Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan nikmat teragung kepada kita, hamba-hamba-Nya yang beriman. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada utusan Allah untuk semesta alam, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Allah telah menutus Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dengan membawa petunjuk dan agama yang benar untuk Dia menangkan atas semua agama yang ada. Allah juga memerintahkan beliau shallallahu 'alaihi wasallam untuk mendakwahkannya baik secara umum atau khusus. Umum maknanya, kepada semua kalangan, bangsa, dan pemeluk agama. Khusus, maknanya kepada ahli ktiab dari Yahudi dan Nasrani.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إنِّي رَسُولُ اللَّهِ إلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ لا إلَهَ إلاَّ هُو يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang umi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".” (QS. Al-A’raf: 158)
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلاَّ نَعْبُدَ إلاَّ اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ فَإن تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".” (QS. Ali Imran: 64)
Allah Subhanahu wa Ta'ala memperingatkan utusan-Nya tadi agar berhati-hati terhadap segala usaha orang kafir dari kalangan ahli kitab dan musyrikin untuk menyesatkannya dari petunjuk yang dibawanya, baik secara umum ataupun khusus.
Allah berfirman,
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ وَلا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ وَلا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ وَلا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku".” (QS. Al-Kaafirun 1-6)
Allah memperingatkan secara khusus terhadap berbagai tipu daya dari Ahli Kitab,
وَأَنزَلْنَا إلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْـحَقِّ مُصَدِّقًا لِّـمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْواءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْـحَقِّ - - - وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللَّهُ إلَيْكَ
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. - - sampai - - Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (QS. Al-Maidah: 48-49)
Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan perintah Tuhan-nya ini, beliau menyeru sanak keluarganya terdekat dan manusia secara umum. Bahkan, dalam keterangan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwa beliau shallallahu 'alaihi wasallam telah menulis surat kepada penguasa Romawi dan Persia, kepada raja Najasyi dan segenap pungasa lalim lainnya. Isi surat beliau berisi dakwah agar menyembah kepada Allah semata dan mengakui beliau sebagai utusan Allah kepada mereka. Salah satu contohnya adalah surat beliau kepada Heraklius, penguasa Romawi:
“Bismillahirrahmanirrahim (Dengan menyebut nama Allah Yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang). Surat ini dari Muhammad, hamba Allah dan Rasul Allah, kepada Heraklius, penguasa Romawi. Salam kesejahteraan tercurah pada orang yang mengikuti jalan yang lurus. Adapaun selanjutnya, aku benar-benar menyeru Anda memeluk Islam. Masuk Islam-lah, pasti Anda selamat. Allah pasti akan menganugerahi Anda pahala dua kali lipat. Namun kalau Anda menolak, maka Anda bertanggung jawab akan dosa orang-orang Arison. Dan :
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَنْ لَا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Hai Ahli kitab! Mari kita datang pada persamaan antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah sesuatu selain Allah, dan kita tidak mempersekutukan Allah dengan apapun, juga kita tidak mengangkat di antara kita sebagai Tuhan selain Allah. Kemudian, jika mereka berpaling, maka katakan 'persaksikanlah bahwa kami adalah Muslim.” (QS. Ali Imran: 64)
Jalan ini pula yang telah ditempuh para sahabat dan tabi’in. mereka menaklukkan hati musuh sebelum menjebol benteng mereka sehingga memasukkan mereka ke dalam Islam dengan berbondong-bondong. Kemudian para ulama salaf sesudah mereka mengikuti langkah-langkah mereka ini. Mereka hanya mengenal dakwah kepada Allah dengan hujjah dan argumentasi yang jelas. Jika musuh menolak, maka pedang dan kekuatanlah yang bertindak, “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.” (QS. Al-Anfal: 39). Mereka tidak mengenal metode baru dalam ber-Islam yang mengakui kebenaran agama lain dan berupaya mengadakan kegiatan keagamaan bersama-sama, seperti doa bersama, saling mengucapkan selamat atas hari besar antar umat beragama, dan saling menghadiri dan memeriahkannya.
Fenomena Doa Bersama Antar Lintas Agama
Prinsip Islam di atas tentu sangat berbeda dengan gerakan pluralisme yang sedang trend dan menjangkiti sebagian umat Islam. Bukannya mendakwahi pemeluk agama kufur untuk masuk Islam biar selamat di ahirat, malah bersama-sama dengan mereka melaksanakan ibadah bareng di gereja atau tempat lainnya. Pastinya, orang-orang kafir tersebut semakin terdukung dengan keyakinan agamanya.
Pada acara haul setahun meninggalnya ‘Bapak Pluralisme Indonesia’ KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada akhir Desember lalu, para tokoh berbagai agama menggelar doa bersama, tahlilan dan yasinan di Gereja GKJW Jombang. Acara doa bersama yang dihadiri oleh ratusan umat lintas agama Islam, Kristen, Budha, Hindu dan aliran kepercayaan itu mengambil tajuk ‘Gus Dur Memorial Lecture’.
Menurut penuturan Ketua Panitia Aan Anshori yang juga Ketua Lembaga Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LBH NU), rangkaian acara tersebut diawali dengan pembukaan dan sambutan oleh Ketua Majelis Daerah (MD) GKJW Surabaya Barat, Pendeta Sunardi. Kemudian, dilanjutkan dengan pembacaan doa secara maraton dari berbagai agama secara bergantian.
“Pertama pembacaan Yasin dan Tahlil disambung dengan doa dari agama Kristen, Hindu, Buddha dan Aliran kepercayaan. Semua ditujukan untuk Gus Dur,” kata Aan.
Sedangkan di Semarang, puluhan aktivis lintas agama dari NU, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, Konghuchu dan Ahmadiyah menggelar doa bersama dan peringatan satu tahun meninggalnya Gus Dur di Monumen Tugu Muda Semarang, Kamis malam (30/12/2010).
Selain doa yang dikirim untuk arwah Gusdur, juga diisi dengan lantunan shalawat dan orasi kemanusiaan yang disampaikan oleh masing-masing perwakilan dari lintas agama.
Kebatilan Doa bersama Lintas Agama
Setiap muslim wajib meyakini bahwa agama Islam saja yang benar, yang diridhai dan di terima oleh Allah Ta’ala. Sedangkan orang yang beragama selain Islam, maka seluruh amalnya tertolak dan pada hari kiamat tergolong sebagai orang-orang yang merugi.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19) Allah mengabarkan bahwa agama yang benar dan diterima oleh-Nya adalah Islam.
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا نَفْسٌ مُسْلِمَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ لَيُؤَيِّدُ هَذَا الدِّينَ بِالرَّجُلِ الْفَاجِرِ
“Sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang muslim. Dan sesungguhnya Allah akan menguatkan dien (agama) ini dengan seorang laki-laki yang fajir.” (Muttafaq ‘alaih)
Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menguatkan makna ini dengan sabdanya,
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tak seorangpun dari umat ini yang beragama Yahudi dan tidak pula Nasrani yang pernah mendengar tentangku lalu dia mati dan tidak beriman kepada risalah yang aku bawa, kecuali dia menjadi penghuni neraka.” (HR. Muslim)
Sedangkan amal kebaikan orang kafir tidak bermanfaat bagi mereka sedikitpun di akhriat. Allah berfirman:
وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ
"Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya." (QS. Al Taubah: 54)
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآَنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
"Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun. Dan di dapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya." (QS. Al Nuur: 39)
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan." (QS. Al Furqaan: 23)
Dari Aisyah radliyallah 'anha berkata: "Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, 'Ya Rasulallah, Ibnu Jad'aan sewaktu Jahiliyah telah menyambung silaturahim dan memberi makan orang miskin, apakah hal itu bermanfaat baginya?" Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "tidak bermanfaat baginya karena tak pernah sehari pun dia berucap, "Ya Allah Tuhanku, ampunilah dosa kesalahanku pada hari pembalasan." (HR. Muslim)
Imam an Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menerangkan makna hadits ini, bahwa apa yang telah dikerjakannya berupa menyambung silaturahim, memberi makan, dan berbagai kemuliaan lainnya tidak memberikan manfaat baginya di akhirat, dikarenakan dia seorang kafir."
Al Qadli 'Iyadh rahimahullah berkata: "Telah terjadi ijma' bahwa amal-amal baik orang-orang kafir tidak memberikan manfaat bagi diri mereka, mereka juga tidak dibalas dengan diberi nikmat dan tidak pula diringankan adzab. Tetapi siksa sebagian mereka lebih dahsyat dari sebagian lainnya sesuai dengan kejahatan mereka." (Syarh Shahih Muslim)
Sedangkan doa bersama yang dilakukan aktifis lintas agama pada acara peringatan setahun meninggalnya “Bapak Pluralisme Indonesia” KH. Abdurrahman Wahid sangat bertentangan dengan dengan prinsip dasar Islam di atas.
Doa bersama berarti mengakui kebenaran ajaran, ibadah, dan doa yang mereka panjatkan kepada tuhan yang mereka angkat selain Allah. Padahal dengan tegas Allah menyebutkan,
وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لَا يَسْتَجِيبُونَ لَهُمْ بِشَيْءٍ إِلَّا كَبَاسِطِ كَفَّيْهِ إِلَى الْمَاءِ لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَالِغِهِ وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ
“Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu pun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.” (QS. Al-Ra’du: 14)
Doa bersama berarti mengakui kebenaran ajaran, ibadah, dan doa yang mereka panjatkan kepada tuhan yang mereka angkat selain Allah.
Teladan Nabi Ibrahim dalam Berislam
Seorang muslim seharusnya mencontoh dan mengikuti jejak Nabiyullah Ibrahim 'alaihis salam dalam memegang prinsip berislam. Beliau hidup pada masyarakat yang plural namun tidak lantas menjadi pluralism yang mengakui kebenaran keyakinan non-muslim. Allah Ta’ala berfirman,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS. Al-Mumtahanah: 4)
Dalam ayat di atas, degan tegas, Nabi Ibrahim 'alaihis salam dan kaumnya yang beriman kepada beliau menyatakan kebatilan agama orang-orang kafir yang menyembah selain Allah. Beliau berlepas diri dari mereka, tuhan yang mereka sembah selain Allah, dan juga berlepas diri dari ibadah mereka. Beliau menyatakan ingkar beliau terhadap keyakinan mereka tersebut. Tidak cukup itu saja, beliau menyatakan permusuhan dan kebencian terhadap mereka dengan kekafiran mereka tersebut sehingga mereka beriman kepada Allah semata.
Karena pentingnya prinsip berislam ini, Allah Ta’ala mengulang perintah meniti jejak beliau dan mencontohnya,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ
“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari kemudian.” (QS. Al-Mumtahanah: 6)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di rahimahullaah, menyebutkan bahwa mengikuti contoh Nabi Ibrahim dan pengikutnya tersebut sangat berat kecuali bagi mereka yang berharap pahala dari Allah dan keselamatan pada hari akhir. Tentu sebaliknya, bagi orang yang tujuan hidupnya dunia dan tidak takut akan hari pembalasan, amat sangat berat mengikuti teladan yang baik dalam beriman dan bertauhid serta melaksanakan tuntutan-tuntutannya.
Ini sangat berbeda dengan kegiatan aktifis pluralism yang malah bersama-sama orang-orang kafir beribadah dan berdoa dengan ajaran agamanya masing-masing. Bukannya bara’ (berlepas diri dan benci) dengan orang kafir, ibadah mereka dan tuhan yang mereka sembah selain Allah, tapi malah mendukung, menyokong, dan meridhai yang mereka lakukan. Wal’yadhu billah (Semoga Allah menyelamatkan kita dari kesesatan ini)!.
Nabi Ibrahim dan pengikutnya berlepas diri dari orang kafir, tuhan yang mereka sembah selain Allah, dan juga berlepas diri dari ibadah mereka.Beliau menyatakan ingkar beliau terhadap keyakinan mereka tersebut.Tidak cukup itu saja, beliau menyatakan permusuhan dan kebencian terhadap mereka dengan kekafiran mereka tersebut sehingga mereka beriman kepada Allah semata.
Doa Bersama Bentuk Sinkretisme
Sesungguhnya aktifitas doa bersama lintas agama muncul dari peradaban Barat yang mengesahkan aktivitas sinkretisme (percampuran akidah maupun syariat berbagai agama) yang didasarkan pada paham kufur pluralisme. Sebaliknya, Islam menolaknya. Sebab, antara yang hak dan yang batil serta antara keimanan dan kekufuran tidak dapat dipertemukan dan disatukan sampai kapan pun dan dengan alasan apa pun.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 42)
Seorang muslim tidak boleh mencampur adukkan antara hak dan batil, dalam hal ini doa kepada Allah dan doa kepada selain-Nya. Seharusnya dia menyampaikan ini hak dan itu batil agar orang yang mencari petunjuk mengetahuinya lalu mengikutinya. Sedangkan orang yang sebelumnya tersesat agar ia kembai ke jalan yang benar. Adapun penentang agar mereka mendapatkan bantahan dengan argument yang jelas.
Sementara kaum muslimin yang dalam kegiatan doa bersama pasti tidak akan menyatakan kebenaran agamanya dan kebatilan agama yang lain, walaupun dia mengetahuinya. Ini menurut penjelasan Syaikh al-Sa’di termasuk bentuk mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan sehingga keduanya tidak nampak perbedaannya. Juga termasuk menyembunyikan kebenaran yang diketahuinya karena tidak menjelaskan kepada orang-orang kafir tentang kesalahan keyakinan mereka. Wallahu Ta’ala a’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar