MALANG (addakwah.com) – Setelah diterapi secara intensif sebulan lebih, akhirnya ‘Preman Balita’ Sandi Adi Susanto, sembuh total dari kebiasaan merokok dan bicara cabul.
Bocah balita dari Malang, Jawa Timur, yang dulu jago merokok dan misuh atau mengumpat dengan kata-kata cabul itu selesai menjalani rehabilitasi pada 19 Mei kemarin.
Sejak 13 April lalu, bocah berusia empat tahun itu menjalani rehabilitasi dari kecanduan nikotin dan penyembuhan kebiasaan berkata kotornya di Rumah Sakit Saiful Anwar, Kota Malang. Menurut dr Mardhani Yoso Prawoto SpA (K) dari tim yang menangani Sandi, arek cilik itu sekarang sudah total berhenti merokok dan mengumpat.
“Seusai keluar dari rumah sakit, Sandi harus mendapatkan lingkungan baru yang baik sehingga tidak ada lagi gangguan dari orang-orang dewasa yang menawarinya rokok atau mengajarinya berkata jorok,” kata Mardhani.
Menurut Mardhani, Sandi akan ditempatkan di lingkungan baru di kawasan Sawojajar, Kota Malang. Sementara orangtua Sandi, Mulud Riadi (50) dan Moedijati (45), mengaku senang atas kesembuhan anaknya.
“Kalau pagi sampai sore memang tidak apa-apa. Namun, kalau malam sering kangen rumah, selalu minta pulang. Alhamdulillah, Sandi dinyatakan sehat dan boleh pulang,” kata Moedijati.
Sebelum pulang, Sandi dikunjungi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar (17/5/2919). Sandi pun diberi banyak bingkisan, mulai dari buku, permainan edukatif, sarung, dan beberapa makanan serta susu.
Proses rehabilitasi bagi Sandi untuk mengatasi kebiasan merokok dan berkata cabul ini boleh dibilang berhasil. Bocah yang besar di lingkungan Jalan Nusakambangan, Kecamatan Sukun, ini sudah tidak lagi merokok atau berkata cabul.
Tedja mengatakan, Sandi sudah tidak lagi merokok dan ini dibenarkan Moejiati. “Sampun mboten ngeses” (sudah tidak merokok). Misuh-misuh juga tidak,” kata Moejiati.
Moejiati mengatakan, kondisi anaknya yang masih berusia empat tahun itu sudah lebih baik.
”Anaknya hanya sedikit rewel kalau sore hari. Selalu ngajak pulang karena kondisi di sini sepi, perawat-perawat yang kerap ngajak ngobrol atau bermain pun juga jarang ada kalau malam hari,” kata Moejiati yang berharap Sandi bisa segera pulang.
Meski agak alot dan, proses rehabilitasi Sandi berlangsung unik dan mengundang gemas tim dokter. Tabiat bicara cabulnya kerap muncul saat terapi, misalnya ketika diambil sampel darah untuk diperiksa. Saat jarum suntik menembus kulitnya, bocah itu kambuh lagi tabiat buruknya, misuh atau mengumpat. “Ja#cuk!” Tentu saja seluruh perawat di ruang Laboratorium Sentral itu gemas karena dipisuhi bocah yang terus didampingi kawan akrabnya, Harijanto alias Sinyo, yang usianya beda lebih dari 30 tahun.
Setelah tobat, potong rambut biar ganteng
Sandi erlihat senang saja bercanda dengan beberapa wartawan yang kerap meliputnya. Bocah balita berpipi montok ini bahkan sempat bermain dengan kamera wartawan TV. Tidak hanya itu, Sandi dengan semangat minta diantar ke tukang potong rambut di belakang rumah sakit.
“Cukur rambut, rek! Cik ganteng pas mulih” (Potong rambut dulu! Biar ganteng waktu pulang),” katanya, dalam logat jawatimuran layaknya lelaki dewasa. Hanya gaya bicaranya itu yang masih tersisa, sebagaimana dulu ketika Sandi masih kecanduan nikotin, kafein, dan misuh-misuh.
Sebelumnya, keluarga Sandi bingung menentukan rumah baru agar lingkungan pergaulan Sandi betul-betul kondusif, tidak sebagaimana lingkungan di rumah lamanya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Malang Wahyu Santoso menyatakan siap menerima Sandi apabila orangtuanya merelakan. “Kami siap mengirim Sandi ke panti asuhan milik pemerintah di Kota Batu atau Sidoarjo. Namun, kalau orangtuanya keberatan, ya tentu kami tidak bisa memaksa,” ungkap Wahyu.
Menurut Wahyu, hingga saat ini di Kota Malang belum ada panti asuhan milik pemerintah. Pemerintah daerah di Jatim hanya punya Panti Asuhan Petirahan Bima Sakti di Kota Batu dan satu lagi di Sidoarjo.
Wahyu menyebutkan, Sandi bisa saja dimasukkan ke panti asuhan swasta di Kota Malang, tetapi tetap perlu kerelaan orangtuanya. “Kalau ditampung di panti asuhan milik pemerintah, jelas semua kebutuhan hidupnya yang memenuhi pemerintah,” ungkap Wahyu.
Preman bocah fenomenal, kesohor ke seluruh dunia
Fenomena Sandi si ‘Preman Balita’ mencuat menjadi berita yang mencengangkan seluruh dunia, setelah video adegan merokok dan obrolan pornonya beredar di internet, Ahad (28/3/2010). Video berdurasi 3.56 detik berjudul “Sandi si Preman Macan Paling Keren se-Indonesia, Preman Masa Depan” itu direkam dengan latar belakang sebuah gudang barang ini dimulai dengan tayangan kalimat intro “Sandi si preman penerus bangsa, pandai, pinter, cerdas dan apalagi ya.. ampun bos!”
Meski bicaranya masih cadel, tidak bisa mengucapkan huruf “r,” Sandi sudah fasih ngobrol tentang seksual dan jadi perokok berat. Tak hanya bicara cabul, Sandi juga mahir memperagakan “gerak-gerik” adegan hubungan badan suami-istri. Bak peneliti, preman bocah ini bahkan bisa menilai dan membandingkan beberapa tempat lokalisasi di Surabaya. Ia hafal tempat-tempat pelacuran, bahkan sesuai pengakuannya, preman bocah ini sudah bisa membanding-bandingkan "kelas pelacur" di beberapa lokalisasi.
Berbagai kalangan tersentak dan mengapresiasikan keprihatinan terhadap fenomena Sandi Preman Balita. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Seto Mulyadi langsung menemuinya (6/5/2010). Pria yang akrab disapa Kak Seto ini semakin prihatin, meski agak gemas melihat ulah Sandi.
“Sandi yang terbiasa bicara kasar, sempat misuh (mengumpat cabul) ketika diajak bicara Kak Seto. “Sopo awakmu iku ja#cuk!” (Apa kamu itu ja#cuk).
Bahkan fenomena Sandi si Preman Balita itu juga menarik minat dua pemerhati masalah anak dari Jepang.
Muhammad Asahi dan Jeicko, yang bekerja pada lembaga sosial pemerhati masalah anak, Senin (26/4/2010), mengunjungi Sandi yang dirawat di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA), Malang, Jawa Timur. Keduanya mengobservasi Sandi secara langsung melalui wawancara. Asahi dan Jeicko juga berbicara dengan kedua orangtua Sandi, Mulud Riadi dan Moejiati.
Didampingi Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kota Malang Agustinus Tedja, keduanya juga berdialog dengan tim dokter RSSA, dr Mardhani Yoso Prawoto SpA (K) serta dr Wisnu Wahyuni SpKj, untuk mengetahui proses rehabilitasi Sandi.
Jeicko mengatakan, kasus Sandi menarik perhatian mereka terkait fakta begitu mudahnya peredaran rokok untuk anak di bawah umur di Indonesia.
“Kasus Sandi terjadi juga pada anak-anak di bawah umur lain di Indonesia. Dan kami ingin melihat bagaimana regulasi pemerintah untuk pembatasan dan pelarangan peredaran rokok untuk anak di bawah umur,” kata Jeicko yang mengaku tahu kondisi Sandi dari membaca media online di Indonesia. [taz/surya]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar