Oleh: Muhammad Arifin Ismail, M.A, M.Phil. Dalam buku dan latihan kecerdasan emosi dan spiritual sebagaimana yang dilakukan akhir-akhir ini dinyatakan bahwa suara hati (God Spot/Conscience) merupakan sumber kebenaran sejati. Suara hati merupakan inti materi dalam kecerdasan spiritual, sehingga terkesan bahwa seseorang itu berbuat baik, seperti menolong orang, mencintai orang lain, itu semua itu dilakukan bersumberkan kepada suara hati.
Malahan dalam buku “Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ” dinyatakan bahwa suara hati manusia memiliki suara hati yang sama. Apakah anda seorang orang itu seorang dokter, professor, direktur, manajer, pengusaha, pedagang kecil, pejabat, orang kaya, orang miskin, suku apa saja, agama apa saja, atau tukang cuci piring direktur sekalipun, semua sama. Suara hati yang universal.
Pernyataan bahwa suara hati merupakan sumber kebenaran dan bersifat universal ini adalah sesuatu yang bertentangan dengan konsep ajaran Islam, sebab suara hati itu dapat dipengaruhi oleh bisikan syaitan, dan lain sebagainya. Itulah sebabnya dalam kajian sejarah kita dapatkan bahwa nabi Muhammad tidak cukup dengan penyucian hati saja, tetapi hati tersebut harus diisi dengan iman, ilmu dan hikmah. Dalam sirah kehidupan Nabi Muhammad SAW, sebelum diutus sebagai Nabi beliau mengalami peristiwa pembedahan dada dan penyucian hati selama dua kali.
…Pernyataan bahwa suara hati merupakan sumber kebenaran yang bersifat universal sangat bertentangan dengan ajaran Islam, sebab suara hati itu dapat dipengaruhi oleh bisikan syaitan…
Pertama terjadi sewaktu beliau di bawah asuhan Halimah dalam usia antara 2 sampai 4 tahun, sebagaimana dinyatakan oleh Halimah: “Suatu hari sewaktu dia (Muhammad) sedang bermain-main dengan anak saya di belakang rumah dengan anak-anak kambing, tiba-tiba anak saya datang berlari dan berkata, Saudara saya orang Quraisy tersebut (maksudnya nabi Muhammad SAW) telah ditangkap oleh dua lelaki berbaju putih, setelah itu badannya dibaringkan dan dadanya dibedah oleh kedua orang yang menangkapnya tersebut.” Mendengar itu saya dan suami saya terus berlari untuk melihat kejadian tersebut, dan kami temui dia (Muhammad) sedang berdiri dengan wajah yang pucat. Saya dan suami saya terus memeluknya, sambil bertanya: ”Ada apa yang terjadi denganmu wahai anakku?”. Dia menjawab: ”Telah datang dua orang lelaki yang memakai pakaian putih menangkap, dan mmbaringkan badan saya, kemudian mereka berdua membedah dada saya, mencari sesuatu di dalam badan saya dan saya tidak mengetahui apa yang dicarinya tersebut.” (Sirah Ibnu Hisyam, 133-134).
Dalam hadits riwayat Muslim yang disampaikan oleh Anas bin Malik menyatakan bahwa Rasulullah didatangi malaikat Jibril sewaktu beliau sedang bermain bersama anak-anak yang lain, dan membelah dadanya, mengeluarkan hatinya dan membuang kotoran yang terdapat di hati tersebut, sambil berkata, ”Ini syaitan yang terdapat dalam diri engkau.” Kemudian malaikat mencuci hati tersebut dengan air zamzam, dan mengembalikannya ke tempatnya semula”. Melihat kejadian tersebut anak-anak yang lain segera berlari mendapatkan ibunya sambil berkata: Muhammad telah ditangkap dan dibunuh oleh seseorang”. Datanglah Halimah dan suaminya mendapatkan Muhammad yang sedang berdiri dengan wajah yang pucat. Anas berkata: ”Saya melihat bekas jahitan di dadanya”. Dalam riwayat Nasa’i ditambahkan bahwa setelah hati itu dicuci, maka hati itu diisi dengan hikmah dan ilmu (Said Hawa, Kitab Asas fis-Sunnah wa Fiqhuha, jilid 1/ hal. 164 -165) .
Kedua. Peristiwa pembedahan dan penyucian jiwa nabi Muhammad terjadi dalam peristiwa Isra’ Mi’raj sebagaimana diceritakan dalam hadits riwayat Bukhari yang disampaikan oleh Anas bin Malik: “Sewaktu saya (nabi) sedang berbaring di dekat Ka’bah, tiba-tiba datanglah seseorang mendekapku dan mengatakan kepada kawannya, “Bedahlah antara ini dan ini,” kemudian aku (Anas) bertanya antara apa dengan apa? Nabi menjawab: ”Antara cekuk leher sampai dada yang tumbuh rambut.” Kemudian malaikat itu mengambil hatiku, dan tak lama kemudian datang seseorang yang membawa bejana emas penuh berisi iman, kemudian dibasuhlah hatiku, dan dikembalikan ke tempat asalnya, dan tak lama kemudian datanglah seekor binatang (buraq) di hadapanku…” (Said Hawa, Asas fis-Sunnah, jilid 1, hal. 301).
Dalam riwayat Bukhari yang lain juga dinyatakan: ”Sewaktu saya sedang berbaring di samping Ka’bah, antara tidur dan sadar, perut saya dicuci dengan air zamzam, dan hati saya diisi dengan hikmah dan iman” (Said Hawa, fis-Sunnah, jilid 1, hal. 304).
Sementara dalam riwayat Muslim dinyatakan: ”Di depan saya ada bejana dari emas yang penuh dengan hikmah dan iman, kemudian dada saya dibedah dan dicucilah dada saya dengan air zamzam”(Said Hawa, fis-Sunnah, jilid 1, hal. 304).
…hati manusia belum dapat menjadi pedoman hidup sebelum hati tersebut diisi dengan iman dan ilmu serta hikmah…
Dari beberapa hadits yang tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Rasulullah telah melakukan penyucian hati dan pengisian hati dengan iman, ilmu dan hikmah. Hal ini membuktikan bahwa hati manusia belum dapat menjadi pedoman hidup sebelum hati tersebut diisi dengan iman dan ilmu serta hikmah. Suara hati yang bersumberkan kepada iman, ilmu dan hikmah baru dapat mencapai tingkat kebenaran.
Itulah sebabnya dalam hadits disebutkan bahwa dalam diri manusia ada sesuatu seperti segumpal daging. Jika sesuatu itu baik, maka akan baiklah diri manusia itu, dan jika sesuatu itu rusak maka akan rusaklah seluruh perbuatan manusia tersebut, dan ketahuilah bahwa itu adalah hati. Dalam hadits tersebut terbukti bahwa hati dapat menjadi baik, dan hati dapat menjadi rusak. Hati baik, adalah hati yang telah diisi dengan keimanan dan petunjuk Allah SWT. Hati yang rusak adalah hati yang tidak beriman dan mendapat petunjuk Allah.
Ibnu Qayim al Jauzi dalam kitabnya ”Ighatsatul Lahafan” membagi hati dalam tiga macam, yaitu: hati yang sehat, hati yang sakit dan hati yang mati. Hati yang sehat adalah hati orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Hati yang sakit adalah hati orang yang munafik, sedang hati yang mati adalah hati orang kafir (Ibnu Qayim, Ighatsatul Lahafan, hal. 11).
Pendapat Ibnu Qayim tersebut berlandaskan kepada ayat-ayat Al-Quran:
”Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasul pun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat- nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana, Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, sedangkan orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran Itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan Sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus” (Qs Al-Hajj 52-54).
Ayat ini menyatakan bahwa pada mulanya, syaitan akan berusaha untuk membisikkan sesuatu ke dalam keinginan hati seorang rasul, tetapi Allah telah menghilangkan bisikan syaitan tersebut dari hati-hati mereka, dan memberikan kepada mereka ayat-ayat-Nya (wahyu). Bisikan syaitan itu masuk ke dalam hati, sebagai ujian bagi manusia. Bisikan itu dapat membuat orang menjadi munafik atau menjadi kafir yang mempunyai hati yang keras. Sedang orang beriman dan menerima kebenaran dari Tuhan (wahyu) maka hati mereka akan tunduk dan patuh kepada-Nya. Allah hanya memberikan petunjuk (hidayah) kepada hati orang yang beriman kepada-Nya.
…Suara hati yang dapat menjadi petunjuk adalah hati yang telah diisi dengan keimanan dan ilmu-ilmu yang bersumberkan dari petunjuk Allah…
Dari ayat dan hadits di atas dapat disimpulkan bahwa hati manusia itu tidak sama, sebagaimana klaim yang dinyatakan dalam pelatihan dan buku-buku spiritual ESQ. Tidak sama hati orang beriman dengan hati orang kafir. Hati nurani, suara hati juga tidak dapat menjadi petunjuk kebenaran, sebab hati tersebut dapat dipengaruhi oleh bisikan syaitan.
Suara hati yang dapat menjadi petunjuk adalah hati yang telah diisi dengan keimanan dan ilmu-ilmu yang bersumberkan dari petunjuk Allah (Wahyu). Oleh sebab itu, seorang yang beriman jika dia berbuat baik, menolong orang, mencintai orang lain itu semua dilakukan bukan karena suara hatinya, tetapi karena keimanan dan ketundukan kepada Allah. Inilah bedanya orang kafir dan orang beriman, sebab orang kafir melakukan kebaikan karena suara hatinya, sedangkan orang beriman melakukan sesuatu kebaikan bukan karena suara hati, tetapi karena perintah Allah, dan tunduk kepadaNya. Melakukan sesuatu karena suara hati, bukan karena Allah merupakan syirik dan dapat merusak akidah.
…Orang beriman jika dia berbuat baik bukan karena suara hatinya, tetapi karena keimanan dan ketundukan kepada Allah…
Itulah sebabnya Allah berfirman: ”Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (Qs. Al-An’am 163).
Dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa pernyataan bahwa suara hati adalah sama, apapun agamanya merupakan konsep suara hati barat yang sangat bertentangan dengan konsep suara hati dalam ajaran Islam. Dalam agama Kristen, suara hati merupakan ajaran yang paling suci. Dalam “Oxford Dictionary of World Religion” dinyatakan, ”In the main forms of Christianity, conscience is the absolutely inviolable and sacrosanct centre of the person as human as responsible for her or his decisions”.
Agama Yahudi juga menjadikan suara hati sebagai barometer kebaikan dan keburukan sebagaimana dinyatakan oleh Rabbi Harold dalam bukunya ”Conscience: The Duty to Obey , the Duty to Disobey.”
Tanpa disadari, doktrin menjadikan suara hati sebagai sumber kebenaran adalah merupakan pesan moral gerakan Freemasonry.
”Moral Freemason adalah berasaskan kecintaan kepada manusia. Ia sama sekali menolak berbuat baik untuk mengharapkan sesuatu di masa mendatang, bukan karena ganjaran, pahala atau surga, juga tidak disebabkan karena takut kepada siapapun, tidak karena agama, atau institusi politik, atau tidak karena kekuatan ghaib yang tidak diketahui. Ia hanya menyokong dan menyanjung untuk berbuat baik karena cinta kepada keluarga, negara, manusia dan kemanusiaan. Ini merupakan tujuan gerakan Freemason yang sangat jelas”. (Harun Yahya, Gerakan Freemason Sedunia, 2005, hal. 72-73).
…konsep ESQ yang menjadikan suara hati sebagai sumber kebenaran bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan merupakan jarum halus yang akan merusak akidah umat Islam…
Dari keterangan di atas, dapat kita simpulkan bahwa konsep ESQ yang menjadikan suara hati sebagai sumber kebenaran bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan merupakan jarum halus yang akan merusak akidah umat Islam. Semoga kita tidak terjebak oleh ”syirik-syirik” suara hati yang sekarang banyak terdapat dalam training dan buku-buku spiritual modern. Wallahu A’lam.
*) Penulis adalah Direktur ISTAID (Institute of Islamic Thought and Information for Dakwah) Medan- Indonesia.