Jakarta - Redenominasi atau penyederhanaan nominal rupiah bukan karena ada masalah substansi namun lebih ke soal identitas. Redenominasi rupiah dilakukan karena munculnya keresahan atas status rupiah yang 'lebih rendah' ketimbang mata uang lainnya.
Demikian disampaikan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) Firmanzah saat ditemui di sela Peluncuran Program Studi Defence Economics Universitas Pertahanan Indonesia, Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (9/8/2010).
"Itu kan di-triger keresahan akan status mata uang kita terhadap dolar, euro, dan uang global lainnya, bukan soal substansi tapi soal identitas," ujar Firman
Firmanzah sendiri mengaku dirinya tidak masalah apakah rupiah diredenominasi atau tidak, meskipun jika dilakukan akan lebih bagus.
"Artinya jika dilakukan bagus, kalau nggak juga gak apa-apa," ujar Firman.
Pasalnya, Firman menilai dengan nominal rupiah seperti saat ini perekonomian Indonesia masih berjalan dengan baik. Jadi, tidak ada masalah yang substansial.
"Jadi persoalan tentang identitas, masalah substansial tidak ada. Kekuatan mata uang kita relatif stabil, cadangan devisa juga aman, inflasi terjaga, bisa melampaui target, investasi juga tidak ada persoalan. Kinerja ekonomi kita baik," jelasnya.
Namun, jika memang diberlakukan, BI harus memerhatikan agar redominasi ini tidak menganggu stabilitas serta tidak menciptakan keresahan masyarakat. Selain itu, lanjut Firman, cost benefit dari pencetakan uang baru tersebut harus diperhatikan.
"Saya rasa kalau dikatakan perlu atau tidak perlu, selama tidak menganggu stabilitasn nasional, membuat keresahan publik, transaksi, cost benefit dari cetak uang baru kan ini memunculkan nilai sen," jelasnya.
Selain itu, BI harus melakukan sosialisasi yang sangat baik sesuai dengan tingkat pendidikan masyarakat Indonesia.
Seperti diketahui, BI akan melakukan redenominasi rupiah karena uang pecahan Indonesia yang terbesar saat ini Rp 100.000. Uang rupiah tersebut mempunyai pecahan terbesar kedua di dunia, terbesar pertama adalah mata uang Vietnam yang mencetak 500.000 Dong. Namun tidak memperhitungkan negara Zimbabwe, negara tersebut pernah mencetak 100 miliar dolar Zimbabwe dalam satu lembar mata uang.
BI akan mulai melakukan sosialisasi redenominasi hingga 2012 dan dilanjutkan dengan masa transisi. Pada masa transisi digunakan dua rupiah, yakni memakai istilah rupiah lama dan rupiah hasil redenominasi yang disebut rupiah baru. Redenominasi diharapkan bisa tuntas pada tahun 2022.(sumber: detikfinance)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar