addakwah.com ---Sungguh makin aneh saja perilaku dan omongan Polisi dalam issue terorisme. Bagaimana tidak, dalam penangkapan baru-baru ini di Klaten terhadap kelompok yang disebut kelompok Abdullah Sonata, Polisi menyatakan bahwa kelompok ini tengah menyiapkan rencana untuk menyerang Polisi. "Mereka merancang penyerangan ke Polri pada peringatan hari Bhayangkari," kata Kabidhumas Mabes Polri, Irjen Pol. Edward Aritonang, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Jumat (25/6/2010). Pola ini persis sama dengan apa yang dilakukan oleh Presiden SBY, ketika menyatakan bahwa dirinya dijadikan sasaran tembak dalam latihan kelompok yang disebut oleh aparat sebagai teroris. Rupanya komunikasi politik dengan menjadikan diri sebagai sorban sedang digemari oleh para pejabat tinggi di negeri ini.
Dalam issue terorisme, polisi begitu sigapnya melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap orang-orang yang mereka sebut sebagai teroris. Dan setiap tersangka yang berlatar belakang aktivis Islam selalu saja disebut sebagai teroris. Akan tetapi terhadap para tersangka yang bukan berlatar belakang Islam, yang melakukan perbuatan kriminal seperti pembunuhan, baik membunuh aparat maupun penduduk sipil, penembakan, pemilikan senjata api, yang secara keseluruhan perbuatan mereka yang bukan berlatar belakang Islam ini, selalu disebut sebagai Separatis dan pejuang yang memperjuangkan keadilan bagi kelompoknya. Padahal esensi dan substansi dari perbuatan kelompok ini pada intinya adalah membuat rasa takut masyarakat secara meluas sebagaimana defenisi dalam UU Pemberantasan Terorisme.
Mari kita lihat beberapa bentuk tindakan kriminal yang dilakukan oleh kalangan non muslim untuk menciptakan rasa takut di masyarakat.
Penembak misterius (petrus) kembali beraksi di Kabupaten Puncak Jaya Provinsi Papua. Kali ini, penembakan tersebut menewaskan salah satu anggota Brimob yang di-BKO-kan dari Bogor.
Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Wachyono saat di konfirmasi detikcom, Selasa (15/6/2010) pagi, membenarkan kejadian tersebut. Menurut Wachyono, penembakan ini terjadi pada hari Senin (14/6/2010), namun belum dapat dipastikan waktu dan TKP penembakan anggota Brimob tersebut. Namun nama korban telah diketahui yaitu anggota Sat Por II Kedung Halang Bogor, Briptu Agus Suhendra.
Wachyono menambahkan, Briptu Agus Suhendra tewas tertembak oleh penembak misterius (petrus) dari jarak 3,5 meter. Korban tewas tertembak saat hendak berpatroli di Kampung Yambi Distrik Mulia Kabupaten Puncak Jaya, Papua.
"Jadi korban meninggal saat berpatroli. Dan tertembak dari jarak yang cukup dekat yakni kurang lebih 3,5 meter," jelas dia.
Sony Timbuat, Korban selamat kasus penembakan di kampung Mewulok, Mulia, kabupaten Puncak Jaya, Papua, Selasa (13/4) lalu mengatakan, pelaku aksi anarkis yang menewaskan tiga orang rekannya itu adalah kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM).
"Yang menghadang kami dan menembak mati tiga orang rekan kerja saya adalah OPM," katanya kepada wartawan di Jayapura, Sabtu.
Dalam peristiwa yang berbeda bisa kita lihat perilaku kriminal non muslim ini. Seperti diberitakan sebelumnya, tiga orang, masing masing Elianus Ramanday (32) dan Hans Ling Satya (30) dan Asbulah (51), dilaporkan menjadi korban penembakan dan tindak kekerasan oleh kelompok tak dikenal yang diduga OPM pada Selasa (13/4) lalu di kampung Mewoluk, Distrik Mulia, kabupaten Puncak Jaya, Papua.
Sony Timbuat yang juga didampingi Reinhart Satya, keluarga dari Ellimus Ramandey Satya dan Hans Ling Satya yang merupakan korban tewas dalam penembakan itu menjelaskan, kronologis kejadian penembakan itu ketika para pekerja PT Modern yang sedang membangun jalan dan jembatan di kampong Mewulok, sedang dalam iringan menggunakan tiga unit truk menuju lokasi pekerjaan.
"Setelah kami semua sudah turun dari mobil, muncul dua orang pria lagi dari dalam hutan dengan senjata api standar TNI/Polri dan langsung menembak empat orang rekan saya," ujar Sony Timbuat yang mengaku berhasil melarikan diri setelah melihat para rekannya ditembak, karena ia menumpang di truk yang berada pada barisan paling belakang.
Sony Timbuat lebih tegas dan meyakini kalau pelaku penyerangan dan penembakan yang menewaskan tiga orang rekannya itu adalah OPM, setelah melihat foto yang diberikan keluarga korban tewas yakni Ellimus Ramandey satya dan Hans Ling Satya, yang sebelumnya dikirimkan oleh korban.
Dalam foto itu terlihat Hans Ling Satya tampak akrab dengan beberapa orang yang diduga sebagai gerombolan organisasi Papua Merdeka (OPM).
"Yang menembak rekan-rekan saya adalah dua orang yang memegang senjata dalam foto ini," kata Sony Timbuat, setelah memperhatikan dengan seksama foto bersangkutan.
Sementara menyinggung nama orang dalam foto itu, dirinya mengaku tidak mengetahuinya.
"Mereka ini memang sering meminta uang kepada warga ataupun sopir mobil yang melintasi daerahnya," kata Sony Timbuat.
Konvoi bus PT Freeport, Rabu sekitar pukul 11.15 WIT atau pukul 09.15 WIB, ditembaki oleh orang tak dikenal, tepatnya di mile 52-53, sehingga bus harus kembali ke check point mile 50. Dalam kejadian itu diinformasikan ada korban, namun belum ada konfirmasi dari aparat keamanan. Konvoi bus PT Freeport itu terdiri atas 12 bus dan dikawal oleh aparat TNI dan Polri.
Akibat peristiwa ini, 428 karyawan PT. Freeport yang diangkut oleh 12 bus menuju Tembagapura tertahan di mile 50. “Saat ini belum diketahui dengan pasti kondisi mereka karena masih ditangani tim medis RS Kuala Kencana, sedangkan kasus penembakan di mile 51, belum diketahui ada korban atau tidak,” kata Nurhabri, pejabat Polda Papua. Dalam peristiwa ini terjadi pula kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan seorang Brimob tewas yakni Bripka Ismail Todoho dan empat lainnya luka yakni Lettu Sriono, Pratu Triono, Petrus Uluhayanan dan Patrik Tabi.
Peristiwa lain yang meresahkan masyarakat adalah, insiden penembakan yang terjadi di kawasan perusahaan pertambangan PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua, Sabtu pagi 11 Juli 2009.
Serangan atas mobil dengan nomor seri LWB 01.2587 itu terjadi pada pukul 5.20 waktu setempat. Satu warga Australia, Drew Nicholas Grant (29) tewas dalam insiden tersebut.
Penembakan juga terjadi keesokan harinya, Minggu 12 Juli 2009, sasarannya konvoi logistik. Seorang petugas keamanan Freeport, Markus Rattealtewas tewas dalam kejadian tersebut.
Pada Senin 13 Juli 2009, seorang anggota Provost Satuan Tugas Amole Polda Papua, Bripda Marson Freddy Patiteikoni ditemukan tewas di jurang.
Aksi kelompok bersenjata juga tanpa pandang bulu terus terjadi di Tembagapura Papua. Kendaraan dinas Danramil Tembagapura ditembak beberapa kali, saat melintas di mile 42, kawasan PT Freeport.
Kapolda Papua Irjen Pol Bagus Ekodanto mengakui, penembakan itu terjadi saat mobil dinas yang juga ditumpangi Danramil Tembagapura Kapten Inf Nainggolan itu terjadi saat dia hendak kembali ke Tembagapura.
Saat itu Danramil Tembagapura didampingi dua anggotanya. Menurutnya, penyidik saat ini sedang dimintai keterangannya oleh penyidik di Mapolres Mimika di Timika. Kasus penyerangan di areal PT Freeport terjadi sejak awal Juli, menyebabkan tiga orang tewas setelah terkena tembakan, dua di antaranya karyawan Freeport.
Kekerasan bersenjata di kawasan PT Freeport Indonesia Papua tak ada habisnya. Bus security milik PT.Freeport, ditembaki orang tak dikenal di mile 43 sehingga dua karyawan terluka. Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Agus Riyanto mengatakan,bus nomor lambung 14079 yang dikemudikan Dani Leu itu membawa 12 anggota security dan dua petugas cleaning service.
Bus tersebut ditembaki saat melintas di mile 43 sehingga Jelke Pangkarago (security) luka terkena kena pecahan kaca di bagian paha dan Anselmus Gau terkena pecahan kaca di bagian pelipis kanan. “Kedua korban masih dirawat di RS Kuala Kencana Timika,” kata Kombes Agus.
Ruas jalan Timika-Tembagapura yang berada di area operasional PT.Freeport sejak awal Juli sering ditembaki orang tak dikenal.
Insiden penembakan sebelumnya, melukai tujuh orang termasuk seorang warga Kanada James Lockhart. Penembakan terjadi saat dua bus pengangkut karyawan dan mobil Toyota Landcruiser milik perusahaan beriringan dari Tembagapura ke Timika. Di mile 60-61 rombongan kendaraan diberondong rentetan tembakan dari kelompok tidak dikenal.
Sikap media juga terlihat aneh ketika memberitakan peristiwa di Papua ini. “Associated Press sendiri menurunkan laporan soal kemungkinan persaingan militer dan polisi sebagai biang penembakan di Freeport”.
Sikap yang sangat berbeda ketika media menurunkan berita tentang terorisme. Tanpa menyebut ada kemungkinan yang lain, media langsung main tuduh dan menelan mentah-mentah apapun informasi yang diberikan polisi dan menurunkan berita seolah-olah sebagai humasnya polisi.
Bahkan media elektronik seperti televisi maupun berbagai koran, dengan inisiatif yang tinggi melakukan “investigasi” mengenai latar belakang para aktivis islam yang ditangkap maupun ditembak mati oleh polisi, dengan hasil yang sungguh “mengagunkan”. Seringkali laboran yang dibuat oleh media sekuler tersebut menceritakan bahwa orang-orang yang dituduh terlibat dalam terorisme ini adalah orang-orang yang tertutup, tidak disenangi para tetangga dan memiliki “pikiran yang aneh” bagi masyarakat awam.
Inilah kampanye anti Islam yang dilakukan dengan mengambil bentuk pemberitaan. Padahal essensi dan substansi perbuatan dari kelompok yang disebut separatis dan teroris tersebut adalah sama dan sebangun. Sama-sama menggunakan kekerasan dan sensata api, sama-sama melakukan pembunuhan terhadap warga sipil dan aparat hukum baik polisi maupun militer serta sama-sama membuat rasa takut di tengah masyarakat.
Media massa sama sekali tidak tertarik untuk melakukan investigasi terhadap keanehan-keanehan dalam issu terorisme ini. Misalnya terkait informasi mengenai peran Sofyan Sauri yang menjadi sponsor pelatihan militer di Aceh. Peran Sofyan Sauri seolah dinisbikan oleh polisi dan media. Padahal Sofyan Sauri ini adalah orang yang menjadi penghubung antar kelompok dan merekrut anak-anak Aceh dan juga yang berasal dari luar Aceh dalam pelatihan tersebut.
Sofyan juga yang mengajak beberapa anak Aceh, pada bulan Februaru 2009, untuk melakukan latiha menembak di dalam Mako Brimob dengan menggunakan peluru sungguhan, dimana setiap peserta latih mendapat jatah sekitar 30 buti peluru sekali latihan. Padahal Sofyan Sauru tersebut telah dipecat dari satuan polisi alias bukan lagi polisi, Namur dia bisa membawa anak-anak Aceh untuk berlatih di Mako Brimob. Dia juga yang menyediakan sensata dan amunisi dalam pelatihan di Aceh pada Januari 2010.
Namun informasi penting ini sama sekali tidak menjadi perhatian media. Begitu juga dalam penggrebekan kelompok Abdullah Sonata di Klaten. Media massa sama sekali mengabaikan informasi yang beredar di masyarakat, bahwa rumah kontrakan tempat penggrebakan kelompok Abdullah Sonata tersebut adalah salah satu safe house milik Densus 88. Dalam dunia intelijen, safe house adalah tempat bagi aparat intelijen untuk menyembunyikan atau mengintai target sasaran mereka.
Wamakaru wamakaarallah, wallahu khairul maakiriin.
Dalam issue terorisme, polisi begitu sigapnya melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap orang-orang yang mereka sebut sebagai teroris. Dan setiap tersangka yang berlatar belakang aktivis Islam selalu saja disebut sebagai teroris. Akan tetapi terhadap para tersangka yang bukan berlatar belakang Islam, yang melakukan perbuatan kriminal seperti pembunuhan, baik membunuh aparat maupun penduduk sipil, penembakan, pemilikan senjata api, yang secara keseluruhan perbuatan mereka yang bukan berlatar belakang Islam ini, selalu disebut sebagai Separatis dan pejuang yang memperjuangkan keadilan bagi kelompoknya. Padahal esensi dan substansi dari perbuatan kelompok ini pada intinya adalah membuat rasa takut masyarakat secara meluas sebagaimana defenisi dalam UU Pemberantasan Terorisme.
Mari kita lihat beberapa bentuk tindakan kriminal yang dilakukan oleh kalangan non muslim untuk menciptakan rasa takut di masyarakat.
Penembak misterius (petrus) kembali beraksi di Kabupaten Puncak Jaya Provinsi Papua. Kali ini, penembakan tersebut menewaskan salah satu anggota Brimob yang di-BKO-kan dari Bogor.
Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Wachyono saat di konfirmasi detikcom, Selasa (15/6/2010) pagi, membenarkan kejadian tersebut. Menurut Wachyono, penembakan ini terjadi pada hari Senin (14/6/2010), namun belum dapat dipastikan waktu dan TKP penembakan anggota Brimob tersebut. Namun nama korban telah diketahui yaitu anggota Sat Por II Kedung Halang Bogor, Briptu Agus Suhendra.
Wachyono menambahkan, Briptu Agus Suhendra tewas tertembak oleh penembak misterius (petrus) dari jarak 3,5 meter. Korban tewas tertembak saat hendak berpatroli di Kampung Yambi Distrik Mulia Kabupaten Puncak Jaya, Papua.
"Jadi korban meninggal saat berpatroli. Dan tertembak dari jarak yang cukup dekat yakni kurang lebih 3,5 meter," jelas dia.
Sony Timbuat, Korban selamat kasus penembakan di kampung Mewulok, Mulia, kabupaten Puncak Jaya, Papua, Selasa (13/4) lalu mengatakan, pelaku aksi anarkis yang menewaskan tiga orang rekannya itu adalah kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM).
"Yang menghadang kami dan menembak mati tiga orang rekan kerja saya adalah OPM," katanya kepada wartawan di Jayapura, Sabtu.
Dalam peristiwa yang berbeda bisa kita lihat perilaku kriminal non muslim ini. Seperti diberitakan sebelumnya, tiga orang, masing masing Elianus Ramanday (32) dan Hans Ling Satya (30) dan Asbulah (51), dilaporkan menjadi korban penembakan dan tindak kekerasan oleh kelompok tak dikenal yang diduga OPM pada Selasa (13/4) lalu di kampung Mewoluk, Distrik Mulia, kabupaten Puncak Jaya, Papua.
Sony Timbuat yang juga didampingi Reinhart Satya, keluarga dari Ellimus Ramandey Satya dan Hans Ling Satya yang merupakan korban tewas dalam penembakan itu menjelaskan, kronologis kejadian penembakan itu ketika para pekerja PT Modern yang sedang membangun jalan dan jembatan di kampong Mewulok, sedang dalam iringan menggunakan tiga unit truk menuju lokasi pekerjaan.
"Setelah kami semua sudah turun dari mobil, muncul dua orang pria lagi dari dalam hutan dengan senjata api standar TNI/Polri dan langsung menembak empat orang rekan saya," ujar Sony Timbuat yang mengaku berhasil melarikan diri setelah melihat para rekannya ditembak, karena ia menumpang di truk yang berada pada barisan paling belakang.
Sony Timbuat lebih tegas dan meyakini kalau pelaku penyerangan dan penembakan yang menewaskan tiga orang rekannya itu adalah OPM, setelah melihat foto yang diberikan keluarga korban tewas yakni Ellimus Ramandey satya dan Hans Ling Satya, yang sebelumnya dikirimkan oleh korban.
Dalam foto itu terlihat Hans Ling Satya tampak akrab dengan beberapa orang yang diduga sebagai gerombolan organisasi Papua Merdeka (OPM).
"Yang menembak rekan-rekan saya adalah dua orang yang memegang senjata dalam foto ini," kata Sony Timbuat, setelah memperhatikan dengan seksama foto bersangkutan.
Sementara menyinggung nama orang dalam foto itu, dirinya mengaku tidak mengetahuinya.
"Mereka ini memang sering meminta uang kepada warga ataupun sopir mobil yang melintasi daerahnya," kata Sony Timbuat.
Konvoi bus PT Freeport, Rabu sekitar pukul 11.15 WIT atau pukul 09.15 WIB, ditembaki oleh orang tak dikenal, tepatnya di mile 52-53, sehingga bus harus kembali ke check point mile 50. Dalam kejadian itu diinformasikan ada korban, namun belum ada konfirmasi dari aparat keamanan. Konvoi bus PT Freeport itu terdiri atas 12 bus dan dikawal oleh aparat TNI dan Polri.
Akibat peristiwa ini, 428 karyawan PT. Freeport yang diangkut oleh 12 bus menuju Tembagapura tertahan di mile 50. “Saat ini belum diketahui dengan pasti kondisi mereka karena masih ditangani tim medis RS Kuala Kencana, sedangkan kasus penembakan di mile 51, belum diketahui ada korban atau tidak,” kata Nurhabri, pejabat Polda Papua. Dalam peristiwa ini terjadi pula kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan seorang Brimob tewas yakni Bripka Ismail Todoho dan empat lainnya luka yakni Lettu Sriono, Pratu Triono, Petrus Uluhayanan dan Patrik Tabi.
Peristiwa lain yang meresahkan masyarakat adalah, insiden penembakan yang terjadi di kawasan perusahaan pertambangan PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua, Sabtu pagi 11 Juli 2009.
Serangan atas mobil dengan nomor seri LWB 01.2587 itu terjadi pada pukul 5.20 waktu setempat. Satu warga Australia, Drew Nicholas Grant (29) tewas dalam insiden tersebut.
Penembakan juga terjadi keesokan harinya, Minggu 12 Juli 2009, sasarannya konvoi logistik. Seorang petugas keamanan Freeport, Markus Rattealtewas tewas dalam kejadian tersebut.
Pada Senin 13 Juli 2009, seorang anggota Provost Satuan Tugas Amole Polda Papua, Bripda Marson Freddy Patiteikoni ditemukan tewas di jurang.
Aksi kelompok bersenjata juga tanpa pandang bulu terus terjadi di Tembagapura Papua. Kendaraan dinas Danramil Tembagapura ditembak beberapa kali, saat melintas di mile 42, kawasan PT Freeport.
Kapolda Papua Irjen Pol Bagus Ekodanto mengakui, penembakan itu terjadi saat mobil dinas yang juga ditumpangi Danramil Tembagapura Kapten Inf Nainggolan itu terjadi saat dia hendak kembali ke Tembagapura.
Saat itu Danramil Tembagapura didampingi dua anggotanya. Menurutnya, penyidik saat ini sedang dimintai keterangannya oleh penyidik di Mapolres Mimika di Timika. Kasus penyerangan di areal PT Freeport terjadi sejak awal Juli, menyebabkan tiga orang tewas setelah terkena tembakan, dua di antaranya karyawan Freeport.
Kekerasan bersenjata di kawasan PT Freeport Indonesia Papua tak ada habisnya. Bus security milik PT.Freeport, ditembaki orang tak dikenal di mile 43 sehingga dua karyawan terluka. Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Agus Riyanto mengatakan,bus nomor lambung 14079 yang dikemudikan Dani Leu itu membawa 12 anggota security dan dua petugas cleaning service.
Bus tersebut ditembaki saat melintas di mile 43 sehingga Jelke Pangkarago (security) luka terkena kena pecahan kaca di bagian paha dan Anselmus Gau terkena pecahan kaca di bagian pelipis kanan. “Kedua korban masih dirawat di RS Kuala Kencana Timika,” kata Kombes Agus.
Ruas jalan Timika-Tembagapura yang berada di area operasional PT.Freeport sejak awal Juli sering ditembaki orang tak dikenal.
Insiden penembakan sebelumnya, melukai tujuh orang termasuk seorang warga Kanada James Lockhart. Penembakan terjadi saat dua bus pengangkut karyawan dan mobil Toyota Landcruiser milik perusahaan beriringan dari Tembagapura ke Timika. Di mile 60-61 rombongan kendaraan diberondong rentetan tembakan dari kelompok tidak dikenal.
Sikap media juga terlihat aneh ketika memberitakan peristiwa di Papua ini. “Associated Press sendiri menurunkan laporan soal kemungkinan persaingan militer dan polisi sebagai biang penembakan di Freeport”.
Sikap yang sangat berbeda ketika media menurunkan berita tentang terorisme. Tanpa menyebut ada kemungkinan yang lain, media langsung main tuduh dan menelan mentah-mentah apapun informasi yang diberikan polisi dan menurunkan berita seolah-olah sebagai humasnya polisi.
Bahkan media elektronik seperti televisi maupun berbagai koran, dengan inisiatif yang tinggi melakukan “investigasi” mengenai latar belakang para aktivis islam yang ditangkap maupun ditembak mati oleh polisi, dengan hasil yang sungguh “mengagunkan”. Seringkali laboran yang dibuat oleh media sekuler tersebut menceritakan bahwa orang-orang yang dituduh terlibat dalam terorisme ini adalah orang-orang yang tertutup, tidak disenangi para tetangga dan memiliki “pikiran yang aneh” bagi masyarakat awam.
Inilah kampanye anti Islam yang dilakukan dengan mengambil bentuk pemberitaan. Padahal essensi dan substansi perbuatan dari kelompok yang disebut separatis dan teroris tersebut adalah sama dan sebangun. Sama-sama menggunakan kekerasan dan sensata api, sama-sama melakukan pembunuhan terhadap warga sipil dan aparat hukum baik polisi maupun militer serta sama-sama membuat rasa takut di tengah masyarakat.
Media massa sama sekali tidak tertarik untuk melakukan investigasi terhadap keanehan-keanehan dalam issu terorisme ini. Misalnya terkait informasi mengenai peran Sofyan Sauri yang menjadi sponsor pelatihan militer di Aceh. Peran Sofyan Sauri seolah dinisbikan oleh polisi dan media. Padahal Sofyan Sauri ini adalah orang yang menjadi penghubung antar kelompok dan merekrut anak-anak Aceh dan juga yang berasal dari luar Aceh dalam pelatihan tersebut.
Sofyan juga yang mengajak beberapa anak Aceh, pada bulan Februaru 2009, untuk melakukan latiha menembak di dalam Mako Brimob dengan menggunakan peluru sungguhan, dimana setiap peserta latih mendapat jatah sekitar 30 buti peluru sekali latihan. Padahal Sofyan Sauru tersebut telah dipecat dari satuan polisi alias bukan lagi polisi, Namur dia bisa membawa anak-anak Aceh untuk berlatih di Mako Brimob. Dia juga yang menyediakan sensata dan amunisi dalam pelatihan di Aceh pada Januari 2010.
Namun informasi penting ini sama sekali tidak menjadi perhatian media. Begitu juga dalam penggrebekan kelompok Abdullah Sonata di Klaten. Media massa sama sekali mengabaikan informasi yang beredar di masyarakat, bahwa rumah kontrakan tempat penggrebakan kelompok Abdullah Sonata tersebut adalah salah satu safe house milik Densus 88. Dalam dunia intelijen, safe house adalah tempat bagi aparat intelijen untuk menyembunyikan atau mengintai target sasaran mereka.
Wamakaru wamakaarallah, wallahu khairul maakiriin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar