Berhati-hatilah saat menonton sebuah tayangan, meskipun yang bernuansa religius. Tidak semua tayangan religius itu pasti baik. Kadangkala madharat atau bahaya yang ada di dalamnya justru lebih banyak dari tayangan biasa. Seperti saat ini misalnya, kaum pluralis tengah getol mengusung ide-ide pluralisme melalui film atau tayangan bernuansa religi. Sebuah film mereka poles sedemikian rupa agar terkesan religius, tapi sesungguhnya di dalamnya diajarkan paham pluralisme yang menyesatkan.
Seperti kita tahu, pluralisme adalah paham yang getol menyuarakan toleransi antar umat beragama dan penghormatan terhadap keberagaman kepercayaan. Sayangnya keberagaman dan toleransi yang diajarkan paham pluralisme adalah toleransi yang kebabalasan. Semangat untuk bertoleransi melebihi batas hingga menyentuh urusan keyakinan. Saking tolerannya, paham ini sampai menganggap bahwa semua agama benar. Semua agama menuju tuhan yang satu, meski cara menyembahnya berbeda-beda. Jadi bukan masalah jika ada yang berpindah-pindah agama, atau tetap memilih satu agama dengan meyakini bahwa agama orang lain juga benar.
Seperti kita tahu, pluralisme adalah paham yang getol menyuarakan toleransi antar umat beragama dan penghormatan terhadap keberagaman kepercayaan. Sayangnya keberagaman dan toleransi yang diajarkan paham pluralisme adalah toleransi yang kebabalasan. Semangat untuk bertoleransi melebihi batas hingga menyentuh urusan keyakinan. Saking tolerannya, paham ini sampai menganggap bahwa semua agama benar. Semua agama menuju tuhan yang satu, meski cara menyembahnya berbeda-beda. Jadi bukan masalah jika ada yang berpindah-pindah agama, atau tetap memilih satu agama dengan meyakini bahwa agama orang lain juga benar.
Ajaran-ajaran ini coba mereka sebarkan dalam artikel di koran dan internet, buku-buku dan film-film. Di dalam film misalnya, diajarkan melalui adegan-adegan yang menyesatkan. Seorang muslim yang baik digambarkan sebagai muslim yang mau menjalin hubungan erat dengan pemeluk agama lain. Jalinan baik itu diwujudkan dalam adegan dimana si muslim mau saja ketika diminta memerankan Yesus dalam sebuah drama di gereja. Atau adegan seorang muslim yang bekerja di rumah makan seorang pedagang kafir yang menjual masakan babi dengan tanpa merasa berdosa. Dikatakan bahwa yang penting adalah hatinya. Yang penting tidak ikut makan. Soal mereka menjual daging babi, itu harus dihormati karena agama mereka memang tidak melarang. Digambarkan juga seorang muslim yang murtad atau pindah agama, tapi dibiarkan saja dan justru dipuji-puji telah melakukan sesuatu yang hebat.
Kalau tidak hati-hati, kita bisa tertipu saat menonton film ini. Kita menganggap bahwa begitulah seharusnya sikap seorang muslim yang baik. Begitulah idealnya toleransi antar umat beragama diwujudkan. Padahal kalau kita cermati, gambaran itu bukanlah gambaran toleransi melainkan pengorbanan keyakinan.
Sebelum pluralisme gembar-gembor soal kerukunan dan toleransi, Rasulullah SAW sudah mengajarkan hal itu, bahkan sebelum dunia mengenal hal tersebut. Hanya saja, toleransi yang beliau ajarkan adalah toleransi yang memiliki batas. Dalam persoalan sosial, ada banyak sisi dimana kita bisa saling bertoleransi dengan umat beragama lain. Tapi dalam masalah agama, khususnya soal keyakinan, tidak ada tempat untuk bertoleransi. Kita tidak dibenarkan mencaci maki dan menghina sedemikian rupa keyakinan tetangga kita yang beda agama, tapi bukan berarti kita juga meyakini bahwa keyakinannya benar. Intinya, Kita dapat berhubungan baik dengan pemeluk agama lain tanpa harusmengorbankan keyakinan. Memerankan Tuhan, meskipun hanya dalam sandiwara adalah tindakan salah yang merusak akidah. Berdiam diri dan malah menikmati bekerja pada orang yang menjual barang haram juga bukan toleransi, tapi membutakan hati nurani. Jelas-jelas Islam telah mengharamkan hasil jual beli barang haram. Kalaupun tidak ikut makan, tapi gaji yang diperoleh adalah gaji haram. Bagaimana bisa seorang muslim menikmati semua itu hanya demi toleransi?
Bagi umat Islam, murtad atau keluar dari agama adalah kesalahan yang jauh lebih buruk dari berzina, minum khamer bahkan korupsi milyaran rupiah sekalipun. Orang yang berzina, minum khamer atau korupsi, asalkan masih muslim, dia masih mengakui tuhannya adalah Allah, meskipun karena nafsu mereka masih bermaksiat. Tapi yang murtad sudah tidak lagi mengakui Allah sebagai tuhannya dan tidak lagi mengakui kebenaran Al-Quran. Kalaupun ada yang masih Islam, tapi sekaligus mengakui bahwa ajaran kristen atau yahudi itu benar, berarti dia munafik. Sedang syariat telah menjelaskan, Allah masih akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya, asalkan saat meninggal mereka masih muslim. Sedang orang yang kafir dan munafik akan kekal di neraka selama-lamanya. Kalau kita menganggap semua agama benar, lalu siapa sebenarnya yang dimaksud akan kekal di neraka dalam ayat ini:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak itu). Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong. (QS.Ali Imran :91)
Nah, oleh sebab itu, kita harus waspada. Paham pluralisme adalah paham berbahaya yang mengajarkan seseorang untuk murtad secara perlahan. Jika seseorang sudah menganggap semua agama benar, maka dia hanya akan menganggap agama hanya seperti baju yang bisa diganti-ganti seenaknya sendiri. Waspadalah! (anwar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar