Istilah Inlander ini pertama kali saya tahu dari pernyataan dosen di kampus yang kurang lebih maknanya adalah pribumi. Ternyata istilah ini merupakan ejekan bagi orang Indonesia yang dipakai oleh penjajah Belanda yang sedang menjajah saat itu. Kedatangan Obama dengan segala penghormatan berlebihan dan reaksi masyarakat yang juga lebay (berlebihan) menyanjung, mengingatkan saya akan istilah ini lagi.
Mulai dari presidennya yang menggunakan sapaan yang mulia kepada Obama. Mulia dari segi apanya? Sudah jelas orang ini memimpin sebuah Negara yang hampir semua kebijakan politiknya berlumuran darah kaum muslimin. Sudah jelas pula di pidato pelantikannya setelah disumpah jadi presiden Amrik, Obama malah mengancam kaum muslimin yang tidak mau nurut dengan perintahnya. Dan masih banyak lagi dosa Obama dan para sekutunya yang lain baik secara kemanusiaan apalagi di depan Allah. Lalu sapaan mulia yang mana yang dimaksud oleh Presiden SBY?
Itu sikap pemimpinnya. Sikap banyak orang lainnya yang mengaku intelektual Indonesia juga sebelas dua belas alias sama saja. Beberapa di antara mereka juga sering disebut sebagai kyai dan ulama. Tapi sayangnya, sikap inlander mereka di depan Obama sangat bertolak belakang dengan sikap seorang muslim yang seharusnya penuh dengan izzah atau harga diri. Bahkan ada juga yang mengemis-ngemis meminta bantuan bagi sumbangan pembangunan masjid. Na'udzhubillah.
....Masuknya Obama ke masjid saja sudah sangat melukai hati kaum muslimin. Apalagi diperparah dengan menghinakan diri dengan mengemis sumbangan. Obama pun memanfaatkan kesempatan ini dengan berusaha memasukkan ‘akidah’nya.....
Masuknya Obama ke masjid saja sudah sangat melukai hati kaum muslimin. Apalagi diperparah dengan menghinakan diri dengan mengemis sumbangan. Obama pun memanfaatkan kesempatan ini dengan berusaha memasukkan ‘akidah’nya ketika ia menyatakan bahwa semua manusia di dunia adalah ‘sons of God’ atau anak tuhan. Dan menyedihkan sekali ketika para pejabat, ulama serta kyai yang mendengar hal itu diam saja seolah membenarkan. Miris melihat betapa umat Islam begitu tak bernyali di hadapan Obama, pemimpin Negara penjajah.
Sambutan yang megah dan meriah, personel yang berjumlah belasan ribu, milyaran rupiah yang melayang sia-sia demi Obama, sungguh sangat mengokohkan mental inlander pada diri mayoritas bangsa ini. Di saat yang sama, di tempat yang berbeda, puluhan ribu rakyat yang berada di pengungsian masih banyak yang kelaparan dan belum menerima bala bantuan. Satu demi satu mereka mati karena lambannya pemerintah menyikapi. Tapi bila urusan menyambut tuan penjajah, pemerintah beserta segenap manusia-manusia penjilat dengan beragam profesinya, saling berebut untuk bisa sekadar bersalaman dengan sang majikan. Menyedihkan.
Di tengah kondisi memprihatinkan atas mental mayoritas bangsa ini, masih ada beberapa gelintir rakyat Indonesia yang mempunyai harga diri meskipun dengan tenaga semampunya untuk menolak Obama. Mereka menentang arus mayoritas yang berbondong-bondong berlindung di ketiak penjajah. Penentang arus inilah yang insya Allah akan membawa perubahan mendasar bagi negeri ini.
....untuk kamu semua wahai pemuda, ketika tersaji dua fakta di depan mata, menjadi penjilat atau pejuang, saatnya kamu menentukan pilihan. Dan semua itu mengandung konsekuensi di hadapan-Nya....
Dan untuk kamu semua wahai pemuda, ketika tersaji dua fakta di depan mata, menjadi penjilat atau pejuang, saatnya kamu menentukan pilihan. Dan semua itu mengandung konsekuensi di hadapan-Nya. Seorang muslim tidak pernah ada opsi pilihan menjadi penjilat apalagi bermental inlander yang tak mempunyai harga diri. So, jangan pernah salah memilih! [riafariana]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar