Rabu, 02 Juni 2010

Pembantaian Aktivis Flotilla, Refleksi Rasa Takut Israel?

TEL AVIV (addakwah.com) - Beralih ke kekerasan adalah ekspresi dari rasa takut. Penyebaran tentara Israel kemarin yang menyerbu dan menembaki kapal bantuan Freedom Flotilla yang dalam perjalanan ke Gaza, menewaskan sedikitnya 10 warga sipil dan melukai puluhan lainnya, tidak akan menguntungkan Israel atau mengobati kecemasan eksistensialnya.
Sebagai seorang psikiater dan penduduk Gaza, saya mengerti menggunakan kekerasan terhadap warga sipil adalah refleks oleh Israel sebagai gejala dari patologi struktural.  Penggunaan kekuatan maksimum oleh Israel meruapakan suatu bentuk intimidasi. Tapi ini adalah pilihan mereka yang lemah. Hal ini sangat mungkin bahwa melalui tindakan-tindakan Israel, mereka mengetatkan tali mereka sendiri.
Lebih dari satu dekade lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menerbitkan buku yang membela hak Israel untuk mendapat “tempat di bawah matahari”. Tapi itu adalah keinginan rasis untuk menciptakan “suatu bangsa di atas bangsa-bangsa lain” itu adalah keinginan ekstrimis Zionis.
Dalam konteks ini, perdamaian adalah laknat, pengepungan dan perang terhadap Gaza adalah sah dan dibenarkan; Israel akan menggunakan setiap cara yang memungkinkan untuk menghindari pencapaian perjanjian perdamaian dengan Palestina. Memang, Israel berjalan cepat untuk menjadi sebuah negara apartheid.
Karena blokade Israel di Gaza, tingkat pengangguran di jalur itu sudah hampir mencapai 50 persen. Bank Dunia menyatakan bahwa 90 persen dari air di Gaza tidak cocok untuk konsumsi manusia, 80 persen populasi hidup dengan penghasilan kurang dari satu dollar sehari, dan 70 persen tergantung pada yayasan amal untuk persediaan makanan.
Kekurangan gizi kronis mempengaruhi 15 persen dari anak-anak Gaza dan konsekuensi serius bagi kognisidan pertumbuhan  mereka akan dirasakan selama bertahun-tahun yang akan datang.
Kapal yang diserang tentara Israel membawa makanan, obat-obatan, dan bahan-bahan untuk membangun rumah prefabrikasi bagi rakyat Gaza. Para aktivis Freedom Flotilla merupakan upaya baru untuk memecahkan blokade Israel yang dikutuk oleh komunitas hak asasi manusia di seluruh dunia.
Mantan presiden AS Jimmy Carter menyebut blokade itu sebagai serangan terhadap peradaban. Hakim Richard Goldstone telah menyebut itu sebagai tindakan kejahatan Israel terhadap kemanusiaan. Terlalu banyak suara, termasuk banyak orang Yahudi, telah menyerukan kepada Israel untuk mengakhiri pengepungan kejam ini.
Satu setengah juta Palestina masih menjadi tahanan dari penjara terbuka terbesar di dunia sejak pengepungan Israel di Gaza dimulai pada bulan Desember 2008. Kemudian, tentara Israel menghancurkan 15.000 rumah, merusak pabrik dan departemen, dan menjatuhkan menara Masjid. Bahkan Sekolah Amerika di Gaza, sebuah bangunan luas, benar-benar hancur dan Israel membom sekolah yang dijalankan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Israel menggunakan senjata ilegal melawan rakyat Gaza selama perang ini, menewaskan ratusan orang dan melukai ribuan warga sipil termasuk anak-anak.
Serangan terhadap armada kebebasan hanyalah salah satu tindakan kekerasan terbaru Israel. Sekarang ada pembangkangan di jalan-jalan Gaza dari orang-orang yang menuntut dunia untuk memaksa Israel untuk menghormati mereka sebagai manusia.
Untuk Palestina, ini adalah saatnya bagi kita untuk bersatu kembali. Sangat diragukan jika faksi Palestina akan bangkit dalam kesempatan ini dan mengakhiri perselisihan internal mereka sementara aliansi politik mereka mendikte sebaliknya.
Juga diragukan bahwa banyak rezim-rezim Arab akan mendengarkan panggilan dari orang-orang di Gaza, karena mereka tidak independen dari tekanan politik dan ekonomi eksternal.
Namun pembunuhan massal orang-orang di atas Freedom Flotilla telah menarik kecaman di seluruh dunia dengan laporan kritis dari PBB dan dari ibukota negara-negara Eropa. Tindakan Israel dapat memperkuat panggilan untuk memboikot produk-produknya. Hal ini bisa menjadi titik balik dalam perjuangan untuk mengakhiri pengepungan dan pendudukan Israel.
Opini ini ditulis oleh Dr Eyad Sirraj,  presiden dari Program Kesehatan Mental Gaza dan pendiri dari Kampanye Internasional untuk Akhiri Pengepungan Gaza. Artikel ini muncul di The National Abu Dhabi. (iw/meol) www.suaramedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Media Dakwah Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha