Rindu yang Menyesakkan
Pergi dari kampung halaman lebih dari seminggu, seingat saya baru kali ini saya lakukan. Persiapan yang cukup lama. Memberesi pekerjaan yang belum kelar, menyiapkan materi (maklum bukan ustadz beneran) membeli bekal yang harus dibawa dan lain lain. Tiba saatnya untuk berangkat, setelah berpamitan dengan istri dan orang tua, kulangkahkan kaki menuju tempat tujuan. Menjadi dai Ramadhan selama satu bulan di pulau nun jauh. Jadwal pemberangkatan molor banyak, akhirnya bus jurusan Mataram berangkat. Bismillah, bus berjalan pelan, sambil menikmati pemandangan sekitar dari bus aku mainkan kamera jeprat jepret. Tengok kanan kiri siapa tahu ada momen menarik. Sesekali ngemil bekal yang dibawakan istri. Setelah sekian lama berjalan, kantuk mulai menggelayuti.
Cukup lama kelihatannya aku tertidur, tiba tiba handphone-ku menjerit-jerit, "Assalamualaikum…" suara itu menyapa, "Wa'alaikum salam" jawabku. Ternyata anakku menelpon. "Sampai mana pak?" "Astaghfirulloh..." aku mendesah. Menurut istriku, anakku memaksa minta untuk menghubungiku. Baru kali ini saya merasakan Rasa rindu yang begitu menyesakkan dada. Seandainya dua atau tiga jam lagi bisa ketemu mereka itu tidak masalah, hal yang biasa. Tetapi perjalanan baru saja dimulai. Untuk ketemu mereka nunggu 1 bulan lagi. Ya Allah…rindunya "Sudah...sudah ..coba telpon mbah siti dulu.." kataku mengalihkan pembicaraan. Tanpa banyak pembicaraan akhirnya hp saya matikan. Saya tidak ingin tersiksa perasaan rindu di dada.
Sampai pagi HP Off...Pagi hari, bus sampai di pulau Bali. Memasuki pulau ini pemeriksaan KTP cukup ketat. Maklum, ada jenggotnya sedikit sih. Perjalanan menuju tujuan kira-kira sehari semalam. Di Lombok Utara.
Menjadi Dai Ramadhan di seberang memang sudah menjadi pilihan. Yang biasanya setiap hari hilir mudik mendatangi klien, maka untuk bulan ramadhani ini saya penuhi dengan anak-anak desa. Mengajari mengaji iqro, mengarang sedikit kadang “outbond” di tanah lapang ujung kampung yang begitu luas.
Ada sekitar 20an anak yang tiap sore rajin mengikuti pengajian. Saya memberi penilaian kepada mereka: masih sederhana, polos dan lebih dewasa kalau dibandingkan anak-anak di kampungku. Rasa Gotong royong begitu terasa, ada seorang santriku yang pinter, penampilan kerempeng sederhana. Beberapa pertanyaan sempat meluncur dari mulutnya yang membuatku mengernyitkan dahi. setiap kenaikan kelas pasti juara 1. Jadi teringat sama lintang (Remaja jenius yang putus sekolah gara gara gak ada uang) dalam film "Laskar Pelangi". Dan ini kenyataan.
Tamu Istimewa
Dipertengahan Ramadhan, tuan rumah kedatangan saudara dari jauh, (pihak tuan rumah yang saya tempati) tentunya membutuhkan kamar yang lebih. Maka, malam itu saya putuskan menginap di rumah salah satu takmir yang lain, berada di pojok desa. Sesampainya disana, ada telepon.."bahwa ada tamu 2 orang yang sedang mencari saya. wah, tamu istimewa pikirku.." Di Brugak (tempat penerima tamu) sudah menunggu 2 orang pake peci hitam. Satu orang berbadan gemuk putih dan yang satu lagi sudah agak tua, berkulit hitam dan sedikit garang.
Setelah itu terlibat pembicaraan basa basi dan tamu menjelaskan maksud kedatanganya bahwa sebagai abdi negara harus selalu menjaga keutuhan negara, menjaga umat. Tak lupa mereka menanyakan identitas dan kelengkapan yang lain, KTP, surat jalan dan surat tugas. Sambil berbincang ringan mereka menanyakan maksud dan tujuan kesini. Lembaga yang menugaskan dan juga melihat buku panduan ceramah, tak lupa mereka meminta nomor kontak saya. Cukup singkat namun membuat tegang juga. Pagi harinya, pihak tuan rumah karena seorang perangkat desa, seharian penuh diinterogasi. Kenapa dai datang kemari? apa yang dia cari? Sore itu cukup membuat panik beberapa pihak, sebagian teman melihat isi tas saya, jika mungkin ada barang “yang lain”.
Sore hari saya berpamitan untuk pindah rumah, dan juga berbarengan ada tamu dari kecamatan, lalu saya pamit karena ada jadwal ngisi kultum. Tapi kelihatannya ada yang nguntit, dan ternyata benar, ada info kalau malam itu ada yang secara serius mendengarkan kultum istimewa saya dan yang mendengarkan secara khusus pun 2 orang. Yang satunya secara terang-terangan datang kalau dia memang seorang “utusan”.
Malam itu, kepalaku agak berat, dan sedikit pening. Apalagi istriku tadi pagi telpon kalau anakku sakit, oh...terus apa tidak nih? Baru kali ini saya merasakan ketakutan yang amat. Jangan-jangan saya nanti diculik? Tak henti-hentinya saya berdoa. Alhamdulillah akhirnya bisa tidur juga walau sebentar, jam 1 bangun dan terus berdoa akan keselamatan dan kekuatan. Untuk menambah kekuatan, paginya saya ke rumah teman minta masukan, motivasi dan doanya.
Ternyata tidak sampai disitu, masih ada tamu tamu istimewa yang datang kerumah, dengan maksud yang tidak begitu jelas. Mereka menatapku begitu Lekat, membuat diriku jengah. Apapun yang terjadi, mulai hari itu sudah saya putuskan untuk melanjut misi dakwah. Karena daerahnya yang cukup terpencil, di atas perbukitan --seperti daerah persembunyian--, sehingga sosok da'i TPA macam saya patut untuk "diperhatikan".
Ada juga cerita yang lain, pak camat ingin sekali berkunjung kerumah untuk silaturahmi, karena di rumah ini ada saya. Namun hal itu tidak terjadi, karena ada berita kalau isu itu (isu apaan sih? Saat itu saya diisukan menjadi intel yang menyamar jadi ustadz), Isu itu semakin kabur. Jadi pak camat urung kerumah..ada-ada saja....
Puncak kegiatan Tim Dai Ramadhan di Lombok Utara ditandai dengan acara Festival Anak Sholeh I dengan Tema "Ayah bunda, Aku bisa!” Alhamdulillah, bulan Syawal datang juga. Berakhir pula tugas saya. Pamitan diwarnai dengan isak tangis mengharukan.
Mungkin para pembaca berkeinginan menjadi Dai di bulan Ramadhan tahun ini? Silakan di coba. [Edy Hudzaifah – Jogjakarta].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar