Jakarta - Pemberian grasi 3 tahun oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bagi terpidana korupsi mantan Bupati Kutai Kartanegara Syaukani HR dikecam. Tindakan itu dinilai menodai semangat pemberantasan korupsi.
"Pemberian grasi terhadap koruptor menunjukkan bahwa SBY tidak layak menjadi pemimpin pemberantasan korupsi," kata Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho di Jakarta, Kamis (19/8/2010) malam.
Emerson menilai, pemberian grasi itu, apa pun alasannya akan menjadi preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi.
"Grasi itu justru tidak akan memberikan efek jera dan malah membuat kinerja KPK dan pengadilan menjadi mubazir," urai Emerson.
Seharusnya, SBY bertindak keras terhadap koruptor, di tengah upaya KPK terus memproses dan menuntut pelaku korupsi agar dipidana.
"Jangan kemudian presiden justru sebaliknya memberikan pengurangan pidana," tutupnya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memberikan grasi kepada Syaukani. Keputusan Presiden (Keppres) itu bernomor 7/G Tahun 2010 tertanggal 15 Agustus 2010. Disebutkan, hukuman untuk Syaukani dikurangi dari enam tahun jadi tiga tahun penjara.
Syaukani dinyatakan bersalah menyalahgunakan dana perangsang pungutan sumber daya alam (migas), dana studi kelayakan Bandara Kutai, dana pembangunan Bandara Kutai, dan penyalahgunaan dana pos anggaran kesejahteraan masyarakat. Sepanjang 2001-2005, dana perangsang yang disalahgunakan itu berjumlah Rp 93,204 miliar.
Pengadilan Tipikor dan pengadilan tingkat banding telah memvonis Syaukani dengan hukuman dua tahun enam bulan penjara. Di tingkat kasasi, hukumannya justru diperberat menjadi enam tahun penjara.(sumber: detik.com)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar