Membongkar kuburan untuk mengambil (mencuri) kain kafan darinya atau hanya karena iseng dan tidak ada kepentingan darinya adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam, karena perbuatan tersebut bertentangan dengan penghormatan terhadap manusia. Karena manusia ini terhormat ketika hidup dan ketika mati, sebagaimana firman Allah SWT, “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak Adam.“ (Al Isra’ : 70 ) dan perbuatan itu bertentang dengan sabda Rosulullah saw : “ Bahwa memecahkan tulang mayit seperti memecahkannya pada waktu dia hidup “ ( HR Ibnu Hibban )
Namun para ulama menyebutkan beberapa pengecualian dari larangan tersebut, yaitu jika ia membongkar kuburan untuk tujuan tertentu yang membawa masalahat, baik yang sifatnya pribadi maupun umum. Dalilnya adalah hadist Jabir bin Abdullah ra, bahwasanya Rosulullah saw mendatangi kuburan Abdullah bin Abdulah bin Ubay bin Salul, dan memintanya untuk dikeluarkan lagi, sehingga diletakkan di lututnya dan ditiupnya dengan ludahnya dan diselemuti dengan pakaiannya “ ( HR Bukhari dan Muslim ). Hal ini dikuatkan dengan atsar Jabir bin Abdullah ra juga, bahwasanya ketika Abdullah, bapaknya terbunuh dalam perang Uhud, dia dikubur dalam satu lubang dengan seseorang yang tidak berkenan di hati Jabir. Setelah enam bulan berlalu, maka jasad bapaknya tersebut dikeluarkan dari kuburan, kemudian dikuburkannya sendiri di tempat lain. ( HR Bukhari )
Adapun bentuk-bentuk pengecualian tersebut- menurut mayoritas ulama- diantaranya adalah jika diperkirakan mayit sudah punah, tidak tersisa dari anggota badannya, serta telah menjadi tanah.( Al Nawawi, Al Majmu’ : 5/233, Ibnu Qudamah, Al Mughni : 2/511, Ibnu Hazm, Al Muhalla : 2/32 ) Tempat bekas kuburan yang telah punah seperti ini bisa difungsikan sebagai tempat kuburan baru, atau dibangun jalan umum atau hal-hal lain yang mengandung maslahat umum. Sehingga tidak dibenarkan untuk dijadikan untuk tempat bercocok tanam atau dibangun di atasnya pabrik atau pusat pusat perbelanjaan (mall ) yang dimiliki oleh seseorang, karena tanah kuburan adalah milik masyarakat umum, maka harus dikembalikan lagi kepada mereka.
Begitu juga, jika seorang mayit muslim yang dikubur tidak menghadap kiblat, atau belum dimandikan, atau belum dikafani, maka dibolehkan untuk dibongkar lagi agar posisinya menghadap kiblat, dan dimandikan serta dikafani terlebih dahulu, bahkan sebagia ulama ( Syafi’iyah dan Hanabilah ) mewajibkan hal tersebut. Tentunya hal ini dilakukan selama mayit masih dalam keadaan bagus dan tidak rusak.
Begitu juga, jika seorang perempuan yang sedang hamil meninggal dunia dan langsung dikuburkan, padahal menurut perkiraan para ahli, bahwa anak yang ada dalam perutnya masih bisa diselamatkan, maka dalam hal ini dibolehkan, bahkan diwajibkan untuk membongkar kuburannya serta membedah perut sang mayit untuk mengeluarkan bayi yang diperkirakan masih hidup tersebut. Begitu juga, jika seseorang yang tidak diketahui identitasnya ditemukan tewas di jalan atau terseret banjir atau terdampar di pantai, setelah dikubur, tiba-tiba datang seseorang yang mengaku bahwa orang tersebut adalah bapaknya atau suaminya atau istrinya dan dia meminta hak atas warisan yang ditinggalnya, maka dalam keadaan ini boleh atau wajib dibongkar kuburannya untuk membuktikan pengakuaannya tersebut. ( As Syarbini, Mughni Al Muhtaj : 1/367 ) Membongkar kuburan juga dibolehkan untuk keperluan penyelidikan suatu kasus kejahatan yang hendak diungkap.
Membongkat Kuburan Umat Masa Lalu
Para ulama membolehkan untuk membongkar kuburan umat-umat yang telah berlalu, karena Rosulullah saw dan para sahabatnya pernah membongkar kuburan kaum musyrikin yang telah rusak di kota Madinah ( HR Bukhari dan Muslim ). Selain itu, jika kuburan-kuburan yang telah punah dan rusak tersebut dibiarkan, maka akan menghambat pembangunan dan membiarkan tanah kosong dan mubadzir, maka dianjurkan untuk memanfaatkan tanah tersebut, tentunya setelah kuburan tersebut dibongkar dan dipindahkan ke tempat lain jika masih ada sisa –sisa anggota tubuh mereka.
Bagaimana hukumnya memindahkan kuburan para mumi yang ada di Mesir ? Sebagaimana diketahui bahwa tujuan menguburkan mayit adalah menghormatinya sebagai manusia dan menjaganya dari binatang buas pemangsa daging serta menutup baunya agar tidak mengganggu masyarakat sekitar. Para mumi yang diawetkan ( dibalsem ) dengan bahan tertentu, ternyata jasadnya masih utuh dan baunya biasanya tidak sebusuk mayit biasa. Sehingga sebagian ulama membolehkan untuk memindahkan mereka di tempat-tempat khusus, selain untuk keperluan penilitian ilmiyah, para mumi tersebut adalah salah satu tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah swt dan sebagai pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahnya, (Prof. Dr. Sa’dudin Hilali, Ahkam Dafnu Al Mauta wa Ahkam Quburihim, hal.288) Ini sesuai dengan firman Allah swt tentang kisah tenggelamnya Fir’aun : “ Maka pada hari ini, kami selamatkan badanmu, agar menjadi pelajaran bagi orang yang datang sesudahmu, dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” ( Qs Yunus : 92 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar