Jakarta - Sikap Presiden SBY yang batal melakukan lawatannya ke Belanda secara mendadak menunjukkan ketidakpercayaan dirinya sebagai seorang pemimpin bangsa. Apalagi jika memang alasan penundaan itu karena SBY takut menghadapi sekelompok orang yang berasal Pemerintah Republik Maluku Selatan (RMS), sebaiknya SBY tinggal di dalam Istana saja.
"Pembatalan kunjungan kenegaraan SBY ke Belanda dengan alasan takut ditangkap dan menghadapi tekanan RMS mencerminkan sikap ketidakpercayaan diri menghadapi realita pro dan kontra. Kalau begini situasinya, setiap kali mendpat tantangan, SBY tidak berani ke luar, SBY lebih baik tinggal di Istana saja," ujar Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Hubungan Luar Negeri, Andreas Pareira, kepada detikcom, Kamis (7/10/2010).
Andreas mengatakan, sebenarnya situasi yang akan dihadapi SBY saat berada di Belanda itu bukanlah hal yang aneh. Menurutnya, itu biasa dalam negara demokrasi.
Dengan pembatalan tersebut, bagi Andreas, justru menunjukkan SBY mengakui apa yang menjadi tuntutan RMS. Dan ini bisa dimanfaatkan RMS untuk membesarkan kelompok yang namanya hampir tenggelam itu.
"Pembatalan kunjungan ini juga menunjukan bahwa SBY memang 'mengakui' penuntutan RMS yang sedang diproses di pengadilan negeri Belanda. Dan secara tidak langsung juga membesarkan RMS," jelas dosen Hubungan Internasional Universitas Parahiyangan Bandung ini.
SBY yang merupakan pemimpin negara besar seperti Indonesia ini, harusnya bersikap jantan untuk tetap datang menghadiri undangan Ratu Beatrix. Tapi dengan adanya pembatalan ini, yang terjadi adalah kemunduran diplomasi kedua negera tersebut.
"Ini sebenarnya langkah mundur dalam diplomasi Indonesia-Belanda. Sebagai presiden, SBY harusnya berani datang. Kalau perlu hadapi RMS tersebut melalui dialog," jelas mantan anggota Komisi I DPR ini.
Sebelumnya, Pemerintah Republik Maluku Selatan (RMS) dalam pengasingan meminta agar presiden RI Yudhoyono ditangkap saat kunjungan kenegaraan ke Negeri Belanda. Tuntutan penangkapan itu disampaikan melalui kort geding (prosedur dipercepat) ke pengadilan, demikian Presiden RMS John Wattilete yang juga seorang advokat dalam pernyataan di Teletext televisi publik NOS, Sabtu.
Lebih lanjut, Wattilete meminta Perdana Menteri (demisioner) JP Balkenende agar mengimbau Presiden RI supaya mengakhiri apa yang disebutnya sebagai pemenjaraan dan penyiksaan para pengikut RMS. Disebutkan bahwa saat ini di Maluku terdapat 90 pengikut RMS dipenjarakan.
Gugatan yang disidangkan di pengadilan Den Haag pada Selasa kemarin itulah yang membuat Presiden SBY menjadwal ulang untuk memenuhi undangan Ratu Beatrix. SBY baru akan berkunjung bila sidang RMS itu berakhir. Padahal pemerintah Belanda sendiri telah menjamin keamanan Presiden dan rombongan selama kunjungan.
(lia/nwk) (sumber: detiknews.com)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar