Kamis, 15 Juli 2010

MUTIARA YANG DILUPAKAN

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”
(QS. Al-Mujadilah: 11)

Baru saja para orang tua disibukkan oleh agenda “mencarikan sekolah” untuk putra-putrinya yang akan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Sungguh melelahkan dan menegangkan, apalagi bagi anak yang nilainya pas-pasan. Sang Bapak dan Anak harus kesana-kemari sambil mencari informasi setiap jam tentang nilai pendaftar yang memasukkan formulir. Tidak hanya satu formulir yang diambilnya,  sebagai alternatif  bila  sekolah pilihan pertama tidak dapat diraih. Fenomena ini terjadi setiap tahun, termasuk oleh sebagian besar kaum muslimin. Banyak pendaftar yang diterima dan akan berhadapan dengan beaya sekolah yang cukup besar. Namun ada juga yang tidak diterima sehingga harus memutar haluan hidup. Secara umum, hanya ada satu motivasi yang terbersit di hati mereka, yaitu : ilmu, masa depan!
Ilmu telah menjadi perbincangan dari waktu ke waktu, bahkan ilmu telah menjadi simbol kemajuan dan kejayaan suatu bangsa. Hampir tidak ada suatu bangsa yang dinilai maju kecuali di sana ada ketinggian ilmu. Hingga ada kesepakatan jawara bangsa, bila ingin maju harus berkiblat kepada negeri yang tinggi ilmunya. Jadilah bangku-bangku sekolah sebagai lahan doktrin kurikulum negara maju.
Di sisi lain, Islam sebagai agama paripurna telah memberikan perhatian yang besar terhadap ilmu dan orang-orang yang berilmu. Allah Ta’ala berfirman:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (QS. Al-Mujadilah: 11).
Juga sabda Rasulullah SAW :
“Menuntut ilmu itu wajib (hukumnya) atas setiap muslim” (Jami’us Shaghir)
Namun ketahuilah kaum muslimin Rahimakumullah, bahwa Islam membagi ilmu berdasarkan  hukumnya sebagai berikut:
1. Ilmu Dien, yang terbagi menjadi:
    a.  Ilmu dien yang hukumnya Fardlu ‘Ain (wajib dimiliki oleh setiap orang), yaitu:
Ilmu tentang akidah berupa rukun iman yang enam, dan ibadah, seperti thoharoh, sholat, shiyam, zakat, dan ibadah wajib lainnya.
    b. Ilmu dien yang hukumnya Fardlu Kifayah (harus ada sebagian orang islam yang menguasai, bila tidak ada maka semua kaum muslimin di tempat itu berdosa), yaitu: ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu fara’idh, ilmu bahasa, dan ushul fiqh.
2. Ilmu Duniawi, yaitu segala ilmu yang dengan ilmu tersebut tegaklah segala maslahat  dunia dan kehidupan manusia, seperti: ilmu kedokteran, pertanian, ilmu teknik, perdagangan, militer, dan sebagainya. Menurut ‘ulama, hukum ilmu duniawi adalah fardlu kifayah.
Klasifikasi tersebut berpijak pada Sabda Rasulullah SAW:
“Adapun untuk urusan dunia kalian, maka kalian lebih mengetahui, sedangkan untuk urusan dien ini, maka kembalikanlah kepadaku” (HR. Ibnu Majah).
Dengan demikian, islam menempatkan secara proporsional kedudukan ilmu, demi kemaslahatan hidup di dunia maupun akhirat.
Namun seiring dengan pergeseran tujuan hidup manusia, motivasi menuntut ilmupun mulai bergeser. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia mulai condong kepada ilmu duniawi dan menomorduakan, bahkan melupakan ilmu dien (agama). Entah kekhawatiran apa yang membayangi manusia sehingga mereka lebih mementingkan ilmu dunia dari pada ilmu dien, padahal telah tersebar perkataan ahli hikmah:
“Kalaupun seseorang itu mendapatkan bertumpuk kesuksesan dunia, tetapi dia tidak mengenal siapa Robbnya, maka hakekatnya orang itu tidak memiliki apa-apa”.
Akankah kita bergelimang dalam kebodohan ilmu dien (agama), padahal kebodohan adalah sebuah kejumudan? Lalu, tidakkah kita ingin sukses dan jaya di negeri akhirat nanti? Apa yang menghalangi kita untuk segera meraup ilmu dien (agama), sebagaimana kita berambisi meraup ketinggian ilmu dunia karena tergambar kesuksesan masa depan kita?
Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, seorang ‘ulama kontemporer telah mengumpulkan keutamaan ilmu, khususnya ilmu dien untuk mendongkrak motivasi kita yang begitu lemah. Mari kita simak!
1.      Bahwa ilmu dien adalah warisan para Nabi, warisan yang lebih berharga dan lebih mulia dibanding segala warisan. Rasulullah telah bersabda:
“Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar maupun dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu,  maka barang siapa mengambilnya (warisan ilmu), sungguh ia telah mengambil keuntungan yang banyak”. (HR. Tirmidzi)
2.      Ilmu itu akan kekal sekalipun pemiliknya telah mati, tetapi harta akan berpindah dan berkurang bahkan jadi rebutan bila pemiliknya telah mati. Kita pasti mengetahui Abu Hurairah, seorang  yang diberi julukan “gudangnya periwayat hadits”. Dari segi harta, beliau  tergolong kaum kaum papa (fuqoro’), hartanya pun telah sirna, tetapi ilmunya t5idak pernah sirna. Kita masih tetap membacanya. Inilah buah dari Sabda Rasulullah SAW:
“Jika mati anak adam,  terputuslah amalnya kecuali tiga hal; shodaqoh jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak sholih yang selalu mendoakannya.”
3.      Ilmu, sebanyak apapun tak menyusahkan pemiliknya untuk menyimpan, tak perlu gudang yang luas untuk menyimpannya, cukup disimpan dalam dada dan kepalanya. Ilmu akan mejaga pemiliknya sehingga memberi rasa aman dan nyaman, berbeda dengan harta yang bila semakin banyak, semakin susah menyimpannya, menjaganya, dan pasti membuat gelisah pemiliknya.
4.      Rasulullah SAW menggambarkan para pemilik ilmu itu ibarat lembah yang bisa menampung air yang  bermanfaat bagi alam sekitar, sebagaimana sabda beliau:
“Perumpamaan dari petunjuk ilmu yang aku diutus dengannya bagaikan hujan yang menimpa tanah, sebagian di antaranya ada yang baik (subur), yang mampu menampung air dan menumbuhkan tetumbuhan dan rumput-rumputan yang banyak, di antaranya lagi ada sebagian tanah keras  yang mampu menahan air yang dengannya Allah memberikan manfaat kepada manusia untuk meminum, mengairi tanaman, dan bercocok tanam…..”
 (HR. Bukhori-Muslim)
5.      Ilmu adalah jalan menuju surga (jannah), tiada jalan pintas menuju surga kecuali dengan ilmu. Sabdanya:
“Barang siapa menepuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan untuknya jalan menuju jannah” (HR. Muslim)
6.      Ilmu merupakan pertanda kebaikan seorang hamba. Sabda Rasulullah SAW:
“Siapa yang Allah kehedaki baginya kebaikan, akan dipahamkan baginya masalah dien (agama)” (HR. Bukhori)

Demikianlah beberapa mutiara ilmu (dien) yang jauh lebih mulia dari harta. Sebenarnya masih banyak keunggulan lainnya yang tidak termuat dalam tulisan sederhana ini. Karena itu mari kita gali ilmu dien secara benar dari sumbernya, yaitu Al-Quran dan As-sunnah melalui pemahaman para salafush shalih (pendahulu yang shalih). Jangan lupakan mutiara berharga dalam hidup ini. Wallaahu waliyyut-taufiq.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Media Dakwah Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha