Jumat, 28 Mei 2010


Berbohong tak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi juga anak-anak yang belum mengerti arti kejujuran. Ketika anak mulai tidak jujur, segera kenali, sikapi, dan jangan biarkan itu terjadi berkelanjutan.

Menurut Konselor dan Kepala Lembaga Pelayanan Psikologi dari Universitas Krida Wacana (LPP UKRIDA) Clara Moningka, berbohong atau mengatakan informasi tidak benar adalah sesuatu yang dipelajari oleh anak-anak. ”Alasan mereka berbohong banyak sekali. Bisa saja, misalnya, karena anak tidak mau kena marah atau mendapat kesan bahwa ia nakal,” tutur psikolog yang acap menjadi dosen tetap di fakultas Psikologi UKRIDA Jakarta itu.


Clara menuturkan, umumnya keluarga atau lingkungan sekitar berharap sesuatu yang ideal dari anak. Di mana mereka harus menjadi anak yang baik atau anak yang hebat.

”Mereka tahu dengan begitu akan mendapatkan reward. Dan jadilah mereka berbohong. Entah supaya tidak ketahuan salah, dianggap baik, menghindari hukuman, atau malah untuk mendapatkan sesuatu,” papar Piskolog lulusan fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma, Jakarta ini.

Pada anak yang lebih besar, berbohong bisa bertujuan agar mereka lebih populer dibanding dengan orang lain. Atau untuk meningkatkan harga diri. Misalnya berbohong tentang apa yang ia miliki, seperti mobil atau benda lain yang bisa dibanggakan. Mulai pekerjaan orang tua, kekayaan, dan lainnya. ”Tetapi ada juga anak yang berbohong sebagai ungkapan pemberontakan terhadap otoritas orang tua.
Mereka beranggapan bahwa orang tua tidak harus tahu sepenuhnya tentang diri mereka,” ungkapnya.

Bahkan, bisa diketahui juga anak-anak yang berkata bohong karena mereka belajar dari orang tua mereka. Mereka mendengar orang tua sering kali berbohong, dan perbuatan itu lantas ditiru.

Dijelaskan Clara, di masa-masa pra sekolah, anak juga sudah bisa berbohong. Mungkin bukan bohong yang sebenarnya. Misalnya mengarang cerita, atau menambah cerita walau kadang mereka tidak paham sepenuhnya akan isi cerita.

”Biasanya penambahan cerita yang dikatakan bohong oleh mereka berisi khayalan, atau harapan mereka. Mereka masih sulit membedakan antara khayalan dan realita. Sering kali mereka tidak menyadari bahwa hal tersebut kebohongan,” paparnya.

Dari hal tersebut, maka yang harus segera dilakukan adalah mengenali anak yang berkata bohong. Anak berbohong bisa tampak dari ekspresi wajah. Umumnya mereka cenderung cemas atau tidak santai. Hal lain bisa ditunjukkan dari jelas atau tidaknya pernyataan mereka. Apakah ceritanya konsisten, atau malah berputar-berputar tidak keruan.

”Anak yang berbohong juga cenderung tidak spontan. Berbicara terbata-bata, atau seperti sudah diatur. Mereka juga cenderung menghindari kontak mata, karena takut ketahuan, ”ungkapnya.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Psikolog Keluarga Roslina Verauli bahwa anak yang berkata bohong sangat terlihat dari bahasa tubuhnya. Dimulai dari mata yang tidak berani memandang langsung lawan bicara, merubah nada suara menjadi tinggi atau rendah, juga dengan suara yang menjadi terbata-bata.

”Perkataan mereka mungkin bisa berbeda, tetapi bahasa tubuh mereka tidak bisa dibohongi,” tandas Psikolog lulusan Universitas Indonesia ini.

Adapun ciri-ciri anak berbohong juga bisa dilihat dari bahasa tubuh yang lain seperti mengumpatkan tangan atau meletakkan tangan di belakang. Juga, dengan menutup mulut secara spontan saat berbicara.

Bisa pula ditandai dengan menggaruk-garuk ujung hidung. Sebuah penelitian mengungkap berbohong menyebabkan jaringan sel di daerah hidung membesar dan menyebabkan hidung menjadi gatal.

Ciri lainnya yaitu lirikan mata. ”Anak yang berbohong, akan melakukan lirikan mata ke sebelah kanan.
Lirikan mata ini bisa dijadikan tanda bahwa seseorang sedang mengarang,” jelas Psikolog yang masih terhitung sebagai staff pengajar di Universitas Tarumanagara ini.

Roslina menegaskan, ketika anak berbohong, berarti ada sesuatu yang terjadi pada mereka. Maka, yang harus dilakukan adalah dengan mengasihani mereka, bukan malah memarahi. Lalu, segera cari tahu apa penyebab mereka berbohong dengan menjalin komunikasi yang baik.

”Jika didiamkan nanti tingkat kebohongan anak akan meningkat. Ini bisa menjadi problem bagi orang tua di masa depan,” tandas Psikolog yang berpraktek di Rumah Sakit Puri Indah ini.

Cara menyampaikan berkata bohong tidak baik, sebaiknya diawali dengan memahami anak. Apa yang anak inginkan, lalu kemudian komunikasikan dengan baik. Katakan pada anak bahwa bohong adalah perbuatan tidak baik, dan jangan pernah memarahi dan mencap anak sebagai pembohong jika anak tertangkap berbohong.

”Janganlah menjadi orangtua yang galak, terutama saat anak dalam masa pertumbuhan. Banyak dampak negatif yang bisa ditimbulkan apabila orangtua galak terhadap anak. Misalnya anak menjadi tidak terbuka terhadap orangtua,” ungkapnya.

Ia juga menegaskan bahwa tidak benar apabila ada istilah anak kecil memiliki bakat berbohong. Karena anak-anak berbeda dengan orang dewasa yang sudah bisa merancang kebohongan. Sikapi anak dengan bijak apabila mereka berbohong.

Allah SWT berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa-apa yang kamu tidak perbuat? Amat besar kemurkaan Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan. (QS Ash Shaff : 2-3 )

Rasulullah Saw bersabda :
Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat duduknya dari tempatku di hari kiamat, ialah orang yang paling baik akhlaknya dan orang yang paling aku benci dan paling jauh tempat duduknya dari tempatku di hari kiamat, ialah orang yang cerewet, suka membual dan omong besar. (HR Tirmidzi )

Abdul Malik Bin Marwan berpesan kepada pendidik anaknya :
“Ajarilah dia berkata jujur sebagaimana engkau mengajarinya al qur’an. Bimbinglah ia menuju akhlak yang terpuji dan indah. Ajaklah ia duduk bersama orang-orang besar, terhormat dan memiliki ilmu pengetahuan. Jangan biarkan ia dekat dengan orang-orang rendahan, tidak berbudi dan tidak berilmu, sebab perangai mereka cukup membahayakan. Hormati ia di tempat ramai. Caci dan marahi ia ditempat sepi. Jika ia berbohong, maka pukullah, sebab kebohongan akan menggiring dia pada kejahatan. Sedangkan kejahatan akan menjerumuskannya pada api neraka“.

Anak usia dibawah 5 tahun pada umumnya belum mengerti apa makna “bohong“, karena pengetahuan dan informasi yang mereka terima masih sangat sedikit. Tapi setidaknya, bohong pada anak dapat dikategorikan dalam dua hal, yaitu bohong yang dapat merugikan dan bohong yang terpaksa dilakukan dengan maksud yang baik.

Umumnya anak berbohong karena beberapa faktor :
1. Faktor Imajinasi
Setiap anak mempunyai pribadi yang berbeda-beda, begitu juga dalam soal minat dan harapan. Keadaan yang berbeda ini menyebabkan seorang anak sering berangan-angan tentang keinginannya yang belum terpenuhi. Dari angan-angan tersebut bisa menyebabkan anak akhirnya ber-fantasi. Dan, bisa jadi fantasi itu berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya.

Tidak heran jika seorang anak menceritakan pengalamannya keliling hutan dengan menunggangi harimau. Fantasi ini bisa jadi muncul karena keinginan anak untuk melihat harimau, atau dari dongeng yang pernah ia dengar tentang “Harimau si Raja Hutan“.

Sebagai orang tua, ketika melihat anaknya sudah mulai berimajinasi secara berlebihan dan tidak masuk akal tentang cerita tadi, harus tanggap untuk segera menjelaskan hal yang sebenarnya atau mengajaknya untuk melihat secara langsung.

Tidak semua kebohongan pada anak masuk pada kebohongan yang fatal. Pada dasarnya, anak-anak belum bisa membedakan antara bohong dengan imajinasi. Maka peran orang tua lah yang harus secara bertahap menjelaskan hal ini sesuai dengan tahapan usia anak.

2. Konflik Diri
Keadaan yang sangat mendesak terkadang menyebabkan seorang anak mencari alasan atau jawaban untuk menyelamatkan diri dari kondisi yang tidak menyenangkan. Seperti pada kasus anak yang dihukum oleh gurunya karena tidak mengerjakan PR dan sering dimarahi orang tuanya, maka ketika ia mendapat hukuman dari gurunya, ia akan menceritakan kepada orang tuanya bahwa hari itu ia justru mendapat hadiah yang sangat menyenangkan. Atau, kisah piring pecah, saat ia melihat mata orang tuanya membulat, mungkin ia akan mengatakan piringnya direbut hantu.

3. Meniru
Tidak dapat dipungkiri, anak akan meniru perilaku orang dewasa disekitarnya. Jika orang tua memberikan alasan dan mengatakan sesuatu yang bersifat bohong utuk menghindari suatu kegiatan didepan anaknya, maka berarti secara tidak sadar orang tua telah memberikan contoh yang buruk kepadanya.

Seorang ibu yang enggan membuka pintu ketika ada tamu dan menyuruh supaya anaknya mengatakan “ibunya sedang pergi” kepada tamunya, maka suatu saat anak itu akan meniru sikap ibunya tadi.

4. Menghilangkan kejenuhan & mendapatkan perhatian
Jika seorang anak sedang jenuh dan tidak tenang karena tidak ada sesuatu yang bisa ia lakukan, maka ia akan merangkai cerita yang seru untuk menghibur temannya.

Seperti kisah seorang anak petani yang kesepian, suatu hari ia mendapat ide dan berteriaklah dia “ tolong … tolong .. ada serigala", maka serentak para petani menghampirinya. Ketika dihampiri, anak itu tersenyum dan berkata : "kaciaan deh lu..ketipu deh". Bubarlah para petani itu dan kembali pada pekerjaannya masing-masing. Esok harinya, anak ini mengulangi perbuatannya dan untuk kedua kalinya para petani pun KDL. Dihari berikutnya, anak itu mengulangi perbuatannya lagi. Tapi sayang, para petani sudah tidak mempercayainya. Dan, sangat disayangkan pula karena serigala itu benar-benar ada dan memangsa anak kecil tersebut.

Apapun juga, berbohong adalah perbuatan yang dibenci Allah. Tidak ada seorang pun yang suka dibohongi. Islam mengajarkan kita untuk menghindari sifat bohong karena akan merusak hubungan sosial dan merugikan diri sendiri.

Rasulullah saw bersabda :
“Hendaklah kalian menjauhi sifat bohong, karena bohong akan menggiring orang pada kejahatan dan sesungguhnya kejahatan akan menjerumuskannya kedalam neraka. Dan orang yang selalu berbohong Allah akan menetapkannya sebagai“ kadz-dzaban (pembohong) (HR Bukhari).

Nah, berikut tips yang bisa kita gunakan untuk mengatasi anak yang suka berbohong :

1. Komunikasi
Komunikasi yang terjalin dengan baik antara orang tua dan anak akan mempersempit peluang seorang anak untuk berbohong. Buatlah nuansa keterbukaan yang baik dengan anak-anak kita. Termasuk juga meng-komunikasi-kan apa itu bohong, apa akibat dari bohong dan lain-lain.

2. Jadilah Teladan
Anak adalah cermin diri kita, anak bisa meniru perilaku orang tua dengan ketepatan yang luar biasa. Oleh karena itu, jadilah teladan yang baik. Jujurlah dihadapan anak dan terutama dihadapan Allah SWT.

3. Jangan Menuduh Dulu!
Setiap orang butuh diberi kepercayaan, begitu pula dengan anak-anak. Berikan kepercayaan padanya. Dahulukanlah husnudzan (baik sangka). Dengarkan alasan yang dia kemukakan, dan tanamkanlah kuat-kuat rasa percaya dalam hati kita kepada anak-anak kita.

4. Hindari hukuman yang terlalu keras dan sering
Hukuman yang dirasakan berat dan sering oleh anak-anak akan membuat dia kreatif untuk mencari “cara selamat“, meski harus membohongi orang tuanya

Anak kecil seharusnya selalu berkata jujur, mungkin demikian pikir Anda. Lalu mengapa si kecil sudah pintar berbohong?
Penyebabnya, boleh jadi anak ingin sesuatu yang hanya dapat diperolehnya dengan berbohong. Misalnya, anak mengaku sudah mengerjakan pekerjaan rumah karena ingin segera menonton TV. Penyebab lainnya, bisa karena ia ingin melindungi diri dari hukuman seperti tak mengaku mencubit adiknya karena takut dihukum. Perilaku orangtua yang suka berbohong pun bisa ditiru anak. Sering kan, secara tidak sadar orangtua berbohong di hadapan anak.
Lantas, apa solusinya?
1. Segera luruskan dan jangan beri kesempatan anak berbohong lagi. Tanamkan secara konsisten bahwa berbohong adalah perilaku yang harus dihindarkan karena akan merugikan dirinya maupun orang lain. Ia bisa tak dipercaya lagi oleh temannya, temannya tak mau bermain bersama, dan lainnya. Dengan begitu, anak tahu kenapa berbohong tak boleh dilakukan.
2. Kita boleh memberi hukuman bila anak berbohong tapi yang bersifat mendidik, seperti melarang anak menonton film kesukaan, tidak membelikan komik yang diinginkannya, tidak mewujudkan keinginannya jalan-jalan, dan lainnya.
3. Pertimbangkan sifat anak yang amat sensitif, biasanya perlu pendekatan halus. Jangan menegurnya dengan keras karena akan membuatnya menangis, bahkan menjerit-jerit. Jika cara halus tak mempan, barulah intensitasnya ditambah sedikit demi sedikit. Sementara untuk anak yang tak bisa diarahkan dengan cara halus, terapkan gaya tegas. Misalnya, dengan memarahi dan memberi hukuman lebih berat. Apalagi bila anak sudah berbohong berkali-kali.
4. Tak kalah penting, penanaman agama. Katakan, berbohong adalah perbuatan yang tak disukai Tuhan, dan kendati ia tak mengaku, Tuhan pasti tahu. Dengan cara ini, anak sekaligus bisa lebih didekatkan pada Yang Kuasa.
5. Bila Anda tidak sadar berbohong dan didengar atau disaksikan anak, maka segera koreksi dan beritahu, bahwa Anda khilaf dan hal itu tidak pantas ditiru anak. (fn/ok/em/km) www.suaramedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Media Dakwah Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha