkan kepongahan mereka,  tanpa mengindahkan perasaan umat Islam.

Kalau saya sebagai ketua FKUB di Kabupaten Bekasi cukup tegas. Gereja bisa dibangun kalau sudah memenuhi persyaratan administratifnya dimana 90 dan 60 harus setuju. Tetapi ternyata dalam faktanya ada protes umat Islam di lapangan, maka tidak akan kami berikan rekomendasi. FKUB Kota Bekasi kelihatan lebih kondusif daripada di Kabupaten Bekasi. Persoalannya, tetapi justru menimbulkan kekisruhan.

Menurut anda,  Walikota Bekasi berpihak kepada kaum Kristen ?
Kalau ditanya dia selalu bilang tidak. Tetapi gebrakan-gebrakannya kelihatannya ya. Jadi kita susah membacanya. Walikota Bekasi berasal dari PDI Perjuangan. Kalau mengucakan salam ya fasih.

Apa memang Bekasi menjadi sasaran utama Kristenisasi di Indonesia ?
Posisi Bekasi sebagai kota penyangga Jakarta, seperi Depok dan Tangerang, sehingga sangat strategis untuk dibangun kekuatan. Ketikaa Menteri Perumahan Rakyat dijabat Cosmas Batubara, semua perumahan difasiitasi untuk orang Kristen, itu jelas ada maksudnya. Anggota DPR RI yang Kristen, sangat memperhatikan apa yang terjadi dengan kasus  pengembangan gereja illegal di Bekasi ini, Jika pembangunan gereja illegal dicegah umat Islam, maka anggota DRR dan Komnas HAM sampai turun ke lapangan.

Seperti pembangunan gereja illegal di Desa Cijalen, mereka menggunakan tanah kosong yang dibeli untuk aktifitas gereja dan diprotes umat Islam. 
Akibatnya FKUB bersama aparat keamanan mengemboknya. Kemudian mereka bikin acara gereja di jalanan. Kapolres menjaga mereka yang mengadakan kebaktian di jalanan tersebut.

Karena pemberitaan itu, akhirnya Kapolres dipanggil Komisi III DPR dan saya juga turut diundang. Anggota Komisi III menganggap ada diskriminasi dan saya jelaskan duduk persoalannya.  Umat Kristen sedang membangun citra bahwa dirinya terzalimi umat Islam. Ini jelas tidak betul ! Mereka sampai memanggil pengamat dari luar negeri. Mereka mengatakan kebebasan beragama dihalang-halangi umat Islam, sehingga aparat keamanan dan pemerintah juga terkena, seperti ikut menzalimi umat Kristen.

Padahal selama ini umat Islam tidak pernah menysuahkan umat Kristen. Sebab dalam kasus pembangunan rumah ibadah, punya peraturan sendiri. Sebab kalau dilanggar umat Kristen perlu kita pertanyakan. Dengan adanya FKUB sebagai hasil peraturan bersama antara Mendagri dan Menag, Nomor 8 Tahun 2006, justru makin membuat mereka berpeluang untuk mendirikan gereja, sebab persyaratannya begitu mudah.

Bayangkan, kalau 90 orang pengikut mereka tidak cukup dalam sebuah Kalurahan, mereka bisa mencari pada Kalurahan lain bahkan sampai Kecamatan dan Kabupaten. Kemudian didukung 60 warga yang tidak keberatan dan tidak perlu orang Kristen, sehingga persyaratannya menjadi mudah. Namun ternyata mereka tidak memenuhi syarat, dimana syarat yang begini mudahnya terasa begitu sulit bagi mereka. Memang mereka kekurangan umat tetapi terus ngotot untuk membangun gereja baru di lingkungan perkampungan Islam. 

Saya memiliki pengalaman, dimana Kristen dikenal memiliki 223 sekte dan setiap sekte meminta didirikan gereja sendiri-sendiri. Lha lahannya dimana, sebab kalau diletakkan dalam satu lahan akan terlalu panjang, tetapi kalau dibikin bertingkat maka akan terlalu tinggi. Tetapi kalau Islam masjidnya hanya satu. Siapa saja dan dari mahzab mana saja bisa sholat di masjid yang sama. Tetapi kalau Kristen gerejanya harus satu sekte dengan dia.

Bagaimana seandainya orang Kristen ngotot sehingga terjadi bentrokan dengan umat Islam Bekasi ?
Mereka pasti akan terkena batunya, sebab umat Islam itu seperti kata orang Betawi “lu jual ku borong”. Kita selama ini kan sebagai umat yang paling toleran. Di negeri yang mayoritas muslim, semua umat yang berlainan agama akan dilindungi, mereka tidak akan diapa-apakan. Berbeda dengan umat Islam di negara yang mayoritas Kristen atau lainnya, maka umat Islam akan dinista, disiksa dan dibunuh.

Kalau penistaan yang mereka tujukan kepada umat Islam Indonesia yang mayoritas dilakukan terus menerus  seperti yang kita baca di blok-blok internet dimana penistaan mereka luar biasa terhadap Islam, umat Islam sekarang sudah muak dengan segala aksi merekadan sudah habis kesabarannya, dimana ada saatnya kita sudah tidak tahan lagi. Saya sudah bilang pada aparat Kepolisian, sebagai orang tua yang masih sabar dengan umat ini, tetapi pada yang lain saya akan lepas tangan. Terbukti demo umat Islam pada Jum’at (14/5) lalu berjalan damai dan tidak anarkhis.

Sepertinya pihak Kristen Bekasi sengaja memancing supaya umat Islam bertindak anarkhis ?
Saya kira begitu. Ada skenario besar dibalik itu ! Seperti kasus mbah Priok, dan ini bisa terjadi di Bekasi. Apa motifasinya, sepertinya ada yang menutup-nutupi scenario politik yang diatas dan lebih besar lagi seperti kasus Century. Sehingga perhatian masyarakat nanti akan beralih pada kasus besar tersebut. Padahal selama ini masyarakat Bekasi rukun-rukun saja, meski di dalam terasa panas. Berbagai ruko dan perumahan digunakan sebaagi rumah ibadah tanpa izin, sehingga diprotes umat Islam namun tidak digubris. 

Kalau umat Islam Bekasi terus menerus diprovokasi, apa mungkin bisa menjadi Ambon kedua ?
Saya tidak berharap begitu, tetapi tidak mustahil bisa terjadi seperti itu. Kalau kita terus dipancing, seperti Kota Harapan Indah yang akan dibangun gereja terbesar di Indonesia Santo Albertus dan dibangun tiga patung wanita, dimana jelas mencederai Bekasi sebagai Kota Santri dan Kota Syuhada. 
Dimana pada waktu itu para pejuang Islam Hizbullah yang diimpin KH Noer Ali sama bertempur melawan tentara Kristen Belanda dan berhasil mengusirnya dari Bekasi. Banyak pejuang Hizbullah yang mati syahid di Bekasi ini. Sekarang kota ini dinista kaum Kristen dengan patung perempuan setengah telanjang dan dibangun gereja diberbagai tempat yang mayoritas beragama Islam. 

Padahal di dekat Kota Harapan Indah terdapat Pondok Pesantren At Taqwa, kalau di Jawa itu termasuk daerah Kauman. Tetapi dengan bangga mereka akan membangun gereja terbesar di Indonesia yang diprotes umat Islam. Tetapi selama ini protes umat Islam tidak pernah digubris, padahal latar belakang perijinan pembangunan gereja itu muncul dengan cara penipuan terhadap umat Islam setempat. Katanya tanda tangan buat blangko kerja, tetapi kemudian mereka sama di baptis. Lama kelamaan mereja jadikan ijin pembangunan gereja dan diajukan ke Walikota, dimana mereka berdalih telah disetujui umat Islam. Ini merupakan penipuan terhadap umat Islam dan tindakan tidak fair. 

Bagaimana sebaiknya sikap umat Islam Bekasi dalam menghadapi provokasi kaum Kristen ini ?

Kita akan selalu menempuh jalan musyawarah. Kita akan undang Pemda dan aparat keamanan untuk menertibkan tindakan yang tergolog pada pencemaran agama ini, seperti kasus Masjid Al Barkah. Berbagai gereja illegal supaya mengajukan permohonan agar menjadi legal dan sesuai dengan persyaratan yang ditempuh dan jangan sampai curang sesuai dengan UU dan peraturan yang berlaku.

Jangan sampai memancing umat Islam pada tindakan anarkhis. Sebab kalau sampai terjadi sekali lagi, maka itu sudah tidak terelakkan lagi. Sebab umat Islam sudah terlalu banyak menahan sabar. Kalau sampai meletus akan menjadi bom waktu, bisa menjadi Maluku atau Ambon kedua di Bekasi.

Saya sebagai orang yang dituakan umat Islam Bekasi, berusaha mendekati pihak Pemda dan aparat keamanan untuk diwaspadai. Aparat Kepolisian harus pro aktif untuk menyelesaikan secara hukum dan menindak orang-orang yang bertanggungjawab menodai Masjid Al Barkah. Sementara itu berbagai pembangunan gereja illegal harus dihentikan terlebih dulu.
Para pencemar Masjid Al Barkah harus dihukum dengan setimpal. Sebab kalau dibiarkan, maka umat Islam yang akan menghukumnya. Sekarang umat Islam masih bisa menahan diri, tetapi kalau saatnya sudah tidak bisa menahan diri bagaimana, itulah yang dikhawatirkan. Kita selalu mencari solusi terbaik.  (Abdul Halim/suara islam)
***

Pejuang Islam dari Maluku Utara
Nama KH Sulaiman Zachawerus sudah tidak asing lagi bagi kalangan aktifis Islam di Kota dan Kabupaten Bekasi. Sebagai Ketua Garda Umat Islam Kota Bekasi (GAMIS), Ustad Sulaiman berperan sangat aktif dalam membentung upaya Kristenisasi dan pemurtadan umat Islam Bekasi.

Meski lahir di Jakarta pada 25 April 1948, namun kedua orang tuanya asli dari Ternate-Halmahera  Maluku Utara. Maka tidaklah mengherankan jika bapak 10 anak dan suami dari 2 istri ini sangat bersemangat membela eksistensi umat Islam di Ternate dan Halmahera sebagai asal kampung halamannya dan umat Islam di Bekasi sebagai daerah tempat tinggal sekarang ini. Segala potensinya dikerahkan demi kejayaan Islam di Indonesia dan selalu siap jiwa raga dalam menghadapi setiap rongrongan eksistensi umat Islam di Indoensia. (Lim)
 

Media Dakwah Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha