Kamis, 11 November 2010

Vulkanolog Jepang Teliti Letusan Merapi

Yogyakarta (ANTARA News) - Tiga ahli vulkanologi dari Jepang akan membantu meneliti letusan Gunung Merapi di perbatasan wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, yang saat ini letusannya belum berhenti.

Menurut Direktur Penerangan dan Kebudayaan Kedutaan besar (Kedubes) Jepang di Indonesia Masaki Tani, di Yogyakarta, Kamis, ketiga vulkanolog Jepang itu akan membantu melakukan survei tentang bencana letusan Merapi. Mereka yakni Kenji Nogami, Masuto Iguchi, dan Takayuki Kaneko.

Selain itu, kata Masaki Tani, ada seorang ahli di bidang penyakit saluran pernapasan, Satoru Ishii yang ikut dalam tim tersebut. "Mereka kini telah berada di kawasan bencana letusan Gunung Merapi di Yogyakarta. Mereka merupakan tenaga ahli bantuan darurat internasional bagi bencana letusan Gunung Merapi yang berada di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta," katanya.

Ia mengatakan Kenji Nogami merupakan pakar dari Institut Teknologi Tokyo Jepang, Masuto Iguchi (Universitas Kyoto Jepang), dan Takayuki Kaneko (Universitas Tokyo Jepang). Mereka berada di Yogyakarta untuk meneliti bencana letusan Gunung Merapi, dan direncanakan cukup lama.

Sebelumnya, Masato Iguchi mengatakan letusan Merapi yang beruntun sulit diprediksi, sehingga langkah yang perlu dilakukan saat ini adalah memperkirakan bagaimana kondisi magma yang masih terkandung dalam perut gunung itu.

"Persoalan seperti ini sering ditemui di berbagai letusan gunung berapi lain, bukan hanya di Gunung Merapi," kata Iguchi di kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Rabu.

Meski demikian, ia memuji langkah yang diambil Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral karena mampu melakukan prediksi yang cukup tepat sebelum terjadinya letusan pada 26 Oktober 2010 karena sehari sebelumnya instansi tersebut memutuskan untuk menaikkan status Gunung Merapi dari "siaga" ke "awas".

"Merupakan langkah tepat jika Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status menjadi awas," katanya yang akan membantu memantau letusan gunung yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta itu.

Sejumlah ahli vulkanologi dari dalam dan luar negeri seperti Jepang, AS, Prancis, dan Indonesia akan membantu pelaksanaan pemantauan Gunung Merapi, karena gunung tersebut adalah laboratorium alam yang terbuka bagi siapa pun.

Sementara itu, BPPTK Yogyakarta akan memasang tiga alat pendeteksi aliran lahar dingin yang disebut "Acoustic Flow Measurement" di Kali Gendol dan Kali Boyong yang berhulu di Gunung Merapi.

"Alat itu untuk deteksi dini aliran lahar dingin yang merupakan ancaman sekunder dari letusan Gunung Merapi," kata Kepala BPPTK Yogyakarta Subandrio, di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, alat tersebut akan mengirimkan sinyal jika ada lahar dingin yang mengalir melebihi batas standar tertentu yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Pemasangan alat deteksi dini lahar dingin tersebut terkait dengan endapan material vulkanik hasil letusan Gunung Merapi yang memenuhi 11 sungai yang berhulu di Gunung Merapi yaitu Kali Gendol, Kali Boyong, Kali Bedog, Kali Krasak, Kali Bebeng, Kali Sat, Kali Lamat, Kali Senowo, Kali Trising dan Kali Apu.

Lahar di Kali Boyong terendapkan di Dusun Kandangan, Desa Purwobinangun, Sleman, yang berjarak 16 kilometer (km) dari puncak Gunung Merapi dan di Kali Batang dengan jarak 10 km dari puncak gunung.

Selain itu, BPPTK juga akan melakukan pemetaan wilayah yang mungkin mengalami dampak dari luapan lahar dingin serta pemetaan penyimpangan aliran awan panas.

"Kami juga akan melakukan evaluasi terhadap dam-dam yang berada di sepanjang sungai, misalnya apakah terjadi limpahan material seperti 2006 dengan limpahan material ke Kali Adem," katanya.

Sementara itu, intensitas kegempaan Gunung Merapi selama empat hari terakhir menunjukkan kecenderungan mereda, namun status masih tetap "awas".

"Fase erupsi belum berakhir, dan perubahan secara cepat masih mungkin terjadi sehingga harus tetap diantisipasi," katanya.

Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas kegempaan Gunung Merapi, Kamis hingga pukul 12.00 WIB telah terjadi gempa tremor secara beruntun, 11 kali guguran dan satu kali awan panas.

Salah satu guguran yang cukup besar terjadi sekitar pukul 10.35 WIB ke arah Kali Gendol dengan jarak luncur satu kilometer.



Teliti daerah bencana

Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta akan melakukan penelitian dan pengkajian di daerah bencana yang terkena dampak erupsi Gunung Merapi untuk mengetahui kelayakannya sebagai tempat hunian.

"Kami akan meneliti dan mengkaji Kinahrejo dan Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang cukup parah terkena material vulkanik akibat erupsi Merapi," kata Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Bwuono X, di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, penelitian dan pengkajian itu untuk menentukan beberapa hal yang terkait dengan kelayakan sebagai tempat hunian, di antaranya struktur tanah, kesuburan, dan perlu merelokasi warga atau tidak.

"Dalam melakukan penelitian dan pengkajian tersebut Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY akan bekerja sama dengan instansi terkait dan perguruan tinggi. Melalui upaya ini diharapkan dapat diketahui lokasi itu masih layak sebagai tempat hunian atau tidak," katanya.

Ditanya mengenai adanya "sweeping" terhadap pengungsi di posko Stadion Maguwoharjo Sleman, Sultan mengatakan dirinya belum sempat mengecek kejadian itu ke lokasi pengungsian tersebut.

"Saya sudah tahu mengenai hal itu dari media massa dan sms (layanan pesan singkat) yang masuk ke telepon seluler saya, tetapi saya belum sempat mengeceknya. Jadi, saya belum mengetahui apakah pelakunya orang dalam atau luar wilayah itu," katanya.

Ditanya mengenai sertifikat tanah dan rumah warga korban bencana erupsi Merapi yang diduga banyak yang hilang, ia mengatakan hal tersebut saat ini masih dalam pembahasan untuk dicari solusinya.

"Hal itu masih dibahas, karena saat ini tanggap darurat masih fokus pada penanganan pengungsi di sejumlah posko pengungsian," katanya.

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyerahkan urusan relokasi rumah warga di kaki Gunung Merapi kepada masing-masing pemerintah provinsi dan pemerintaah kabupaten karena dua pihak tersebut yang paling mengetahu kondisi wilayahnya.

Kepala BNPB Syamsul Maarif, di Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, DIY, Kamis, mengatakan, pemerintah pusat dalam hal ini BNPB akan mendukung kebijakan pemerintah daerah dan kabupaten sejauh masyarakat bersedia di relokasi dan tidak menimbulkan masalah baru.

"Kalau pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten akan melakukan relokasi, pemeritah pusat akan mendukung. Terutama jika rencana induknya bagus, infrastrukturnya, sosial ekonomi maysarakat yang terjamin, kami akan mendukung. Tapi yang menjadi masalah,masyarakatnya mau atau tidak untuk direlokasi, yang tahu kondisi tersebut adalah pemerintah provinsi," katanya.

Menurut dia, relokasi itu adalah upaya memindahkan masyarakat ke tempat yang lebih aman. Untuk masalah relokasi, BNPB menyerahkan kepada pemerintah setempat. "Relokasi tergatung pemkab dan pemprov, BNPB siap membantu," katanya.

Meski demikian, ia mengatakan, BNPB sampai kini belum berfikir akan segera membantu relokasi warga, karena status Merapi belum diturunkan sehingga pihaknya masih fokus pada masalah penanganan bantuan dan pengungsi.

"Untuk sekarang ini, kami masih masih berpikir tentang tanggap darurat. Untuk relokasi belum tahu, tapi kami siap. Masalah relokasi tidak mudah. Semua itu kami serahkan sepenuhnya ke pemprov dan pemkab setempat, dalam artian, membuat master plain, stimulus pembangunan rumah kerja sama dengan pemerintah setempat," katanya.



Dana PNPM untuk pulihkan ekonomi

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan mengusulkan kepada Kementerian Kesejahteraan Rakyat supaya mengizinkan Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menggunakan dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan untuk memulihkan kondisi perekonomian masyarakat.

Kepala BNPB Syamsul Maarif, di Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Kamis, mengatakan, pihaknya akan segera mengusulkan kepada Menko Kesra Agung Laksono dapat mengizinkan penggunaan dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan untuk memulihkan ekonomi desa yang terkena dampak bencana Merapi.

"Untuk penggunaan dana PNPM harus mendapat persetujuan dari Kementrian Kesra, untuk itu kami akan segera mengusulkan pengunaan dana tersebut supaya kondisi perekonomian di desa tersebut dapat segera pulih," katanya.

Sementara itu, Bupati Kulon Progo, Toyo Santoso Dipo mengatakan, abu vulkanik akibat erupsi Gunung Merapi mebjadikan puluhan pohon bertumbangan di seluruh wilayah kecamatan bagian utara mengalami kerusakan. "Kemarin banyak pohon tumbang. Mesin pemotong sangat dibutuhkan," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Kulon Progo, Budi Wibowo, mengatakan, dalam kondisi mendesak seperti saat ini ini pemerintah desa memiliki independensi penggunaan dana PNPM Mandiri Perdesaan sehingga diharapkan dapat memulihkan perekonomian masyarakat Desa Banjaroyo.

"Masyarakat dapat menggunakan dana tersebut karena kerugian yang harus ditanggung oleh masyarakat Banjaroyo sangat besar. Dengan kondisi seperti ini, pemerintah desa memiliki kewenangan untuk menggunakan dana itu sejauh dapat membangkitkan perekonomian masyarakat," katanya.

Ia menyebutkan kerugian yang harus ditanggung oleh masyarakat Banjaroyo mencapi Rp5 miliar dengan asumsi setiap warga menderita kerugian Rp2 juta. "Berdasarkan data, jumlah penduduk desa Banjaroyo mencapai 2.500 kepala keluarga (KK), kalau setiap KK Rp2 juta maka total kerugian Rp5 miliar. Karena berdasarkan laporan banyak pohon kelapa yang rusak padahal menjadi mata pencaharian warga, begitu juga dengan kerusakan pohon durian, rambutan dan kakau yang siap panen," katannya.

Sebelumnya, Kepala Desa Banjaroyo Wiwin Windarto, mengatakan meskipun Desa Banjaroyo cukup jauh jaraknya dari puncak Merapi, namun karena diguyur hujan abu dan pasir, maka kondisinya menyerupai Dusun Kinahrejo, Kabupaten Sleman yang luluh lantak akibat terjangan awan panas Gunung Merapi.

Kondisi perkebunanan, pertanian dan kehutanan juga rusak akibat kena dampak awan panas Gunung Merapi. "Dalam dua hingga tiga tahun ke depan diperkirakan petani di Desa Banjaroyo tidak bisa memanen buah durian Menoreh yang menjadi kebanggaan dan unggulan Kulon Progo. Selain itu, penderes gula kelapa juga tidak bisa melaksanakan kegiatan ekonominya selama tiga bulan karena pohon kelapa juga ikut rusak," katanya.



Dimasukkan ke RAPBD 2011

Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta akan memasukkan anggaran untuk rekonstruksi dan rehabilitasi bagi korban bencana erupsi Gunung Merapi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2011.

"Oleh karena itu, kami akan melakukan revisi Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun 2011 yang saat ini telah diserahkan kepada legislatif," kata Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, dana peruntukan di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pada sisa tahun anggaran 2010 akan terjadi pergeseran untuk menambah anggaran rehabilitasi dan rekonstruksi bagi korban bencana Merapi.

"Namun, kami belum bisa menjelaskan besaran tambahan dana rehabilitasi dan rekonstruksi, karena masih menunggu kesepakatan antara eksekutif dan legislatif," katanya.

Ia mengatakan, dalam RAPBD 2011 yang telah diserahkan kepada legislatif itu belum dibicarakan tentang alokasi anggaran untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana Merapi.

"Pembicaraan tentang alokasi anggaran untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana sesuai dengan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang telah disepakati antara eksekutif dengan legislatif," katanya.

Namun demikian, menurut dia, rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana tidak hanya bicara tentang rumah yang hancur, tetapi juga bagaimana membantu para korban dalam permodalan khususnya bagi para pedagang pasar tradisional di desa.

Ia mengatakan, hal itu tergantung DPRD DIY sepakat atau tidak untuk membantu permodalan mereka, misalnya setiap pedagang diberi modal Rp100 ribu agar aktivitas ekonomi mereka bisa bangkit kembali.

"Revisi terhadap RAPBD DIY 2011 dapat memunculkan alokasi dana rekonstruksi dan rehabilitasi bagi Kabupaten Sleman, sebelum disahkan. Hal itu nanti tergantung pembahasan di komisi dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD DIY," katanya.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan wilayah Yogyakarta dalam kondisi aman, meskipun status Gunung Merapi masih "awas". "Saya sampaikan kepada masyarakat Yogyakarta maupun di luar kota bahwa Yogyakarta tetap aman, sehingga tidak perlu khawatir atau takut, dan tetap tenang," katanya, di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, daerah yang tidak mungkin dimasuki adalah daerah yang masih dinyatakan dalam keadaan bahaya, yakni yang berada dalam radius 20 kilometer dari puncak Merapi.

"Hal itu sesuai dengan rekomendasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral," katanya.

Ia mengatakan di luar radius berbahaya tersebut kehidupan masyarakat berjalan normal dan baik, sehingga tidak ada sesuatu yang perlu ditakutkan di Yogyakarta.

"Kehidupan masyarakat yang berjalan normal tampak dari aktivitas di pasar tradisional, pertokoan dan mal, kunjungan orang asing seperti turis dan tenaga ahli yang ingin belajar mendalami Merapi," katanya.

Oleh karena itu, menurut dia, masyarakat yang ingin berkunjung ke Yogyakarta tidak perlu ada rasa khawatir dan takut, karena daerah yang berbahaya hanya yang berada dalam radius 20 kilometer dari puncak Merapi.

"Sepanjang masyarakat berada di daerah atau radius aman, tidak ada sesuatu yang perlu ditakutkan. Oleh karena itu, silakan datang ke Yogyakarta tanpa rasa takut," kata Sultan.



Hentikan pelayanan

Namun, meski Yogyakarta dinyatakan aman, sebanyak empat kantor pos yang terletak di kawasan rawan bencana Gunung Merapi yaitu di Kaliurang, Pakem, Cangkringan, dan Turi, ditutup untuk sementara waktu.

"Pelayanan di empat kantor pos di kawasan rawan bencana letusan Gunung Merapi tersebut harus dialihkan ke kantor pos Ngemplak, Ngaglik, dan Sleman yang berada di wilayah aman," kata Direktur Utama PT Pos Indonesia I Ketut Mardjana di sela penyerahan bantuan di pos pengungsian Stadion Maguwoharjo Sleman, Kamis.

Akibat lain dari letusan Gunung Merapi tersebut, kata dia layanan pengiriman Surat Express dari dan ke Yogyakarta harus dihentikan terkait ditutupnya Bandara Adisutjipto.

"Sejak 30 Oktober 2010 kami terpaksa menurunkan level pelayanan, Surat Express kami alihkan ke Kilat Khusus. Jika kami tetap membuka layanan Surat Express, dipastikan lama pengiriman akan molor," katanya.

Selain itu ia mengimbau masyarakat yang akan mengirim surat atau paket untuk menyantumkan nomor telepon orang yang dituju. "Kami juga membuka posko penyerahan kiriman pos di Stadion Maguwoharjo. Seluruh kantor pos di Indonesia tengah mengumpulkan dana untuk membantu korban letusan Gunung Merapi," katanya.

Pada kesempatan tersebut PT Pos Indonesia menyerahkan bantuan uang tunai Rp200 juta. "Sebelumnya PT Pos telah menyerahkan bantuan berupa selimut dan perlengkapan tidur," katanya.

Sementara itu, korban meninggal dunia akibat letusan awan panas Gunung Merapi yang dibawa ke Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Jumat (5/11) dini hari hingga Kamis pukul 07.00 WIB mencapai 107 orang.

Tim Forensik Rumah Sakit (RS) Sardjito Yogyakarta dibantu tim "Disaster Victim Identification" (DVI) Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta telah berhasil mengidentifikasi sebanyak 54 jenazah dari 107 jenazah yang dibawa ke rumah sakit rujukan di provinsi ini.

RS Sardjito Yogyakarta hingga kini masih merawat 25 korban luka bakar akibat letusan Gunung Merapi pada Jumat (5/10) dini hari yang tersebar di beberapa bangsal rawat inap di rumah sakit.

"Pasien yang dirawat di RS sebagian besar mengalami luka bakar lebih dari 40 persen sehingga membutuhkan perawatan yang lebih intensif," kata Kepala Bagian Hukum dan Humas Rumah Sakit (RS) Sardjito Yogyakarta Trisno Heru Nugroho.

Menurut dia, korban luka bakar tersebut harus menjalani perawatan yang intensif karena sangat rentan dengan infeksi. "Tim medis harus cermat merawat dan mengobat korban luka bakar letusan awan panas Gunung Merapi pada Jumat (5/11) dini hari agar jangan terinfeksi," katanya.

Selain merawat korban luka bakar, RS Sardjito hingga kini masih merawat 78 korban nonluka bakar sehingga total korban luka yang kini menjalani perawatan di rumah sakit ini mencapai 103 orang. Sementara di pos antemortem DVI Polda DIY telah menerima sebanyak 230 laporan orang hilang sejak Jumat (5/11).

Jumlah korban meninggal dunia akibat letusan Gunung Merapi pada Jumat dini hari kemungkinan masih akan terus bertambah karena tim gabungan yang terdiri atas anggota pencarian dan penyelamatan (SAR), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan relawan masih terus melakukan proses evakuasi, terutama di dusun sekitar Kali Gendol.

Tim SAR DIY, TNI, dan relawan hingga kini masih menemukan jenazah di dusun-dusun sekitar Kali Gendol yang letaknya tidak jauh dari puncak gunung yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istime Yogyakarta.*

Rumah Sakit (RS) Dr Sardjito masih menangani tujuh jenazah untuk diidentifikasi, masing-masing dua dari lokasi bencana, empat dari bangsal perawatan dan satu kiriman dari barak pengungsian.

"Ketujuh jenazah tersebut sudah masuk sejak Rabu (10/11) dan hingga kini masih dalam proses identifikasi oleh tim forensik RS Dr Sardjito dan tim DVI Polda DIY," kata Kepala Bagian Hukum dan Humas RS Dr Sardjito Trisno Heru Nugroho di Yogyakarta, Kamis.

Menurut Trisno Heru Nugroho, secara keseluruhan jumlah korban yang meninggal dunia akibat letusan Gunung Merapi, baik yang luka bakar dan non-luka bakar yang masuk ke RS Dr Sardjito mencapai 114 orang dan yang telah teridentifikasi sebanyak 60 jenazah.

Hingga Rabu (10/11), menurut dia, ditemukan dua jenazah dari lokasi bencana yaitu Mr X yang ditemukan di Pangukrejo Umbulharjo Cangkringan dan Robinah ditemukan di Glagahharjo Cangkringan.

Pada hari yang sama juga telah meninggal lima korban luka yang dirawat di bangsal, yaitu tiga korban luka bakar yaitu Mohammad Ikram (25), Parjiyem (60) dan Supartinem alias Supartinah (55) serta satu orang karena sakit kronis yaitu Ponijo (54) serta Amat Yani asal Muntilan Magelang yang dirawat karena "multifracture".

Instalasi forensik juga menerima satu jenazah dari barak pengungsian GOR KONI Panguan atas nama To Diryo yang belum diketahui asal dan keluarganya.

Jumlah korban meninggal dunia akibat letusan Gunung Merapi sejak 26 Oktober berjumlah 151 orang, masing-masing 37 korban meninggal dunia pada letusan pertama dan 114 korban meninggal dunia pada letusan kedua.

Sementara itu, jumlah pasien yang dirawat di RS Dr Sardjito yang mengalami luka bakar sebanyak 22 orang dan 74 orang dirawat karena luka lainnya sehingga total pasien yang masih menjalani perawatan sebanyak 96 orang.



Gangguan psikologis

Sementara itu, sebanyak 330 pengungsi korban bencana Gunung Merapi yang ditampung di Stadion Maguwoharjo, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengalami gangguan psikologis.

"Hingga 10 November 2010 sebanyak 330 pengungsi mengalami gangguan psikologis, dan jumlahnya masih bisa bertambah, karena data terakhir masih dihitung," kata koordinator Bagian Psikologi Posko Pengungsi Maguwoharjo Retno Kumolohadi, di Sleman, Kamis.

Ia mengatakan dari jumlah tersebut, 132 pengungsi di antaranya mengalami kecemasan, psikosomatis 107 orang, psikosisresidual 39 orang, dan insomnia 50 orang.

"Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan data pada Selasa (9/11) lalu sebanyak 270 orang. Kemungkinan jumlah tersebut masih bertambah, karena tidak ada kepastian kapan pengungsi diperbolehkan kembali ke rumah masing-masing," katanya.

Menurut dia, gangguan psikologis yang dialami mereka antara lain karena pengungsi merasa asing dengan lingkungan tempat penampungan pengungsi. "Mereka bahkan selalu mengkhawatirkan ternak, rumah, dan harta benda lain yang tidak dibawa ke pengungsian," katanya.

Retno yang juga pengajar di Pasca Sarjana Psikologi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini mengatakan para pengungsi memerlukan waktu untuk adaptasi dengan suasana di pengungsian.

"Ada beberapa laporan menyebutkan mereka terlihat sempat bersitegang dengan pengungsi lain. Hal tersebut juga dapat menjadi faktor pemicu stres," katanya.

Retno mengatakan semakin lama waktu yang dihabiskan di pengungsian, berbanding lurus dengan jumlah pengungsi yang mengalami gangguan psikologis.

Sementara itu, data per 9 November 2010 tercatat jumlah pengungsi sebanyak 94.615 orang yang menyebar hingga ke wilayah kabupaten/Kota tetangga di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Di wilayah Sleman sendiri tercatat 80.155 orang, dan di luar wilayah Kabupaten Sleman tetapi masih di Provinsi Daerah Istimewa Yogykarta (DIY) sebanyak 14.460 rang," kata Komandan Satlak Penanggulangan Bencana dan Pengungsi Kabupaten Sleman Widi Sutikno.

Menurut dia, dari ratusan titik lokasi pengungsi di Sleman terdapat empat titik pengelolaan pengungsi terbesar yakni Stadion Maguwoharjo dengan Ketua Pengelola Camat Pakem Budiharjo, Gedung Youth Center di Kecamatan Mlati dengan Ketua Pengelola Kepala Bagian Pemerintahan Desa Joko Supriyanto, GOR Sleman dengan Ketua Pengelola Kabag Administrasi dan Pengendalian Pembangunan Agung Armawanta serta Masjid Agung Sleman dan sekitarnya dengan Ketua Pengelola Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Jazim Sumirat.

"Di luar keempat tempat itu, semua camat di 14 kecamatan di luar tiga wilayah bencana yakni Turi, Pakem dan Cangkringan, menjadi ketua pengelola pengungsi di wilayah masing-masing," katanya.

Ia mengatakan para ketua pengelola tempat pengungsian tersebut bertanggung jawab atas pelaksanaan koordinasi dan pengendalian tempat pengungsi yang di dalamnya menyangkut sarana prasarana, kesehatan, relawan dan dapur umum.

"Pengungsi dari warga Sleman yang berada di luar wilayah kabupaten ini diketuai Dwi Supriyanto yang bertugas memantau pengungsi, tempat pengungsian, data pengungsi, serta kebutuhan logistik, sarana dan prasarana serta kesehatan pengungsi, dan mengkoordinasikan penanganan pengungsi dengan Pemerintah Provinsi DIY, pemerintah kabupaten/kota setempat, serta tempat pengungsian," katanya.



Malaysia bantu pengungsi

Perdana Menteri Malaysia Najib Razak memberikan bantuan barang senilai Rp1 miliar kepada para pengungsi korban bencana erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Bantuan berupa makanan, pakaian, dan selimut itu secara simbolis diserahkan Menteri Pertahanan Malaysia Ahmad Zahid Hamidi kepada Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kepatihan Yogyakarta, Kamis.

"Kami membawa titipan bantuan dari Perdana Menteri (PM) Malaysia untuk para pengungsi korban Merapi. Bantuan itu sebagai wujud rasa keprihatinan atas musibah yang menimpa warga di sekitar Merapi," kata Ahmad Zahid Hamidi.

Menurut dia, dirinya diutus secara khusus oleh PM Malaysia untuk menyerahkan bantuan secara langsung melalui Sri Sultan Hamengku Buwono X. Bantuan itu diharapkan dapat dimanfaatkan oleh warga yang sedang terkena bencana letusan Merapi.

"Kami berharap bantuan tersebut dapat bermanfaat bagi para pengungsi. Kami juga siap membantu jika ada kebutuhan lain yang masih kurang, tentunya atas seizin pemerintah Indonesia," katanya.

Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, dirinya menyampaikan terima kasih atas bantuan PM Malaysia yang diberikan kepada para pengungsi korban bencana erupsi Merapi.

Bantuan tersebut, menurut dia, tentu sangat berharga bagi para pengungsi yang berada di posko pengungsian untuk memenuhi kebutuhannya. "Bantuan itu selanjutnya akan diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman untuk didistribusikan ke posko-pokso pengungsian yang ada agar dapat dimanfaatkan para pengungsi," katanya.

Sementara itu, sebanyak 408 mahasiswa dari Malaysia yang beberapa waktu lalu pulang ke negaranya akibat erupsi Gunung Merapi akan kembali ke Yogyakarta untuk menempuh studi lagi.

"Ketika Merapi meletus, mahasiswa Malaysia yang kuliah di Yogyakarta banyak yang pulang, tetapi mereka akan kembali ke kota pelajar itu untuk menempuh pendidikan lagi," kata Menteri Pertahanan Malaysia Ahmad Zahid bin Hamidi, di Kepatihan Yogyakarta, Kamis.

Hal itu disampaikan Ahmad Zahid usai menyerahkan bantuan dari Perdana Menteri (PM) Najib Razak untuk para pengungsi korban bencana erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Menurut Ahmad Zahid, mahasiswa itu pulang ke Malaysia karena kegiatan belajar mengajar di kampus diliburkan akibat aktivitas Gunung Merapi. Sebagian besar dari mereka merupakan mahasiswa baru.

"Mahasiswa yang pulang ke Malaysia itu akan kembali ke Yogyakarta setelah ada arahan dari Sri Sultan Hamengku Buwono X. Kami menunggu nasihat Sultan mengenai kapan sebaiknya mahasiswa dari Malaysia kembali ke Yogyakarta," katanya.

Namun demikian, menurut dia, ada 52 mahasiswa dari Malaysia yang masih bertahan di Yogyakarta. Mereka adalah mahasiswa yang sudah lama kuliah di sejumlah perguruan tinggi di Yogyakarta.

"Mahasiswa Malaysia yang masih berada di Yogyakarta kami minta selain belajar, juga membantu korban Merapi. Mereka harus membantu warga yang terkena musibah bencana letusan Gunung Merapi," katanya.

Sultan mengatakan mahasiswa dari Malaysia itu pulang ke negaranya karena sedang libur. Beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta meliburkan mahasiswa hingga 15 November 2010 karena erupsi Merapi.

"Pada 15 November 2010 kemungkinan kegiatan belajar mengajar di beberapa perguruan tinggi itu akan aktif lagi, sehingga mahasiswa akan masuk kampus kembali," katanya.



Abu vulkanik "tersimpan" di awan

Abu vulkanik yang banyak mengandung silica yang tajam dan runcing bisa "tersimpan" di awan, dan dikhawatirkan dapat mengganggu penerbangan.

"Kandungan silica yang mencapai 56 persen dalam abu vulkanik Gunung Merapi saat ini setelah melayang-layang akhirnya kemungkinan sebagian `terjebak` di awan," kata pakar geologi dari Universitas Gadjah Mada Agus Hendratno di Yogyakarta, Kamis.

Ia menyebutkan abu vulkanik sebagai partikel berukuran kurang dari dua milimeter, dan titik leburnya 600 derajat Celcius itu, setelah terlontar ke atas atau letusan vertikal setinggi 7-8 kilometer (seperti dirilis Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta), terbawa angin ke berbagai arah. "Namun, dalam beberapa pekan terakhir angin lebih sering ke barat dan barat daya," katanya.

Menurut dia, abu vulkanik yang melayang-layang terbawa angin itu, bisa sampai ke mana-mana. "Jika kemudian sebagian abu vulkanik `terjebak` di awan, atau bahkan `tersimpan` di awan, padahal awan mengandung uap air, tentunya daya lekatnya semakin kuat jika menempel di badan pesawat terbang, misalnya," katanya.

Agus mengkhawatirkan jika ada pesawat terbang pada ketinggian 3.000 feet melintas di gumpalan awan yang banyak menyimpan abu vulkanik, apabila abu vulkanik tersebut menempel di kaca depan, kaca itu tiba-tiba bisa menjadi buram sehingga mengganggu pandangan pilot. "Jika jarak pandang pilot terbatas, tentu bisa membahayakan penerbangan," katanya.

Ia mengatakan silica dalam abu vulkanik sifatnya runcing dan tajam, sehingga abu vulkanik dalam jumlah banyak kemudian diterjang pesawat dengan kecepatan tinggi, tentu bisa menyebabkan kaca di depan pilot tergores dengan bidang yang lebar, sehingga kaca tersebut berkurang ketebalannya. "Kondisi ini pasti akan mempengaruhi `performa` pesawat terbang," katanya.

Menurut dia, yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah jika abu vulkanik dengan kandungan silica yang cukup banyak itu masuk ke mesin pesawat terbang. "Mesin di pesawat saat turbin bekerja dengan kecepatan pesawat yang tinggi yang menghasilkan suhu di atas 1.000 derajat Celcius, tiba-tiba kemasukan abu vulkanik, maka silica-nya akan meleleh, dan menempel di baling-baling mesin. Kalau sudah terjadi abrasi di mesin itu, bisa mengganggu aliran udara pada mesin, dan banyak abu menempel di baling-baling mesin, sehingga kerja baling-baling menjadi lambat. Kondisi ini tentu akan mengganggu kinerja mesin pesawat," katanya.

Agus Hendratno menyebutkan saat Gunung Galunggung meletus pada 1982, waktu itu abu vulkaniknya diduga mengganggu pesawat terbang yang kebetulan melintas di udara wilayah Jawa Barat. "Ketika itu sebuah pasawat terbang dari Malaysia dengan tujuan Jakarta, saat berada di posisi 177 kilometer timur Jakarta, tiba-tiba mesin pesawat terganggu, dan diduga karena abu vulkanik dari gunung tersebut," katanya. (U.E013*V001*B015*ANT-158*ANT-159*/K004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Media Dakwah Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha