Rabu, 28 Juli 2010

Konsep ESQ Memang Bermasalah! (Bagian 1)

media dakwah
 Oleh: AM Waskito (Penulis, tinggal di Bandung)
[A] LATAR BELAKANG

Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillah Rabbil ‘alamiin, was shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in. Amma ba’du.

Sejak lama saya bersikap netral dan apresiatif terhadap konsep ESQ, atau secara khusus pelatihan-pelatihan berbasis ESQ, yang dikembangkan Bapak Ary Ginanjar Agustian dan perusahaannya. Hal ini terjadi, karena saya lebih mengikuti penilaian orang lain . Banyak orang memuji dan kagum kepada ESQ, saya pun mengikuti saja. Selain itu, saya berpikir, konsep ESQ ini semacam upaya mengangkat citra Islam dengan bukti-bukti sains dan temuan modern. Ya, serupa seperti serial karya besar Dr. Harun Yahya itulah. Saya baru tergerak membaca buku ESQ setelah berkembang opini luas seputar fatwa dari ulama Malaysia yang menyebut konsep ESQ sesat di media-media internet.

Sejak beberapa tahun terakhir, isteri membawa buku ESQ original ke rumah. Judul lengkap: “ESQ, Emotional Spiritual Quotient. The ESQ Way165. 1 Ihsan, 6 Rukun Iman, dan 5 Rukun Islam. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan spiritual. New Edition.” Tentu saja buku ini karya Saudara Ary Ginanjar Agustian. Diterbitkan oleh Penerbit Arga Jakarta, cetakan tahun 2005. Kata pengantar ditulis oleh Bapak HS. Habib Adnan.

Beberapa tahun buku tersebut ada di rumah, saya tidak berhasrat membacanya. Saya anggap, isinya baik-baik saja. Jadi, tidak perlu dikaji pun, tak masalah. Baru ada keinginan membaca setelah muncul fatwa dari Mufti Persekutuan Malaysia, Datuk Haji Wan Zahidi bin Wan Teh, yang memvonis ESQ sebagai konsep menyesatkan, sehingga harus dilarang. Sebelum ada fatwa itu, segalanya tampak baik-baik saja. Saya tertarik untuk mengkaji fatwa tersebut, apakah ia sudah proporsional atau ada masalah di dalamnya? Jadi pada mulanya, benar-benar tak ada niat mengkaji buku ESQ.

Setelah berkembang isu fatwa sesat, manajemen ESQ memberikan klarifikasi. Dalam klarifikasi itu juga dicantumkan surat rekomendasi dari anggota MUI (KH. Amidhan Shabirah), anggota DDII, dll. Klarifikasi ini saya anggap mencukupi. Saya menyimpulkan, fatwa Datuk Wan Zahidi mungkin terlalu terburu-buru dalam memberikan vonis sesat. Saya berprasangka baik kepada MUI dan DDII. Di tubuh DDII ada seorang pakar Syariah, Dr. Zayn An Najah. Juga ada pakar liberalisme, Dr. Adian Husaini. Kedua tokoh ini insya Allah mumpuni untuk membahas konsep ESQ.

Namun belakangan Dewan Dakwah (DDII) melalui situs eramuslim.com menganulir surat pernyataan yang mengatasnamakan DDII itu. Dalam surat yang ditanda-tangani KH. Syuhada Bahri dijelaskan, bahwa DDII belum pernah memberi rekomendasi resmi terhadap ESQ.  Kalaupun ada, itu adalah pernyataan anggota Dewan Dakwah, yang mewakili diri sendiri (pribadi). Surat klarifikasi Dewan Dakwah ini membuat saya gelisah sekaligus penasaran. “Wah, ada apa dengan konsep ESQ?” Sejak saat itu, saya tertarik membaca langsung buku ESQ tersebut. Namun harus dicatat, pembacaan buku ini terjadi sekian tahun, setelah kami mendapati buku original ESQ.

Setelah membaca buku original ESQ tersebut, saya mendapati bukti-bukti bahwa fatwa yang dikeluarkan Mufti Persekutuan Malaysia, Datuk Wan Zahidi, memiliki relevansi kebenaran. Meskipun saya tidak bisa membuktikan untuk seluruh item persoalan yang dituduhkan oleh Datuk Wan Zahidi, tetapi beberapa tuduhan saya menemukan bukti-buktinya. Malah dalam buku “ESQ New Edition” itu saya juga menemukan perkara-perkara lain yang tidak sesuai Syariat Islam.

Namun bagaimanapun, tulisan ini sebatas opini pribadi. Saya tidak memiliki wewenang untuk menyampaikan fatwa. Ini hanya opini tentang konsep ESQ, berdasarkan bukti-bukti dari buku yang diterbitkan Penerbit ESQ sendiri. Apa yang ditulis ini lebih sebagai analisis ilmiah, bukan produk fatwa. Kalau sepakat, silakan diterima; kalau tidak sepakat, silakan diabaikan.

Sebagaimana dalam ESQ diajarkan sikap jujur, adil, konsisten, integritas, dan lain-lain. Maka Saudara Ary Ginanjar, manajemen ESQ, dan semua kalangan yang mendukung konsep tersebut, harus legowo menerima kritikan. Jangan bersikap arogan, seolah suatu konsep pemikiran sudah dianggap final, dengan meniadakan kritik-kritik terhadapnya. Tidak ada yang final di dunia ini, selain Kitabullah dan Syariat Nabi Muhammad Saw.


[B] KAIDAH UMUM

Untuk menilai suatu perkara baik atau buruk, lurus atau sesat, halal atau haram, tidak bergantung pada banyaknya pujian yang dialamatkan ke perkara tersebut. Banyaknya pujian tidak menjamin keabsahan sesuatu. Buktinya, banyak selebritis di dunia maupun di Indonesia, mereka dicintai dan dikagumi ribuan, bahkan jutaan manusia. Melalui rekayasa media, mereka dielu-elukan manusia. Tetapi publikasi media dan kekaguman publik, tidak menjamin bahwa para selebritis tersebut memiliki moralitas yang baik. Banyak fakta, bahwa para selebritis cenderung mengalami krisis moral. 

Dalam studi hadits ada kaidah bagus. Bahwa puji-pujian yang banyak kepada seorang perawi hadits, tidak menyelamatkan perawi itu dari kritik yang ditujukan kepadanya. Tetap harus dicermati adanya kritik-kritik obyektif yang diarahkan kepadanya. Sehingga pada akhirnya masyarakat bisa memilih sesuatu yang baik/benar berdasarkan argumentasi, bukan perasaan, atau fanatisme.



[C] SIKAP INFERIOR MASYARAKAT

Salah satu kritik besar untuk bangsa Indonesia, ialah sikap inferior (rendah diri). Ini merupakan penyakit akut yang sangat merugikan kehidupan bangsa ini. Akibat sikap inferior, lalu bangsa-bangsa asing berbondong-bondong membodohi bangsa ini, sejak dulu sampai sekarang. Bagaimana tidak akan dibodohi, sedangkan kita memiliki semua alasan untuk dibodoh-bodohi orang lain. Kata Malik bin Nabi rahimahullah, “Keadaan kita telah menghalalkan bagi terjadinya penjajahan.”

Contoh mudah sikap inferior ini ialah dalam masalah buku (pustaka). Orang Indonesia akan memandang suatu buku sangat ilmiah, perlu, layak beli, layak dikoleksi, jika dalam buku itu banyak dikutip pendapat pakar-pakar Barat. Sebuah buku, meskipun isinya baik dan metodenya lurus, jika tidak dihiasi dengan kutipan pendapat-pendapat pakar Barat, akan diremehkan. Dianggap tidak ilmiah, dianggap tidak berkualitas. Seolah, Barat merupakan hakim ilmiah di dunia ini. Sesuatu belum sah dan ideal, jika tidak melalui rekomendasi pakar Barat.

Buku ESQ Ary Ginanjar telah terjual sampai 500 ribu eksemplar lebih. Hal tersebut, menurut penilaian saya, karena dalam buku itu terdapat banyak kutipan-kutipan pendapat pakar Barat. Padahal “benang merah” pemikiran ESQ sendiri, belum tentu istiqamah sesuai ajaran Islam. Namun ketidak-istiqamahan itu bisa tertutupi oleh banyaknya pendapat pakar-pakar Barat.

Cara pandang seperti ini jelas tidak benar. Peradaban Barat atau Timur, tidak bisa menjadi hakim atas ajaran Islam. Justru sebaliknya, Islam menjadi hakim atas semua konsep pemikiran manusia. Hal ini dijelaskan dalam Al Qur’an: “Wa kadza-lika ja’alnakum ummatan wasa-than, li takunu syuhada’a ‘alan naasi, wa yakunar Rasulu ‘alaikum syahida” (Dan demikianlah, Kami jadikan kalian sebagai ummat yang adil-pilihan, agar kalian menjadi saksi atas [kebenaran agama] manusia, dan agar Rasulullah Saw menjadi saksi atas [kebenaran keislaman] kalian. Al Baqarah, 143). 

Islam tidak boleh diadili oleh pemikiran tokoh-tokoh Barat. Pemikiran manusia sifatnya relative dan tentative. Ia bisa berubah-ubah seiring penemuan informasi baru. Sedangkan Wahyu Allah bersifat abadi, kokoh, dan mutlak. Pemikiran manusia tidak boleh mengadili ajaran Pencipta manusia (Allah Ta’ala). Justru, ajaran Allah itu menjadi pelita hidup manusia.

Soal pemikiran-pemikiran Barat cocok atau mendukung ajaran Islam. Itu biasa. Sejak jaman Rasulullah Saw pun, Kaisar Romawi Hiraklius juga sudah mengakui kebenaran ajaran Islam. Meskipun Hiraklius tidak mampu mengajak para bawahan dan rakyatnya, sepaham dengan kesimpulannya. Pemikiran tokoh-tokoh Barat tidak boleh menjadi hakim bagi ajaran Islam. Paling, kedudukan pemikiran mereka sebatas penjelasan pelengkap atas kebenaran Islam. 

Sebagai Muslim, seharusnya kita sadar bahwa diri kita adalah Ahli Tauhid. Dalam aplikasi Tauhid, tidak ada satu pun makluk yang berhak menjajah diri kita, selain hanya Allah saja yang berhak diibadahi. Tauhid akan membawa kepada kemerdekaan hakiki, lepas dari segala penjajahan makhluk.

Seharusnya, yang kita kembangkan TQ atau Tauhidi Quotient. Ini adalah cara membangkitkan rasa percaya diri dan martabat manusia, dengan jalan mengajari prinsip-prinsip Tauhid. Prinsip-prinsip Tauhid, kalau bisa diajarkan dengan pendekatan modern training, insya Allah bisa melahirkan revolusi hidup yang dahsyat. Bayangkan, dengan Tauhid itu manusia menjadi sadar posisi, dan sadar akan Keagungan Rabbul ‘alamiin.

Dulu para pahlawan Islam berhasil membangun peradaban religius yang mengagumkan, karena mereka dikader dengan sangat baik dari sisi Tauhidi Quotient-nya. Kalau boleh disebut demikian. Contoh bagus ialah pernyataan Shahabat Rib’i bin Amir Ra di hadapan Kaisar Persia, Rustum. Beliau ditanya oleh Rustum tentang missi yang dibawanya. Beliau menjawab: “Allah datang bersama kami, Dia mengutus kami untuk untuk mengeluarkan siapa saja yang mau, dari penghambaan ke sesama manusia kepada penghambaan kepada Allah, dari sempitnya kehidupan dunia kepada keluasannya, dari kesewengan agama-agama kepada keadilan Islam.”

Demi Allah, Rib’i bin Amir Ra, beliau tidak pernah ikut pelatihan-pelatihan SDM. Beliau tidak pernah mendengar pandangan-pandangan pakar psikologi Barat. Tetapi ucapan beliau mencerminkan kualitas “Tauhidi Quotient” yang sangat matang. Seharusnya, kalau kita percaya diri dan mau menggali nilai-nilai ajaran Islam dan sejarahnya, kita tidak membutuhkan referensi yang lain. Persis seperti ucapan Khatib Al Baghdadi rahimahullah, “Kalau seseorang memahami keindahan Sunnah Nabi, maka dia tidak akan membutuhkan lagi referensi yang lain.”

Seharusnya, kita mengembangkan Tauhidi Quotient, Muamalah Quotient, Dinar Quotient, Adab Quotient, Sirah Quotient, Jihad Quotient, dan seterusnya. Semua itu lebih jelas dan menjanjikan, daripada mengumpulkan remah-remah ajaran spiritual dari kalangan non Muslim.


[D] PUJIAN UNTUK “ESQ”

Sebelum diajukan beberapa kritik penting, terlebih dulu saya utarakan beberapa pujian terhadap konsep ESQ yang dikembangkan oleh Bapak Ary Ginanjar Agustian dan tim.

Pertama, konsep ini dikembangkan dalam lapangan pemberdayaan SDM. Kita harus menghargai setiap usaha untuk memberdayakan SDM masyarakat Indonesia, khususnya kaum Muslimin.

Kedua, dalam lapangan pelatihan, manajemen ESQ dipimpin oleh Saudara Ary Ginanjar Agustian, kerap memanfaatkan teknologi modern dan pendekatan pelatihan kreatif. Konon, untuk pelatihan ESQ yang asli, selalu memakai daya-dukung sound system yang mumpuni. Kreativitas dalam penyediaan sarana-sarana untuk mencapai hasil pemberdayaan SDM yang optimal, sangat dibutuhkan.

Ketiga, konsep ESQ secara umum setuju dengan tesis yang mengatakan, bahwa: “Selain IQ, manusia sangat membutuhkan EQ, untuk mencapai sukses.” Tesis seperti ini insya Allah benar. Para ulama menjelaskan, bahwa dalam tradisi studi Islam, pengajaran etika didahulukan sebelum pengajaran ilmu. Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin, memulai kitabnya dengan bab etika, seperti ikhlas, taubat, shabar, dll. Al Ghazali dalam Al Ihya juga memulai kitabnya dengan bab tentang adab menuntut ilmu. EQ dalam arti akhlak dan adab, adalah sangat penting dalam Islam.

Keempat, dalam buku ESQ, Ary Ginanjar sering mengemukakan hasil-hasil pengalaman pribadi dalam bisnis dan mengelola perusahaan. Pengalaman seperti itu layak untuk disimak, menjadi hikmah dan pelajaran. Terlepas hal itu berhubungan dengan konsep ESQ atau tidak.

Kelima, Ary Ginanjar Agustian secara verbal mengakui keunggulan konsep Ihsan-Rukun Iman-Rukun Islam. Terlepas kemudian, dia menafsirkan konsep Ihsan-Rukun Iman-Rukun Islam itu tidak sesuai dengan pengajaran yang diberikan para ulama. Niatnya membela konsep Islam sangat dihargai, meskipun cara yang ditempuhnya tidak lurus.  

Keenam, dalam versi pelatihan-pelatihan, ESQ banyak mengemukakan bukti-bukti penemuan modern yang semakin menunjukkan kebenaran Allah Ta’ala sebagai Rabb alam semesta.

Inilah beberapa pujian penting terhadap konsep ESQ dan penulisnya, serta program pelatihan SDM yang selama ini intensif mereka kembangkan. Mungkin ada pujian-pujian lain, namun yang terpenting ialah seperti poin-poin di atas. (Bersambung ke bagian-2) (sumber: voa-islam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Media Dakwah Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha