Jumat, 18 Juni 2010

FUI: Polri Melanggar HAM Berat terhadap Korban yang Dituduh Teroris

JAKARTA (addakwah.com) – Operasi pemberantasan terorisme yang dilakukan kepolisian dinilai penuh keganjilan dan terdapat pelanggaran HAM berat.
Hal ini disampaikan Munarman SH, pengurus Forum Umat Islam (FUI) yang juga anggota TPM (Tim Pengacara Muslim) dalam pertemuan dengan Komisi III DPR RI di Jakarta, (17/6/2010).
Salah satu keganjilannya, menurut Munarman, adalah adanya posko-posko yang dibentuk oleh tim Buser atau Satgas anti Bom –bukan Densus– di mana posko ini tidak berada di lingkungan markas kepolisian RI baik itu Mabes Polri, di Polda maupun di Polsek. Posko ini bukan hanya untuk penanganan kasus terorisme, namun juga digunakan untuk penanganan tindak pidana lainnya.
Munarman mencontohkan, dalam tindak pidana curas (pencurian dengan kekerasan) orang-orang yang ditangkap itu biasanya terlebih dahulu tidak langsung dibawa ke kantor polisi tetapi disimpan dahulu di suatu tempat.
“Data ini adalah hasil wawancara langsung dengan para narapidana. Jadi, mereka ditangkap, dipukuli dan digebugi dulu baru kemudian dibawa ke penyidik di markas kepolisian,” tegasnya.
Munarman menambahkan, salah satu posko tempat dilakukan penyiksaan untuk mendapatkan pengakuan dari para tersangka terorisme adalah Hotel Pondok Wisata di Lebak Bulus.
...Para pelaku ditelanjangi lalu dibawa ke hotel tersebut kemudian diancam akan disodomi. Ini adalah upaya sitematis karena ini telah menjadi pola kerja umum...
“Para pelaku ditelanjangi lalu dibawa ke hotel tersebut kemudian diancam akan disodomi termasuk di antara salah satunya adalah Muhammad Jibriel. Inil adalah upaya sitematis karena ini telah menjadi pola kerja umum,” jelas dia.
Munarman mengaku dirinya mendapat informasi dari mantan Kabareskrim Susno Duaji tentang adanya Satgas-Satgas liar yang dibentuk oleh tim-tim khusus di luar struktur jabatan kepolisian.
“Dalam penanganan kasus terorisme ini ada tim lain di luar Densus 88 yang bernama Satgas Anti Bom yang mengumpulkan para alumni-alumni baru. Ia merekrut sebanyak 40 orang yang tugasnya untuk melakukan pengejaran (Tim Buser),” papar dia. “Nah, tim inilah yang melakukan pembunuhan, penyiksaan terhadap para tersangka kasus terorisme,” tambahnya.
Setelah mengemukakan data-data satgas liar, Munarman meminta kepada Komisi III DPR RI untuk mengambil langkah-langkah untuk mengusut kasus tersebut:
Pertama, menggunakan kewenangannya untuk mengaudit dana-dana yang digunakan oleh Densus 88. Karena pada periode terdahulu, ketika Da’i Bahtiar masih menjadi Kapolri, secara terbuka ia menyatakan telah mengumpulkan dana sebesar US $ 50 juta dari pemerintah AS untuk pembentukan dan pelatihan Densus 88. Oleh sebab itu Komisi III diminta menggunakan kewenangannya untuk mengaudit dana-dana yang digunakan oleh Densus 88.
“Yang perlu bapak-bapak ketahui bahwa Densus 88 membeli pesawat dan beberapa pejabat Densus 88 bahkan keluarganya tidak hidup di Indonesia, anaknya, istrinya itu tinggal di Singapura, pertanyaannya dari mana biaya itu?” kata Munarman.
Kedua, menginterpelasi keberadaan satgas-satgas di luar struktur dan posko-posko liar.
“DPR harus menggunakan hak interpelasinya mengenai satgas-satgas di luar struktur dan posko-posko liar tadi,” tegasnya.
Ketiga, menggunakan hak angket DPR RI, karena Polri telah melakukan pelanggaran HAM berat terhadap ekstra judicial killing (pembunuhan di luar proses hukum).
“Dan yang paling penting, DPR harus menggunakan hak angket, karena ini merupakan pelanggaran HAM berat terhadap ekstra judicial killing. Contoh konkretnya adalah terhadap dua orang yang hingga dikuburkan tidak diketahui identitasnya,” pungkasnya.
...ini merupakan pelanggaran HAM berat terhadap ekstra judicial killing. Contoh konkretnya adalah terhadap dua orang yang hingga dikuburkan tidak diketahui identitasnya...
Senada itu, ulama asal Solo KH Mudzakir ini menegaskan bahwa umat Islam di Solo menolak berbagai rekayasa terorisme yang dilakukan sebagai pengalihan isu seperti kasus Bank Century.
Sementara perwakilan FPI yang hadir mengusulkan agar institusi POLRI diletakkan di bawah Kementerian Dalam Negeri agar POLRI lebih sipil, lebih bermasyarakat dan tidak liar.
“Orang baru diduga teroris sudah main tembak. Buat apa adanya pengadilan dan Kejaksaan?” kecamnya.
Selanjutnya KH Fathul ‘Azhim mengutip pernyataan salah seorang pejabat Lemhanas dan Ketua MK dalam sebuah surat kabar yang menuntut agar POLRI benar-benar bisa membuktikan bahwa mereka yang ditangkap dan dibunuh itu adalah benar-benar teroris dan harus dibuktikan melalui pengadilan.
Ulama  Banten keturunan Sultan Ageng Tirtayasa ini juga mengeluh lantaran isu terorisme ini, berbagai aktivitas pengajian di kediamannya mendapatkan fitnah dari penduduk setempat. “Bahkan para Kiyai dan Ulama (MUI Serang) sebagai menuduh pengajian kami sebagai tempat pengkaderan teroris,” keluhnya.
Terakhir, Ustadz Abu Jibriel mengeluhkan sikap diskriminasi yang dilakukan oleh polisi terhadap umat Islam.
“Apa yang dilakukan oleh non muslim seperti OPM tidak pernah dikatakan sebagai teroris tetapi disebut separatis. Kelihatannya teroris ini hanya diperuntukkan untuk kaum muslimin yang menurut versi Densus melakukan kejahatan, padahal belum dibuktikan!” paparnya.
…Kelihatannya teroris ini hanya diperuntukkan untuk kaum muslimin yang menurut versi Densus melakukan kejahatan, padahal belum dibuktikan…
Ia menyarankan agar polisi dan pemerintah berdiskusi dengan para ulama agar tidak salah paham terhadap istilah “jihad” dan “teroris.”
“Kami sudah menyarankan kepada pemerintah agar duduk bersama ulama, untuk menuntaskan apa itu terorisme, apa itu jihad, apa itu teroris, apa itu mujahid?” ujarnya.
Lebih jauh, ia mengisahkan apa yang dialami putranya, Muhammad Jibriel Abdurrahman yang saat ini masih dalam proses persidangan.
“Saya mendapat data dari anak saya, Muhammad Jibril yang sekarang sedang disidang. Setelah  ia ditangkap oleh Densus yang beragama Islam, lalu penyiksaan dilakukan oleh Densus yang non Islam. Waktu disiksa itu ada Gories Mere.  Penyiksaan anak saya dan itu dilakukan sebelum tujuh hari, empat hari berturut-turut,” kisahnya.
Abu Jibriel juga menyayangkan pemberitaan yang tidak netral seputar terorisme, karena proses penyiksaan itu tak pernah diungkap ke media.
“Bagaimana tangannya ketika dilingkarkan besi kemudian dialiri listrik, ini tidak pernah menjadi pemberitaan,” ujarnya.
Karenanya, ia berharap kepada Komisi III DPR RI agar mengusut kasus tersebut sampai ke akar-akarnya, jangan sampai ini hanya menjadi sebuah cerita dan laporan belaka tanpa ada tindakan apapun.
Menanggapi tuntutan tersebut, Fahri Hamzah menyatakan bahwa kasus tersebut harus ditangani juga oleh KOMNASHAM dan institusi lain yang terkait.
“Kita memerlukan kinerja yang lebih luas bukan hanya di dewan tapi juga di KOMNASHAM dan institusi-institusi lain yang concern dalam masalah ini,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu.
Fahri juga berjanji akan menyiapkan dokumen delik agar kasus tersebut bisa diinvestigasi lebih luas.
“Mudah-mudahan ini bukan pertemuan yang terakhir, tetapi ada persiapan-persiapan dari kita untuk menyiapkan bukan hanya fakta hukum, tetapi juga dokumen delik untuk kemudian kita ajukan sehingga bisa dinvestigasi masalah ini secara lebih luas,” lanjutnya.
Sementara Anggota komisi III lainnya, Nudirman Munir menambahkan bahwa aspirasi umat Islam harus diperjuangkan, karena bangsa Indonesia mempunyai hutang kepada umat Islam dalam perjuangan kemerdekaan.
…Darah umat Islam yang menjunjung kemerdekaan ini bagaikan sungai yang mengalir banyaknya. Karena itu kita sebagai generasi penerus wajib membela kepentingan umat Islam, kata Anggota komisi III, Nudirman Munir …
“Darah umat Islam yang menjunjung kemerdekaan ini bagaikan sungai yang mengalir banyaknya dan luar biasa pengorbanannya. Karena itu kita sebagai generasi penerus mempunyai kewajiban membela kepentingan mereka,” kata dia.
Politisi  Golkar itu bertekad akan membawa data-data yang diserahkan FUI itu langsung ke Kapolri untuk diusut sampai ke akar-akarnya.
“Dengan data-data yang Bapak punya, kita akan mempertanyakan ini semua kepada Kapolri. Kami permasalahkan ini sampai ke akar-akarnya,” tegasnya.
Senada itu, Anggota dewan yang lainnya Ahmad Yani menginginkan agar permasalahan ini ditindaklanjuti ke Panja Pengawasan hukum. Para anggota dewan lainnya yang hadir dalam rapat tersebut juga turut mendukung untuk mengusut tuntas berbagai pelanggaran kemanusiaan yang terjadi. [widi]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Media Dakwah Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha